Beranda / CEO / Satu Malam dengan Bos Baruku / Aku Ingin Menghabiskan Malam Denganmu

Share

Satu Malam dengan Bos Baruku
Satu Malam dengan Bos Baruku
Penulis: purplepen

Aku Ingin Menghabiskan Malam Denganmu

“Kau sangat manis, Alice.”

“Kau juga, Sayang. Aku benar-benar sangat beruntung, di hari ulang tahunmu ini, akulah orang pertama yang datang memberikan kejutan spesial untukmu.”

“Hemmmm … kau benar-benar sangat legit, seperti cake yang kau bawakan untukku tadi.”

“Lebih kencang, Jorrell.”

Obrolan romantis dan suara kenikmatan dunia itu sejak tadi menyapa gendang telinga seorang Emily, gadis berambut panjang sepinggang dengan bola mata kecoklatan saat ia tiba, dan harus berhenti tepat di depan pintu kamar hotel milik kekasihnya, Jorell.

Siapa sangkah, Emily yang sudah mempersiapkan segala embel-embel untuk surprise ulang tahun Jorell, kekasihnya, yang sudah dipacari selama 2 tahun lamanya harus berakhir dengan kekecewaan seperti di hadapannya kini.

Ya, Emily dengan jelas melihat apa yang sedang Jorell lakukan sampai detik itu. Gerakan serta segala jenis suara dari dalam sana, pun Emily ingat betul.

Tampak api amarah mulai menyala-nyala. Matanya membesar. Dada mula kembang kempis seperti mencoba menahan diri. Wajah pun merah padam.

“Aku hampir sampai, Jorell.”

Lagi, suara lenguhan selingkuhan sang kekasih dengan mata yang terpejam semakin memburu Emily untuk melempar semua yang ada di tangannya.

Tangan kiri yang sempat menggenggam cake ulang tahun yang ia persiapkan sejak pulang dari kantor kemarin, pun harus berakhir di atas lantai bersamaan dengan hadiah untuk Jorell.

“Laki-laki jalang!”

Berteriak sekencang mungkin seraya melangkah cepat ke arah ranjang yang cukup besar, sukses membuat kedua orang di atas sana menoleh ke arah kedatangan Emily.

“Emily?!”

“Apa yang kau lakukan di belakangku, Jorell?!” Pertanyaan barusan disertai dengan pukulan keras di atas badan Jorell, yang tak berbalutkan apapun. Menarik rambut pendek Jorell juga menjadi bagian pelampiasan amarahnya. “Apa kau sering melakukan ini di belakangku?”

Air mata mulai mengalir dari sudut mata Emily. Sekuat tenaga ditahan tak lagi terbendung. Bersamaan dengan Jorell yang berdiri untuk menangkis pukulan Emily.

Emily berbalik badan. Menunduk wajah, air mata terus menggenang di pipi disertai isak tangis. Sementara Jorell, dia mengenakan celana boxernya lebih dulu.

Selingkuhan Jorell?

Perempuan itu hanya memandang Emily dengan tenang sambil menarik selimut putih menutup sebagian tubuhnya hingga ke dada. Lalu, dia bersandar pada headboard seakan sedang melihat tontonan seru.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Jorell, kini menarik lengan Emily untuk beradu pandangan.

PLAKKK!

Cukup keras tamparan yang mendarat di pipi Jorell. Laki-laki di hadapan Emily itu hanya menatap tak percaya. Emily yang dia tau selama ini adalah gadis yang tidak pernah berkata kasar, apalagi berlaku kasar seperti barusan.

“Kau tidak tahu malu, Jorell!” ucap Emily, masih menatap penuh api dari manik coklatnya, “Apa ini yang kau sebut cinta? Apa kau pikir kau bisa menutupi keburukanmu untuk waktu yang lama?”

“Aku bisa jelaskan—”

“Aku mau kita putus, Jorell,” potong Emily penuh yakin. Ia seka lebih dulu air mata di pipi. “Kau dengar? Aku mau kita putus.”

Sejenak melirik dengan tajam pada wanita di atas ranjang, segera Emily membawa langkah kedua kaki keluar dari kamar dengan cepat.

Jorell memandang kesal. Ikut melangkah kini, perkataan wanita selingkuhannya untuk tak mengejar Emily pun tak menghentikan langkahnya.

“Emily!”

Emily semakin melebarkan langkah. Menatap lantai di depan pintu kamar, sejenak rasa penyesalan dalam dada pun mencuat. Seberapa banyak waktu kemarin terbuang untuk mempersiapkan semua itu.

