Share

5. Amarah yang memuncak.

Pov. Ana

Hari ini cuaca pagi sangat cerah, secerah hatiku yang sedang bahagia. Bahagia karena baru saja mendapatkan jatah uang belanja tambahan dari suami tersayang.

Aku mencuci piring sambil bersenandung riang, memang benar kata orang tua. Jika hati riang semua pekerjaan terasa ringan dikerjakan. Kebetulan sisa rendang semalam masih ada, jadi aku tidak masak lagi hari ini.

"Mbak! Mbak Ana!" Panggil Sri sambil mengetuk pintu rumahku.

Aishhh ... baru saja aku merasakan ketenangan, justru sekarang si pengacau sudah nongol aja pagi-pagi begini! Bikin hilang Mood. Malas rasanya membukakan pintu untuknya.

"Mbak ... Mbak Ana! Buka pintunya Mbak!" teriak wanita itu lagi.

Aku yang masih mencuci piring jadi terpaksa dengan cepat menyelesaikan kegiatan mencuci piringku yang tinggal dua buah lagi. Dengan langkah yang malas aku menghampiri pintu dan membukanya sedikit. Aku gak mau Sri menyelonong masuk lagi ke dalam rumahku seperti yang sudah-sudah.

"Ada apa? Pagi-pagi udah heboh di rumah orang!" jawabku ketus.

Aku memandang tak suka dengan kehadirannya di hadapanku, orang seperti dia pantang jika dibaik-baikin, pasti ngelunjak.

"Ishhh ... Mbak Ana, masih pagi udah judes banget mukanya," sahutnya lembut, yang kutanggapi dengan memutar bola mataku jengah. Jadi pingin muntah mendengar nada manis yang keluar dari bibirnya.

"Itu apaan yang kamu bawa, Sri? Mau minggat kamu?" Mataku menangkap tas gede yang ada di bawah Sri. Apa lagi yang mau di lakukan perempuan ini di rumahku?

"Ishhh ... Mbak Ana ini, siapa juga yang mau minggat. Ini tu pakaian kotor aku dan Mas Hari sama Biba, rencananya aku mau numpang nyuci di rumah Mbak. Boleh ya, Mbak?" pintanya seraya nyengir. Ya Robby ... Dia pikir rumahku ini tempat laundry, apa?!

"Ngak! Ngak bisa! Aku juga mau nyuci, kamu cuci di rumahmu sendiri saja sana!" tolakku mentah-mentah. Bisa berantakan semua rumahku nanti dia buat.

"Ya ampun, Mbak! Di rumahku kan tidak ada mesin cuci, lagi pula cucianku ini tidak banyaknya. Jangan pelit-pelit sama saudara kenapa mbak, aku juga lagi gak enak badannya Mbak. Lagi pula sekali-sekalinya aku minta tolong sama, Mbak," ujarnya lagi.

Sri memasang wajah mengiba padaku. Bikin aku jadi serba salah, inilah susahnya jadi orang yang mudah tak enakkan.

Aku menghela napas panjang. "Ya sudah, bawa ke belakang sana! Tapi ingat jangan berantakan! Aku gak suka dapurku jadi banjir dan becek!" ucapku memperingatinya.

Sri masuk ke dalam rumahku dengan riang, tangannya membawa tas yang berisi penuh pakaian, entah sudah berapa hari wanita itu tidak mencuci.

"Mbak! Susunan dapur Mbak diubah, ya? Kulkas, Mbak letak di mana?" tanya Sri.

Nah mulai lagi kan, pasti dia mau ngincar isi kulkasku, untung sudah kupindahin kekamar, kalau tidak bisa tekor lagi!

"Memangnya kenapa Sri?" tanyaku menyelidik. Menoleh ke arah wanita berdaster itu yang tengah berdiri di lorong menuju dapur. Matanya tampak liar meneliti setiap sudut dapurku.

"Nggak ada apa-apa sih, Mbak. Jadi terlihat lapang saja," sahut perempuan itu sambil terkekeh canggung.

