Saat bel pulang sekolah, Felysia dengan cepat memasukkan seluruh buku, pensil ke dalam tas ransel miliknya. Rasanya semakin membara saat mengingat perkataan sang kekasihnya.
"Ardiansyah mau jadi guru les lo. Jadi, lo harus dapat nilai bagus di pelajaran fisika."
Kalimat Brian itu sangat membuat dirinya bahagia. Dengan begini, ia tidak perlu membujuk Ardiansyah lagi. Karena, laki-laki itu telah bersedia, walau kelihatannya terpaksa.
Matanya beralih menatap seorang laki-laki yang duduk di samping Brian. Laki-laki itu akan adalah orang yang akan menjadi guru lesnya mulai sekarang, entah apa yang akan terjadi, tetapi ia harap semua tujuannya tercapai. Dan, ia segera bisa tau, siapa identitas pengawalnya.
Ia langsung melangkahkan kakinya ke arah meja Brian, dan Ardiansyah. Di setiap langkahnya, ia terus memikirkan apa yang akan ia sampai kepada Ardiansyah yang sudah mau menjadi guru lesnya. Langkahnya terhenti. Dan, ia belum mendapatkan sat
Ardiansyah sudah berada di depan rumah Felysia. Ia menatap rumah mewah itu dengan pandangan malas. Sudah sekitar, lima menit ia menunggu di depan gerbang. Tetapi, belum ada satu pun yang membukakan gerbang untuknya.Ia kaget, saat dari belakang ada orang yang menepuk pundaknya dengan keras. Dengan cepat, ia langsung melihat ke arah belakang. Dan, ternyata orang yang menepuk pundaknya adalah Felysia."Nungguin lama?" tanya Felysia."Menurut lo?" tanya Ardiansyah dengan suara yang sedikit tinggi."Ya maaf, tadi gua beli kue sama minuman dulu," jawab Felysia.Ardiansyah mengalihkan pandangannya ke arah plastik yang sedang dibawa Felysia. Sepertinya benar, perempuan itu telat karena membelikannya minuman, dan makanan terlebih dahulu. Tetapi, sepertinya masih ada yang kurang dari perempuan itu. Dan, Ardiansyah pun langsung dapat menyadarinya."Brian mana? Dia nggak nganterin lo sampai depan rumah?" tanya Ardiansyah.
Ardiansyah menghelas nafas panjang. Sekarang masih jam 08.00. Tetapi, ia sudah berada di dalam ruang kepala sekolah.Ia berada di ruangan itu. Karena, dipanggil oleh Vito. Kalau Vito yang memanggilnya, ia yakin, kalau laki-laki itu akan mengancamnya lagi. Tetapi, kenapa guru itu ingin mengancamnya lagi? Bukannya, ia sudah menjalankan perintah guru itu dengan baik?Pandangannya beralih menatap seorang guru laki-laki yang memasuki ruangan kepala sekolah. Sekarang, di ruangan itu hanya ada Ardiansyah, dan guru laki-laki itu."Kenapa Anda memanggil saya?" tanya Ardiansyah sambil menatap tajam Vito."Gimana kalau kamu tebak sendiri?" tanya Vito sambil duduk di kursi yang berada di depan Ardiansyah.Sekarang, posisi Vito, dan Ardiansyah hanya terhalang oleh sebuah meja. Dan, ruangan ini kedap suara. Jadi, kalau Ardiansyah emosi, dan memukul guru itu, pasti tidak akan ada orangyang m
Sore hari, atau lebih tepatnya pukul 15.34. Felysia sudah berada di rumahnya. Tentu saja, bersama dengan Ardiansyah. Mereka sedang duduk berdua di ruang tamu. Felysia menatap seluruh rumus yang berada di dalam buku yang diberikan Ardiansyah. Ia mencoba untuk menghafalkan sedikit demi sedikit rumus yang tertulis di sana. Sedangkan, Ardiansyah sedang memakan donat yang sudah disiapkan oleh Felysia.Rumah Felysia sekarang sedang sepi. Karena, Reno sedang ke rumah Denis. Dan, pembantunya sudah pulang dari 10 menit yang lalu. Sebenarnya masih ada satu orang lagi di rumah ini. Tetapi, orang itu sepertinya belum keluar dari kamarnya."Lo nggak akan bisa hafal semuanya dalam satu hari. Jadi, fokus aja sama beberapa rumus dulu," ucap Ardiansyah sambil mengangkat gelas yang berisi air mineral, lalu meminumnya."Iya, gua tau," ucap Felysia."Di mana dapur lo?" tanya Ardiansyah.Felysia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ardiansyah, atau lebih tepatnya
Sang surya sudah muncul sejak 15 menit yang lalu. Sekarang, Brian sedang berada di balkon kamarnya, menikmati keindahan di pagi hari. Udara yang segar, embun, burung yang berterbangan, kehangatan sinar matahari di pagi hari, ia menikmati itu semua.Kalau biasanya, Brian akan siap-siap ke sekolah, sekarang berbeda. Karena, hari ini hari minggu, jadi ia tidak perlu berangkat ke sekolah.Tadinya, ia berencana untuk tiduran di atas kasur sepanjang hari, memakan cemilan, lalu menonton film kesukaannya. Tetapi, semua rencananya itu berantakan, saat ia membaca pesan dari Felysia. Perempuan itu memintanya ketemuan.Dengan muka malas, ia keluar dari kamar. Mengacak-acak rambutnya, berharap kalau rambutnya akan rapi walau tak ia sisir. Ia berjalan menuju ke arah garasi. Saat sudah berada di sana, ia langsung saja menaiki sebuah motor sport berwarna hitam. Tentu saja, sebelum ia berangkat, ia mengenakan jaket kulit berwarna hitam, dan helm berwarna hitam. Dan, saat semuanya s
