Share

2. Mulai berakal.

Mas Wahyu sudah berangkat kerja, kubuatkan dia sarapan oseng buncis dan sambal serta ayam goreng. Ada sisa ayam beberapa potong di kulkas yang bisa kuolah untuk sarapannya pagi ini. Aku tidak menyiapkan bekal untuk suamiku, karena dia kerja di rumah makan, pasti makan siang di tempat kerja.

Aku duduk santai di ruang tamu sambil memainkan gawaiku, karena pekerjaan rumah sudah selesai semua. Hanya tinggal cucian yang sedang mutar di mesin cuci, jadi santai! Aku berselancar melihat sosial media yang berwarna biru itu.

Mataku seketika melebar melihat postingan seseorang yang sangat aku kenal, siapa lagi kalau bukan tikus sebelah rumahku.

[Alhamdulilah, hasil dari pintar mengelola uang suami. Walau gaji suami gak besar, tapi masih bisa nabung beli ini!]

Seperti itulah status yang di tulis Sri dengan melampirkan sebuah foto logam mulia seberat tiga gram yang ia pegang.

Aku meradang, emosiku mulai terpancing. Pantas saja ia bisa berhemat dan membeli benda itu. Setiap hari menjarah isi dapurku.

Awas ya kamu Sri, ini tidak bisa dibiarkan.

Aku beranjak dari dudukku menuju dapur, kukosongkan semua isi kulkas dari mulai sayuran dan buah-buahan. Kuletakkan di dalam lemari kaca yang kacanya sudah kulapisi stiker hingga tidak terlihat isi di dalamnya.

Tidak lupa pula, bawang, telor dan stok-stok dapur yang lain aku masukkan sekalian. Kususun asal saja yang penting muat, setelah itu kukunci.

Untuk lauk-pauk dan sabun keletakkan di tempat lain yang aman. Kulirik jam di dinding  yang menunjukkan pukul sembilan pagi, aku yakin sebentar lagi perempuan itu pasti muncul kesini, karena sekarang emang jam dia masak.

"Mbak ... Mbak Ana!"

Tok! Tok! Tok!

Benarkan?! Baru saja aku bilang, eh ... yang diomong udah nongol aja. Aku tertawa cekikikan.

"Apa? Mau minta apalagi?" jawabku ketus, setelahku bukakan pintu untuknya.

"Sewot banget pagi-pagi, Mbak. Lagi dapet, ya?" cibit Sri. Dengan tidak sopan dirinya menggeser tubuhku dari depan pintu dan langsung menuju dapur dan membuka kulkas bergambar koroppy kesayanganku itu.

Dasar tidak tahu adab! Aku bingung, bagaimana orang tuanya mendidiknya dulu hingga besarnya jadi Celamitan.

"Mbak ... kulkas mbak kosong, ya?"

Aku mengulum senyum melihat ekspresi terkejut di raut wajahnya itu. Ya, iyalah ... kosong! Orang habis di pindahin semua. Daripada habis dijarah kompeni era modern.

"Ya ampun Mbak ... kulkas gede tapi gak ada isinya," cibir Sri lagi sambil menutup kembali pintu kulkas dua pintu itu.

"Biar aja kulkas gede tapi isi gak ada, yang penting gak ganggu dapur sama uang belanja tetangga," jawabku santai.

"Mbak ada bawang gak? Aku mau masak bawang di rumah habis," Sri melirik setiap sudut dapurku, melihat-lihat apa saja yang bisa ia pinta di dapurku ini.

"Ya, iyalah habis. Orang bawangmu itu kan bawang yang kamu ambil empat hari yang lalu dari rumahku," ejekku. Mendengar ucapanku Sri hanya nyengir kuda.

"Terus, aku masak untuk Biba pakai apa dong, Mbak?"

