Sejak saat itu, Rawai Tingkis tidak pernah diganggu oleh anggota level perunggu, tapi ini tentu bukan akhir, karena jika mereka tidak, maka level perak masih mengusik dirinya.Kasusnya masih sama, mereka iri dengan kedekatan Rawai Tingkis terhadap Danur Jaya, lebih lagi terhadap Putri Intan Kumala.Mereka mungkin akan mati karena muntah darah, kalau mereka tahu bahwa Putri Intan Kumala sangat menyukai Rawai Tingkis lebih dari apapun.Namun demikian, Rawai Tingkis tidak pernah menunjukan kekuatannya dihadapan mereka semua.Bahkan meski beberapa orang terang-terang menghina dirinya, selagi itu tidak menyakut teman dan makanan, Rawai Tingkis tidak akan membalas perlakukan mereka kepada dirinya.Sayangnya, Danur Jaya tidak seperti Rawai Tingkis. Dia akan marah jika ada orang yang menghina Rawai Tingkis, bahkan akan mengancam mereka dengan mencongkel biji matanya.Karena hal ini, akhirnya Putri Intan Kumala melaporkan masalah ini kepada Ki Langit Hitam.“Aku tidak suka dengan sikab mereka,
Setelah terjadi cecok sebentar antara Rawai Tingkis dan Danur Jaya, akhirnya tim ini berhasil dibentuk. Pimpinan tim adalah Ki Sundur Langit.Mereka keluar dari Padepokan Surya, tapi kali ini banyak anggota Padepokan yang mempertanyakan keikut sertaan Rawai Tingkis dalam tim ini.“Setelah mendekati Danur Jaya dan Putri Intan Kumala, dia mendekati Ki Sundur Langit …penjilat kurang ajar, dia pasti berbibir manis …”“Huhhh …aku rasa dia sangat pintar, dia tahu cara cepat untuk naik tingkat.”“Pintar? Dia hanya pintar membual.”Rawai Tingkis memiliki pendengaran yang cukup baik, meski tidak sebaik matanya, jadi dia bisa mendengar ucapan pemuda-pemuda di sana.“Mereka tidak pernah jera, rasanya aku ingin sekali menghajar pecundang itu,” bisik Danur Jaya di kuping Rawai Tingkis.“Hoi, apa yang kau pikirkan?” tanya Rawai Tingkis, “apa harga dirimu akan naik jika melawan mereka? Lupakan saja, lagipula mereka menghinaku bukan dirimu.”“Tetap saja mereka ini menjengkelkan,” ucap Danur Jaya.Set
Tidak menyisahkan siapapun. Rawai Tingkis membantai semuanya, dengan pedang Gading Cempaka.Baik Danur Jaya atau pula Ki Sundur Langit, mereka sama-sama tercengang melihat hal tersebut.“Dia melakukannya lagi …” gumam Danur Jaya.Rawai Tingkis menyapukan pandangannya, menatap satu persatu lawan yang telah bergeletakan.“Aku masih belum bisa mengontrolnya dengan baik,” ucap Rawai Tingkis, “ini terlalu kuat.”“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Danur Jaya.Ki Sundur Langit yang belum sempat menunjukan kekuatannya hanya bisa berdehem kecil, lalu memutuskan untuk membawa tim ini pergi lebih jauh melintasi air sungai.“Lain kali, jangan bertindak tanpa instruksi dariku, Rawai Tingkis!” gerutu Ki Sundur Langit.“Hehehe …maaf, tadi itu tidak sengaja.”“Tidak sengaja endasmu!” timpal Danur Jaya, “kau hampir membunuh mereka semua!”“Itu juga tidak sengaja,” ucap Rawai Tingkis.Danur Jaya hanya bisa menghela nafas panjang, tidak berniat lagi melanjutkan perdebatan dengan orang bodoh s
Pria tua yang dianggap sebagai warga desa sepi ini, langsung melepaskan beberapa jarum kecil ke arah Rawai Tingkis, seraya terus berjalan menjahui pemuda tersebut.Walaupun sudah berusaha dengan segenap kemampuannya, jarum-jarum yang digunakan oleh pria itu tidak satupun berhasil melukai Rawai Tingkis.Sampai pada akhirnya, dia kehabisan semua jarumnya. Tangannya memeriksa pakaian beberapa kali, tapi sungguh tidak ada jarum yang tersembunyi, dapat dijadikan senjata.Sekali lagi dia menyapukan pandangan ke sekeliling, melihat jarum jarum miliknya tertancap pada beberapa kayu, tanah dan benda lainnya.Semua jarum itu awalnya mengarah ke tubuh Rawai Tingkis, tapi hanya dengan gerakan pedang yang santai, Rawai Tingkis merubah arah dari serangan jarum lawannya.Mata yang begitu baik untuk melihat semua gerakan benda.“Sekarang …aku ingin bertanya sesuatu?” tanya Rawai Tingkis, “des aini, apa memiliki rumah makan atau sejenis- Apa?”Rawai Tingkis terkejut saat melihat pria itu ditendang kua