Kembali mengingat kemarin sore, betapa bahagianya Emily. Memilih cake berbentuk love. Memilih hadiah terbaik untuk sang kekasih. Dan rencana untuk memberikan Jorell kejutan ulang tahun malam ini, tetapi sebaliknya, Emily-lah yang mendapat kejutan dari Jorell dan selingkuhannya.

“Sayang,” panggil Jorell, semakin mendekati Emily.

Hendak mengambil tas yang tadinya diletak di atas sofa, gerakan tangan Emily harus terhenti saat Jorell menariknya.

“Tunggu dulu, Emily.”

“Lepaskan aku!”

“Dengarkan aku dulu, Emily,” bujuk Jorell dengan lembut, berharap Emily bisa luluh setidaknya.

Emily menarik kuat tangannya dalam genggaman telapak tangan Jorell. Ia benar-benar jijik padanya. Dasar lelaki tak tau malu, pikirnya.

“Aku tidak butuh penjelasan darimu, Jorell. Lepaskan aku!” Semakin bergerak kencang, semakin kuat pula Jorell menahan Emily. “Apa kau tidak dengar?!”

“Apa kau tidak pernah sadar, Emily? Apa kau pikir ini mauku?”

Pertanyaan Jorell sukses membuat gerakan Emily mengendur. Apa maksud pertanyaan Jorell, batinnya.

“Apa maksudmu?” tanya Emily, seperti sudah paham ke arah mana pembicaraan mereka. “Apa kau pikir ini mauku, Jorell?”

“Ck! Tentu saja ini maumu, Emily. Kau-lah yang menghancurkan hubungan kita. Kau juga yang membuat rasa yang dulu berapi-api padamu perlahan-lahan berkurang dan hampir padam!” ucapnya penuh tekanan.

“Apa kau bilang?!”

“Kau pikir selama dua tahun bersamamu aku merasakan kebahagiaan?” tanya Jorell, masih tak melepas pandangan sedikitpun dari manik coklat Emily. “Tidak, Emily. Kau sangat kaku! Kau juga sangat membosankan. Disaat kita bersama, kau hanya bercerita tentang pekerjaanmu, keluargamu, keinginanmu untuk sukses dalam karirmu. Kau hanya mementingkan dirimu saja. Kau juga gadis yang tidak mengerti kemauan kekasihmu sendiri. Kau juga tidak pernah berpikir, apa aku kesepian? Apa aku memerlukan kehangatan? Tidak, Emily! Kau hanya memikirkan duniamu saja, memikirkan pekerjaanmu tanpa mempedulikan aku yang haus akan perhatianmu. Kau egois!”

Sialan!

Apa yang dia katakan barusan? Sungguh, Emily sama sekali tidak pernah mendapati perkataan barusan dari Jorell sebelumnya. Bukankah itu sebuah alasan klasik untuk membenarkan kesalahannya?

Yang Emily tau, Jorell selalu menerima apa pun keluh kesahnya. Apapun masalah yang sedang Emily hadapi selama mereka tak bersama.

Lalu, apa semua ini?

Apa Jorell hanya menjadi pemanis buatan dalam hidupnya-kah?

Semakin sakit hati Emily mendengar semua kekurangan dirinya dari mulut lelaki yang selama ini ia percaya bisa menjadi tempat untuk bersandar.

Menghembuskan nafas ke udara dengan disusul air mata, kini Emily kembali menatap tajam Jorell. “Kau tidak sadar pada dirimu sendiri, Jorell? Jika semua itu salahku, seharusnya kau katakan sedari dulu. Katakan kalau keberatan akan sikapku selama ini padamu. Bukan dengan cara selingkuh dan tidur dengan wanita lain!”

“Karena aku sadar, Emily,” jawab Jorell cepat. “Aku memerlukan hubungan yang seperti tadi. Kau sungguh tidak mengerti, bukan? Jadi tolong, Emily. Aku hanya ingin bersenang-senang dengan perempuan itu, aku ingin kau bisa memahami aku, yang juga memerlukan kasih sayang dari kekasihnya sendiri. Bahkan, untuk memelukmu saja aku tidak bisa berlama-lama. Kau selalu menolak. Kau juga tidak pintar membalas semua sentuhanku. Kau selalu menolak dan canggung. Itu sudah dua tahun, Emily.”

