Benar, Prabu Dera sepertinya ingin meniru cara Pangeran Nundra, dengan memanfaatkan pemuda sebagai pasukan garda terdepan.Dia sepertinya ingin menciptakan pemuda yang berani mati untuk melindungi Istana dari para pemberontak. Ini mungkin terdengar seperti mesin pembunuh, hanya saja tanpa menggunakan bantuan mutiara emas.Senopati Kauman bekerja sama dengan para senopati muda yang ada di Istana, untuk menyusun rencana pelatihan bagi anak-anak muda ini.“Kita akan meningkatkan kekuatan pisik mereka!” usul salah satu Senopati Muda. “Mereka harus cukup kuat untuk mengangkat tombak, atau pula pedang.”Umumnya, bobot pedang dan tombak bervariasi, tergantung logam untuk membuatnya, tapi pedang dan tombak di istana ini memang lebih berat dibandingkan dengan senjata yang ada di pasaran.Seorang Empu bernama Lempu beserta seluruh anak buahnya, adalah orang yang berada di belakang pembuatan senjata tersebut.Empu ini sendiri berada di puncak bukit yang berada tidak jauh dari pusat Istana. Keber
Senopati Kauman menatap Rawai Tingkis cukup lama, lalu dia mendekati remaja itu dan bertanya, “apa kau bisa menggunakan pedang?”Rawai Tingkis menggaruk dagunya beberapa kali, lalu tersenyum lebar seraya menganggukan kepala.“Aku bisa-“ bocah itu memperagakan cara menebas, tapi sedetik kemudian dia menatap telapak tangannya dalam-dalam, ada yang salah tampaknya saat ini, “Ahkkkk dimana pedangku?”Remaja itu menyapu pandangan dengan cepat, tapi dia tidak menemukan pedangnya.Bahkan dia mencari di barisan para pemuda, dan masih belum menemukannya di manapun.“Dimana pedangku? Siapa yang membawaku ke sini? Dia pasti telah menyembunyikan pedangku?” Rawai Tingkis menatap wajah-wajah prajurit, tapi tidak ada satupun yang dikenalinya saat ini.“Itu hartaku paling berharga selain kantong menyan, siapa yang mencurinya?”“Tidak ada yang mencuri pedangmu!” bentak Senopati Kauman.“Jangan bohong, aku jika tidak dicuri, kenapa pedangku tidak ada di sini …” Dia menunjuk telapak tangan kanannya ber
Setelah mendapatkan pedangnya, Rawai Tingkis berniat meninggalkan tempat ini, tapi Senopati Kauman memberi perintah kepada seluruh pasukan untuk menghentikan remaja tersebut.“Hoi, apa yang kau lakukan? Kenapa menahanku?!” Rawai Tingkis kembali menatap Senopati Kauman, lalu menatap ratusan prajurit yang telah mengarahkan mata tombak ke arah dirinya. “Apa kau masih belum puas?! Jangan libatkan orang lain jika ingin bertarung, aku akan melayanimu.”“Kau berutang kepadaku,” ucap Senopati Kauman.“Hutang apa, aku tidak memiliki hutang apapun.”“Pertama, kau telah mencuri jagung warga, itu adalah tindakan kriminal, dan kau harus dihukum karena itu, ke dua, kau berhutang banyak makanan kepadaku. Jika aku tidak memberimu makanan, hari ini kau tidak akan sanggup memegang pedang itu lagi.”“Aku akan membayar hutang itu-““Tidak, setiap daging berharga 10 keping emas, dan kau menghabiskan 10 potong daging, belum lagi yang lain.”“Ahkkk, kau ingin memerasku?! Bagaimana bisa sepotong daging berha
Rawai Tingkis tidak akan tunduk atau akan memberi hormat kepada siapapun, kecuali kepada Gurunya. Ini terkesan sedikit sombong, tapi iinilah Rawai Tingkis.Tunduk kepada orang yang tidak dikenal bena-benar membuatnya kesal, bahkan meskipun itu sekalipun adalah keluarga bangsawan dari sebuah kerajaan.Lalu inilah yang terjadi dengan dirinya.Pangeran yang dia tidak tahu bernama siapa itu, memberi perintah kepada beberapa prajurit untuk memukulinya.“Eh, kenapa menyerangku?” Rawai Tingkis menggaruk kepalanya beberapa kali, merasa jika dia tidak melakukan kesalahan apapun terhadap pangeran itu.Namun tentu saja para prajurit tidak akan mendengarkan ucapan dirinya, jadi mereka dengan serentak langsung menyerang Rawai Tingkis.“Hoi, kalian ini kenapa?” Rawai Tingkis masih bingung, seraya menghindari semua serangan lawan-lawannya. “Aku tidak mencuri makanan hari ini, kenapa menyerangku?”“Bocah ini pasti berada di desa tertinggal, dari penampilannya dan tingkah lakunya, dia bukan anak berpe