"Sudah cepat nyuci sana, awas kalau sampai dapurku berantakan dan becek!"

"Iya, Mbak! Iya. Cerewet banget sih!" Sri mencebikkan bibir padaku.

Tak kupedulikan perkataannya, kumpaskan pantat seksiku ini ke atas sofa. Menghidupkan televisi dan menikmati film sambil mengunyah rempeyek yang ada di toples. Aku ingin bersantai dulu.

Biarkan saja Sri di belakang, terpenting semua bahan makananku sudah aman. Untuk kulkas yang ada di kamar, aku tidak perlu khawatir karena Sri tidak akan berani masuk kedalam kamar orang lain tanpa izin.

Itulah kelebihan yang dimiliki perempuan itu, mungkin didikan orang tuanya. Sekurang ajarnya ia, Sri tidak akan masuk kedalam area kamar. Paling sekedar area dapur dan ruang tamu yang habis dijarah olehnya.

~ ~ ~

"Mbak, aku pulang dulu, ya. Cucianku sudah siap semua, tenang saja. Dapur mbak gak berantakan, kok. Malah bersih!" ucap Sri yang baru keluar dari dapur dan berjalan menuju rumahnya.

Aku tidak menjawab perkataanya, entah kenapa perasaanku tidak enak melihat senyum yang terukir di bibirnya itu. Seperti ada sesuatu yang ... entahlah. Aku juga bingung mengartikannya

Karena asik menonton dan bermain gawai, membuatku tidak sadar jika sudah satu jam waktu berlalu.

Semerbak bau wangi tercium dari dalam tas yang ia bawa. Aroma pewangi pakaian yang begitu aku kenal menyadarkanku. Karena penasaran aku bergegas menuju dapurku. Seketika mataku terbelalak melihat susunan rak yang berada di atas mesin cuci, bersebelahan dengan pintu kamar mandiku.

Sabun cuci yang satu toples penuh tinggal seperempat, pewangi pakaian rentengnya masih satu lusin tinggal lima bungkus. Sabun mandi lima buah tinggal dua. Semua habis diangkut perempuan hantu itu, tapi ... bukan itu yang menjadi titik fokusku, melainkan sebuah kotak kecil yang berada di rak paling atas dari barang-barang yang kusebut tadi.

Ada sesuatu yang hilang di sana dan aku yakin kalau aku meletakkannya di sana tadi, saat aku sedang mandi dan lupa untuk mengambilnya kembali. Aku yakin sekali Sri lah pelakunya.

"Sri ...! Kurang ajar kamu, Sri!" teriakku histeris.

Darahku mendidih, sungguh panas hati ini melihat itu semua. Aku menyingsingkan lengan bajuku sampai ke bahu, lengan pendek baju daster berwarna kuning yang kukenakan. Dengan emosi yang meletup-letup aku melangkah kasar ke rumah tetangga sebelah. Siap tempur!

Door! Door! Door!

Kupukul kasar pintu tetangga sebelah sampai dinding sedikit bergetar karena kuatnya.

"Sri, keluar kamu! Keluar! Dasar manusia tidak tahu diuntung! Sudah dikasih hati minta jantung. Keluar kamu sekarang, Sri! Keluar!" teriakku seperti kesetanan.

Bukannya Sri yang keluar, justru tetangga sebelah rumah yang pada berdatangan untuk mengintip. Selama tinggal di kontrakan ini, aku adalah warga yang tidak pernah membuat gaduh, tapi kali ini, aku sudah tidak tahan lagi. Tak kupedulikan beberapa pasang mata yang mulai menatapku penasaran.

Aku tidak perduli banyaknya pasang mata yang menonton, terpenting hari ini akan kuberi pelajaran saudara dari neraka ini. Berani-beraninya dia mengambil barang-barangku tanpa izin dariku.

"Cepat keluar, Sri! Keluar kamu, sebelum kudobrak pintu rumahmu, ini! KELUAR KAMU SRI!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status