Seorang gadis kecil mencoba untuk meraih sebuah pensil yang berada di atas narkas yang berada di ruang tamu. Sudah sekitar 5 menit, ia berusaha untuk mengambil pensil tersebut, namun tak kunjung berhasil. Ia sudah mencoba naik ke atas kursi, tetapi masih saja belum berhasil.Ia melihat ke arah jam dinding. Dan, ternyata sudah pukul 15.00. Sekarang, di rumah hanya adadirinya dan Felysia. Ia takut untuk meminta bantuan kakaknya itu.Jadi, ia berusaha sendiri. Mau apapun hasilnya, ia tidak akan pernah menyerah.Matanya membulat sempurna, saat melihat ada sebuah tangan melewati atas kepalanya.Tangan itu sangat kekar, jadi mustahil kalau itu tangan kakaknya. Tangan itu tangan seorang lelaki. Dan, saat ia melihat ke arah belakang, ada Ardiansyah yang sedang tersenyum ke arahnya."Ini," ucap Ardiansyah sambil menyodorkan pensil yang tadi ia ambil dari atas narkas ke Nindy."Makasih," ucap Nindy sambil mengambil pensil dari tangan Ardians
Felysia mengacak-acak seluruh isi tasnya. Hari ini ada mata pelajaran olahraga. Tetapi, ia lupa membawa seragam olahraga. Ia memandang jam dinding yang berada di depan kelas dan ternyata sudah jam 09.43. Yang berarti sebentar lagi mata pelajaran olahraga akan dimulai. Dan, semua murid harus sudah berada di lapangan saat itu juga.Ia memandang ke seluruh penjuru kelas. Sudah tidak ada satu orang pun di sana.Sepertinya semua orang sudah ke lapangan. Tinggal dirinya saja yang belum. Sekarang, ia hanya punya dua pilihan. Yang pertama, ia ke lapangan dengan seragam OSIS, lalu dihukum. Dan, yang kedua adalah bolos mata pelajaran olahraga.Sepertinya ia tidak akan memilih pilihan kedua. Karena, itu akan memperburuk reputasinya.Tetapi, pilihan pertama juga akan membuatnya ditertawakan semua orang yang berada di lapangan.Akhirnya, ia pasrah. Ia berjalan menuju ke arah pintu. Kali ini, ia akan memilih pilihan pertama. Ia rela ditertawakan. Asalkan reputas
Lagi dan lagi. Denis harus berhadapan dengan Reno. Ia sudah berusaha menolak ajakan laki-laki itu untuk bertemu. Tetapi, laki-laki itu terus mengajaknya. Dan, pada akhirnya Denis mengalah.Sekarang, Denis sudah berada di kediaman Reno. Ia duduk termenung, di sofa yang berada di ruang tamu. Pandangannya beralih menatap ke arah jam dinding. Dan, ternyata sekarang sudah pukul 16.00."Felysia lagi ke rumah temennya. Jadi, kita bakal aman ngomongin hal itu di sini," ucap Reno sambil membawakan segelas kopi susu untuk Denis."Nindy?" tanya Denis."Dia lagi tidur.""Oh."Pandangan Denis menatap segelas kopi susu yang baru saja ditaruh Reno di atas meja. Ia tidak berniat untuk meminum kopi itu. Bukan karena tidak suka. Tetapi, karena sudah berencana sejak lama untuk berhenti ngopi."Kenapa? Nggak diminum?" tanya Reno."Nanti," jawab Denis."Apa yang mau kita bahas?" tanya Denis."Bentar, kita masih nunggu satu orang lagi," ja
Hari senin, jam 10.00. Seharusnya yang mengajar di kelas XI Mipa-1 adalah Denis. Tetapi, guru laki-laki itu tak terlihat batang hidungnya. Mungkin, laki-laki itu lupa sama waktu mengajarnya? Atau, malah guru itu tidak masuk sekolah.Semua siswa XI Mipa-1 tidak berani keluar kelas. Mereka takut, kalau tiba-tiba Denis datang. Dan, mereka terlambat masuk ke dalam kelas. Ketakutan dan malas menjalankan hukuman menjadi satu. Jadi, mereka pun memilih untuk tetap di dalam kelas.Felysia menatap Brian yang sedang berbincang dengan teman-teman laki-lakinya. Perlahan, pandangannya beralih menatap Ardiansyah yang sedari tadi melihat ke arah jam dinding.Wajah laki-laki itu telihat seperti sedang khawatir. Karena ia penasaran, ia berdiri dari tempat duduknya. Lalu, perlahan berjalan ke tempat duduk laki-laki. Baru saja, ia berhenti di dekat laki-laki itu. Tetapi, laki-laki itu sudah berdiri."Lo lagi ada masal-" ucapan Felysia terhenti karena tiba-tiba Ardiansyah berlari