“Jadi apa yang kau inginkan, bertarung?” tanya Danur Jaya.“Aku ingin melawan orang terbaik di sini! Siapapun, kau boleh …” dia menunjuk ke arah Danur Jaya, “atau kau orang tua,” dia menunjuk ke arah Ki Sundur Langit, “kau juga boleh …”Hanya Putri Intan Kumala yang tidak ditunjuk oleh pria tersebut.“Jika aku menang, kalian harus menyerahkan gadis itu …” barulah kini dia menunjuk ke arah Putri Intan Kumala, dengan lidah menjilat bibirnya penuh gairah.Mendengar hal tersebut, Putri Intan Kumala tidak bisa lagi tidak menahan emosi. Wajahnya yang cantik seketika menjadi merah bara karena penghinaan pria hidung belang di hadapannya.Dia mulai melangkah ke depan, berniat menggunakan kekuatannya untuk memberi perhitungan kepada pria tersebut, tapi tindakannya segera dihentikan oleh Rawai Tingkis.“Aku akan mengurusnya untukmu,” ucap Rawai Tingkis, pemuda itu kemudian memasukan pedang ke dalam sarungnya, dan berjalan mendekati satria hitam tersebut, kemudian dia bertanya, “jika kau kalah, a
Setelah memberi tahu semua informasi mengenai kelompok Bulan Merah, Rawai Tingkis dan yang lainnya pergi meninggaklan kampung sepi itu.Mengenai jasad para musuhnya, Rawai Tingkis meminta Danur Jaya untuk membakar sekaligus kampung ini.Berbekal petunjuk dari satria hitam, yang kini entah bagaimana kondisinya, sebab ditinggalkan begitu saja di pinggir kampung, akhirnya mereka menyusuri jejak Banas Jarah.Menurut satria hitam tadi, mereka pergi ke dalam hutan yang lebih dalam lagi. Bukan, bukan menuju markas utama Bulan Merah.Satria hitam itu sendiri tidak mengetahui dimana markas utama Bulan Merah, dan kemungkinan besar pula, Banas Jarah juga belum mengetahuinya.Namun jika petunjuk ini benar, Banas Jarah memiliki informasi yang jauh lebih banyak, dia harus ditangkap.Sementara itu di Pusat Dunia.Sebuah gunung tinggi dipenuhi dengan es terlihat indah saat ini. Ada banyak bangunan megah di tempat tersebut, menjulang tinggi seperti hiasan di tubuh gunung itu sendiri.Sebelum tiba di t
Perjalanan Kapal terasa lambat, mungkin karena udara bertiup pelan. Belum lagi, di dalam kapal penuh sesak oleh penumpang.Danur Jaya telah memberi banyak uang untuk petugas kapal, tapi tetap saja mereka mendapatkan kursi penumpang kelas biasa.Duduk di antara deretan penumpang biasa, yang baunya bermacam-macam. Beberapa orang mungkin tidak mandi, pikir Danur Jaya.Di belakang mereka, ada hewan ternak yang muntah. Kambing bersuara keras, kemudian ayam mungkin mendadak bertelur.Gerah luar biasa di dalam kapal yang mirip tong rongsok mengambang ini.Untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada Putri Intan Kumala, Rawai Tingkis sengaja duduk di lantai, bersama dengan anjing-anjing kecil.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Danur Jaya, “di antara kita semua, kaulah yang terlihat sangat tenang.”Rawai Tingkis tidak menjawab pertanyaan itu, malah sibuk dengan anak-anak anjing yang berkeliaran kesana kemari.“Rawai Tingkis, jika kau ingin tidur, tidurlah di dekatku …” Putri Intan Kumala
Danur Jaya masih terbelalak saat melihat Ki Sundur Langit menghajar satu persatu satria hitam yang berada di atas kapal kecil.Sesekali, wajah Danur Jaya berubah menjadi tegang kala melihat kekuatan Ki Sundur Langit.“Jadi inikah orang terkuat di Padepokan Surya …” gumam Danur Jaya.Saat ini, Danur Jaya merasa orang paling lemah di antara teman-temannya. Awalnya, dia mengira orang tua itu atau Ki Sundur Langit akan menjadi beban bagi mereka, tapi tak terduga dia malah memiliki kekuatan yang sangat besar.Ki Sundur Langit seolah tidak memiliki batas penggunaan tenaga dalam. Dia masih menggila, menghancurkan semuanya menjadi debu.Lalu tiba-tiba Danur Jaya berteriak, “Dia bisa memijakkan kaki di atas permukaan air? Bagaimana bisa?”Rawai Tingkis juga menoleh ke arah Ki Sundur Langit, dan benar yang dikatakan oleh Danur Jaya, Ki Sundur Langit bisa menapakan kakinya di atas permukaan air, walaupun hanya beberapa saat saja.Mungkin 3 detik lamanya, Ki Sundur Langit bisa bertahan di atas ai