Rawai Tingkis menghentikan langkah kakinya, lalu kembali menatap Raja Indra Pura itu dalam-dalam.“Aku tidak pernah melihat dirimu sebelumnya, tapi kau sedikit mirip dengan orang itu.”“Apa yang kau katakana?”“Sekarang aku mengerti, situasi kalian,” ucap Rawai Tingkis, “Kerajaan ini akan menghadapi ancaman besar. Mesin pembunuh telah tercipta, mereka akan datang dari Pulau Tengkorak.”Setelah mendengar hal itu, semua orang langsung terkejut mendengar ucapan Rawai Tingkis. Tidak ada manusia biasa yang tahu menahu mengenai Pulau Tengkorak, bahkan tidak ada satupun pejabat tinggi yang pernah pergi ke tempat tersebut.Mereka kini mulai melihat Rawai Tingkis dari sudut pandang yang berbeda. Mereka yang tidak percaya, kini mulai memasang wajah serius.Namun ada dua orang Senopati yang malah langsung mencurigai Rawai Tingkis. Dia dianggap sebagai mata-mata.Patih Yuda yang sebelumnya tidak menganggap Rawai Tingkis sebagai sosok yang penting, kini langsung bertanya, “siapa dirimu? Kenapa kau
Di hari berikutnya, Rawai Tingkis masih belum tahu apa yang akan dia lakukan di kerajaan ini. Dia hanya melihat latihan semua prajurit setiap hari, yang terasa begitu membosankan.Beberapa senopati muda menanyakan kepada Senopati Kauman, mengenai perihal remaja tersebut. Kenapa dirinya tidak diberi tugas apapun bahkan Istana tampaknya tidak ingin mempekerjakan Rawai Tingkis.Namun Senopati Kauman hanya tersenyum mendengar pertanyaan tersebut dan menjawabnya dengan santai, “siapa yang akan mempekerjakan orang bodoh?”“Benar juga, orang bodoh seperti dirinya pasti tidak memiliki keahlian apapun.”“Ini membosankan,” ucap Rawai Tingkis.Dia pada akhirnya duduk di bawah pohon yang cukup rindang, lalu mulai menutup matanya. Kali ini bukan tidur, tapi dia mencoba memahami jurus-jurus yang telah diberikan oleh Guru Rabiah.Dia menyadari, jika jurus tebasan bulan sabit, merupakan satu dari dua jurus yang telah disempurnakan oleh bocah tersebut, tapi tidak dengan jurus-jurus yang lain.Paling t
Setelah peringatan itu, Rawai Tingkis terdiam sejenak, dia ingin bertanya satu hal lagi, tapi bayangan roh suci di dalam air kini telah menghilang."Apa dia ingin mengatakan jika aku akan mati?" gumam Rawai Tingkis. "Dasar bodoh? Aku tidak akan mati karena hal itu, aku sudah melihat wujud aslimu, dan beradaptasi dari kekuatanmu di Pulau Tengkorak, aku tidak akan kalah darimu, sialan!"Setelah berkata demikian, Rawai Tingkis menghembuskan nafas dari lubang hidungnya, lalu pergi meninggalkan sendang tersebut.Ketika malam harinya, Rawai Tingkis kembali duduk di bawah pohon besar, sementara beberapa pemuda masih melakukan latihannya.Dia memikirkan roh suci.Satu hal yang diketahui oleh Rawai Tingkis dari Roh Sucinya, adalah aura aneh yang mampu membuat manusia mati."Aku akan menguasai aura itu,"gumam Rawai Tingkis. "Aku tidak akan kalah dari dirinya."Jadi bocah itu kembali menutup matanya, dan mulai hanyut dalam pemahamannya.Kala malam semakin larut, hujan begitu deras mengguyur bum
“Jika aku tidak bisa membangkitkan amarah suci, aku tidak akan mampu menguasai tiga jurus terakhir,” gumam Rawai Tingkis.Ya, hanya lima jurus yang dikuasai oleh remaja tersebut, dan kelimanya adalah jurus serangan langsung, tapi tiga jurus terakhir tidak dijelaskan oleh Tabib Rabiah.“Paling tidak aku bisa menguasai aura singa emas,” sambung dirinya. “Ini akan sangat membantuku dalam pertempuran melawan musuh.”Hari-hari berikutnya dijalani Rawai Tingkis dengan meditasi, juga kadang meminta beberapa anak muda untuk memukul dirinya sampai berdarah, hanya untuk membangkitkan emosinya.Sialnya, dia tidak bisa marah kepada mereka semua. Bahkan, Rawai Tingkis merasa kasihan jika harus menggunakan pedang untuk melawan anak-anak mud aitu.“Mungkin belum saatnya,” tutup Rawai Tingkis. “Mungkin seiring waktu berjalan, aku bisa mengusai kekuatan tersebut.”Dia berjalan gontai setelah puluhan kali menerima pukulan orang lain, dan kini jatuh di bawah pohon sebelum kemudian tidur mendengkur.Seme