"Loh kok tanya aku, itu ada tukang sayur di depan. Pergi beli sana!" usirku padanya. Kebetulan jam segini memang ada tukang sayur yang selalu mangkal di depan rumah.

Sri mengarahkan tangannya padaku, kukerutkan kening lalu kutepuk tangannya yang mengadah itu.

"Maksudnya apa nih?"

Sri mendengkus. " Ya ... uanglah Mbak, memangnya beli sayur gak pakai uang."

Apa? Apa telingaku gak salah dengar? Dia yang mau belanja kok malah aku yang harus ngeluarkan uang. Astagfirullah al'azim, sabar Ana ... sabar!

"Aku tahu kalau belanja itu pakai uang juminten! Tapi yang butuhkan kamu, ya pakai uangmu sendirilah! Memangnya aku bapaknya Habibah!"

kutekan setiap kata yang keluar, menahan emosi yang mulai memuncak. Jika tidak mikir malu sama tetangga dan saudara, sudahku sleding juga otak ini anak!

"Uangku habis, Mbak. Pakai uang mbak dulu lah."

Aku memutar bola mataku, beli logam mulia bisa. Ehh ... ketiba beli sayur mau pakai uang aku, wajar aja kamu bisa ngumpul, tapi aku nggak!

"Lagi gak ada duit, duitku habis! Sudah sana! Aku mau beresin rumah, kerjaanku gak siap-siap kalau ada kamu. Sana husss!" usirku.

"Yah, keluar duit lagi deh hari ini," gumamnya sewot, masa bodoh. Biar tahu rasa, nanti mau kususun ulang dapurku biar gak cepat habis diambil dia lagi.

~ ~ ~

Seharian ini aku tidak keluar rumah, pintu depan pun kukunci. Akhirnya selesai juga aku merombak posisi dapurku. Untuk kulkas kuletakkan di dalam kamar, biar lebih aman.

Aku terbiasa berbelanja seminggu sekali ke pasar, karena menurutku beli di pasar jauh lebih hemat daripada beli ke tukang sayur. Itu sebabnya kulkasku tak pernah kosong, tapi semenjak tetangga sebelah ada. Bukan kulkasku saja yang kosong, dompetku pun ikut meringis.

Selesai berberes dan masak untuk makan malam, aku pergi mandi. Baru saja aku habis mandi dan memakai pakaian, pintu rumahku sudah di gedor-gedor.

"Mbak Ana, bukain pintunya Mbak!"

Hmmm ... seperti suara Sri.

Aku tak menjawab, kubiarkan saja dia berteriak. Karena tubuhku sudah capek seharian beberes rumah, aku mau istirahat.

Pasti dia datang hanya mau minta lauk rendang yang kumasak tadi, aromanya yang kuat pasti tercium hingga sebelah. Apalagi kucium tadi dirinya hanya masak oseng tempe dan teri saja. Inilah resiko rumah serta dapur berdempetan, setiap apa yang dimasak tetangga sebelah pasti akan tercium oleh tetangga lainnya.

Mau bagaimana lagi, tampaknya Sri menyerah setelah beberapa lama gedorannya tak kurespon. Walaupun nanti dia nongol saat Mas Wahyu pulang, aku tak khawatir karena sudah aku sembunyikan sebagian. Bukannya pelit, tapi ... terkadang kesal dan jengah saja melihat sikapnya. Setiap orang kan punya kebutuhan.

Apalagi sifatnya yang suka pamer itu yang membuatku tambah kesal, pernah suatu hari dia pamer padaku bisa membeli gamis cantik yang menjadi incaranku.

Habis-habisan dia menyendirku bilang aku boros, beli gamis empat ratus ribu saja tidak mampu padahal gaji suamiku lebih besar dari gaji suaminya. Gimana mau beli coba, kalau uang belanja dapurku melunjak dua kali lipat semenjak ada dia disebelahku.

Huhh ... jika ingat kejadian itu, hatiku kembali sakit dibuatnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status