Emily semakin memanas. Saat Jorell lengah, kembali ia menarik tangannya dengan kencang. Mengambil secepat mungkin tali tas, Emily tak langsung mengambil langkah pergi. “Kau sudah salah besar, Jorell. Jangan meninggalkan bekas luka sebagai laki-laki jalang yang gak punya hati nurani. Jangan limpahkan kesalahanmu padaku.”

“Apa kau bilang?” Jorell tak terima.

“Ya, kau laki-laki jalang seperti laki-laki murahan di luar sana. Seharusnya kau paham, Jorell. Aku bukan wanita panggilan yang bisa kau gauli sesukamu. Kalau hanya ingin bermain-main, kau bisa terus bersama wanita yang ada di kamarmu. Kau juga selalu menolak untuk sebuah pertanyaan sederhana dariku, bukan?”

Masih menatap dalam-dalam manik hitam Jorell, kilas balik hubungan palsu yang dibangun Jorell itu membuat dadanya terasa sesak. Mengapa harus berakhir seperti ini?

“Emily–”

“Sudah cukup semuanya sampai di sini, Jorell. Aku mau kita putus! Tolong jangan mengejarku lagi,” pintanya seraya berbalik badan meninggalkan Jorell.

Habis sudah kata-kata. Emily pergi dengan membawa luka. Luka yang belum tentu bisa disembuhkan dengan mudah.

Berlalu dari hotel mewah tempat Jorell menginap, Emily menuju lift. Kepalanya ingin pecah. Semua kenangan indah bermunculan di dalam sana. Ia tak lagi bisa percaya, kekasih yang selama ini ia banggakan ternyata tidak seperti kenyataannya.

Pintu lift terbuka. Tampak beberapa orang pria dari penumpang lift dari dalam sana. Emily seka air matanya. Berlalu masuk, Emily tau ia harus kemana malam itu.

Sky Bar. Salah satu Bar yang ada di hotel pilihan Jorell untuk merayakan pesta ulang tahun laki-laki itu. Namun, karena Emily ingin memberikan kejutan padanya, Emily berpura-pura membatalkan pertemuan mereka siang tadi.

Kedua kaki jenjang itu melangkah masuk dengan sempurna tanpa ada rasa takut ataupun ragu. Emily ingin bermain gila malam ini. Tak peduli kalau ia tidak pro soal urusan dunia malam.

Mengambil posisi duduk di salah satu meja bar, sejenak Emily lirik ke sekeliling. Ada banyak pria dan pasangan muda di sana. Memesan seperti pelanggan lainnya, ia meminta minuman keras atas rekomendasi pekerja bar.

Hampir 20 menit lamanya Emily memandang gelas kosong ketiga di hadapannya dengan mata sayu serta kesadaran yang tak penuh lagi. Merasa belum puas, Emily berdiri sempoyongan sambil menggenggam gelas kaca.

Berencana menuju meja bartender, Emily yang kewalahan berjalan sendiri hampir saja terjatuh.

Brugg!

Tanpa sadar, Emily menabrak seorang pria bertubuh tegap dan tinggi di depannya hingga jatuh ke dalam pelukan pria asing dengan aroma citrus yang menusuk indera penciumannya.

Dengan susah payah Emily hendak menjauh dari tubuh pria itu. Namun, kedua telapak tangan hangat pria itu juga ikut membantu Emily.

Bola mata keduanya saling bertaut bertukar pandangan. Emily tersenyum kecut. Manik hitam legam itu tampak jelas sekali memandang aneh padanya.

“Dasar pria brengsek!” cibir Emily.

“Apa kau bilang?!” Pria itu mengernyitkan kening. Sama sekali tak mendengar perkataan Emily.

“Apa aku membosankan bagimu?”

Pria di depan Emily melangkah sedikit, mendekati daun telinganya ke arah mulut Emily untuk memastikan ucapan gadis yang tampak jelas sedang mabuk.

“Kau bisa ulangi sekali lagi?”

Emily tertawa kecil menutupi kesedihan. Mengibaskan rambut panjangnya lebih dulu, Emily kembali menatap pria itu.“Kau salah menilaiku selama ini, ‘kan? Tidak benar, bukan, kalau aku seburuk itu di matamu?”

Pria itu melirik ke arah sekitar lebih dulu. Guna mencari teman ataupun kenalan gadis di hadapannya. Namun, dia tak temukan siapapun di sana. . “Kemungkinan … kau salah orang, Nona.”

“Aku ingin menghabiskan malam ini denganmu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status