Perjalanan Kapal terasa lambat, mungkin karena udara bertiup pelan. Belum lagi, di dalam kapal penuh sesak oleh penumpang.Danur Jaya telah memberi banyak uang untuk petugas kapal, tapi tetap saja mereka mendapatkan kursi penumpang kelas biasa.Duduk di antara deretan penumpang biasa, yang baunya bermacam-macam. Beberapa orang mungkin tidak mandi, pikir Danur Jaya.Di belakang mereka, ada hewan ternak yang muntah. Kambing bersuara keras, kemudian ayam mungkin mendadak bertelur.Gerah luar biasa di dalam kapal yang mirip tong rongsok mengambang ini.Untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada Putri Intan Kumala, Rawai Tingkis sengaja duduk di lantai, bersama dengan anjing-anjing kecil.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Danur Jaya, “di antara kita semua, kaulah yang terlihat sangat tenang.”Rawai Tingkis tidak menjawab pertanyaan itu, malah sibuk dengan anak-anak anjing yang berkeliaran kesana kemari.“Rawai Tingkis, jika kau ingin tidur, tidurlah di dekatku …” Putri Intan Kumala
Danur Jaya masih terbelalak saat melihat Ki Sundur Langit menghajar satu persatu satria hitam yang berada di atas kapal kecil.Sesekali, wajah Danur Jaya berubah menjadi tegang kala melihat kekuatan Ki Sundur Langit.“Jadi inikah orang terkuat di Padepokan Surya …” gumam Danur Jaya.Saat ini, Danur Jaya merasa orang paling lemah di antara teman-temannya. Awalnya, dia mengira orang tua itu atau Ki Sundur Langit akan menjadi beban bagi mereka, tapi tak terduga dia malah memiliki kekuatan yang sangat besar.Ki Sundur Langit seolah tidak memiliki batas penggunaan tenaga dalam. Dia masih menggila, menghancurkan semuanya menjadi debu.Lalu tiba-tiba Danur Jaya berteriak, “Dia bisa memijakkan kaki di atas permukaan air? Bagaimana bisa?”Rawai Tingkis juga menoleh ke arah Ki Sundur Langit, dan benar yang dikatakan oleh Danur Jaya, Ki Sundur Langit bisa menapakan kakinya di atas permukaan air, walaupun hanya beberapa saat saja.Mungkin 3 detik lamanya, Ki Sundur Langit bisa bertahan di atas ai
“Sial, kerusakan kapal ini sudah sangat parah …” Danur Jaya memeriksa beberapa sisi bagian kapal, dan beruntung kapal ini masih bisa mengapung meskipun tiang layarnya telah patah.“Tenang Kisanak dan Nisanak sekalian …” Putri Intan Kumala menghibur puluhan penumpang yang ketakutan di lantai pertama.Meski tidak mudah, tapi kelembutan dan tutur kata Putri Intan Kumala yang begitu santun, akhirnya mampu menenangkan para penumpang.Gadis itu dengan ramah menggendong satu anak kecil, lalu menimangnya dengan pelan, “Jangan takut, bibi akan melindungimu jika mereka datang lagi …”“Sungguh?”“Sungguh, aku berjanji …”“Janji?”“Janji …” ucap Putri Intan Kumala, seraya mencium kening bocah itu dengan lembut.Di sisi lain, pemilik kapal tidak bisa berbicara apapun lagi saat ini, saat mengetahui bahtera kesayangnya tidak ubahnya dengan gentong rongsok di tengah lautan.“Tenang saja …” Satria Serigala Perak menjanjikan ganti rugi setelah tiba di dermaga, barulah pemilik kapal ini merasa lebih leg
“Aku akan menghajar mereka!” Rawai Tingkis tiba-tiba berdiri.“Tunggu dulu, jangan lakukan tindakan bodoh!” ucap Ki Sundur Langit.“Kita harus menyelamatkan mereka semua!” Rawai Tingkis kemudian berkata, bahwa mereka pasti bisa membunuh semua penjaga para budak tersebut, lebih lagi dengan kekuatan Ki Sundur Langit dan dibantu dengan kekuatannya, rasanya menyelesaikan para penjaga itu tidaklah sulit.Namun Ki Sundur Langit tidak setuju dengan keputusan Rawai Tingkis.Mungkin mereka bisa dengan mudah mengalahkan para penjaga budak, tapi kemudian apa yang akan mereka lakukan selanjutnya?Membawa budak pergi dari tempat ini, dengan kondisi mereka yang lemah, tentu saja tidak mungkin dapat dilakukan.Alih-alih menyelamatkan para budak itu, mereka malah menggirim para budak ke alam baka.“Kita tidak bisa memotong ranting untuk membunuh sebatang pohon,” ucap Ki Sundur Langit, “kita harus mencari akarnya… Karena itu kita harus melakukan ini dengan pelan, kita akan menyelamatkan budak itu, ta
Setelah esok harinya, semua orang dikejutkan dengan lenyapnya 7 orang penjaga para budak.Tidak ada yang tahu kemana 7 orang tersebut, bahkan sepertinya ke tujuh orang itu tak berbekas sama sekali.Hanya pak tua renta yang mengetahui apa yang terjadi, selebihnya tidak ada yang mengerti dengan situasi saat ini.Ya, ini semua ulah Rawai Tingkis. Demi untuk mendapatkan makanan lezat, Rawai Tingkis keluar dari penjaranya, dan menghajar semua penjaga itu.Karena mereka bukan satria, Rawai Tingkis tidak membunuhnya, tapi sebagai balasan, Pemuda itu mengikat mereka jauh di tengah hutan.“Pasti ada yang telah mebunuh mereka?” salah satu penjaga mulai menerka-nerka, kebetulan dia melihat jejak kaki tanpa alas di sekitar lokasi perkumpulan para penjaga.“Pasti ada pembunuh di sekitar kita …dia mungkin ingin merampas hasil tambang!”“Menurutmu, siapa yang melakukannya? Orang bodoh mana yang mau berurusan dengan Bulan Merah?”Semua penjaga mulai berdebat saat ini, tapi tidak ada satupun yang dapa
Rawai Tingkis menatap tubuh lawannya yang kini tidak berdaya, senyum pemuda itu berubah sinis, tidak hanya membuat lawan takut tapi wanita di sini juga merasa begitu ngeri melihat Pemuda tersebut.Rawai Tingkis kemudian berpaling wajah ke arah pintu, dimana saat ini ada banyak penjaga yang telah berdiri di tempat tersebut.Melihat kondisi temannya telah kehilangan dua tangan dan dua biji matanya, para penjaga itu tidak bisa menahan diri untuk tidak menyerang Rawai Tingkis.Namun.“Kalian ingin bertarung …? Baiklah! Tapi tidak di sini …” Rawai Tingkis memancing para penjaga menuju tempat yang telah dia tentukan. Tempat penghukuman.Penjara yang hening saat ini, mendadak riuh kala melihat para penjaga berlari seperti kesurupan, mengejar satu orang yang berlari lebih cepat dari mereka.Pria tua yang berada di penjara, langsung mengetahui siapa yang mereka kejar itu.“Anak baru itu …” ada perasaan khwatir di benark Pria tua tersebut. Tentu saja, meski Rawai Tingkis adalah budak baru, tapi
Setelah menyelesaikan masalah di posko penjaga, Rawai Tingkis berjalan menuju pusat tambang emas yang berada cukup jauh dari posko jaga.Jika harus menyelesaikan masalah di sini, maka semua penjaga di sini harus dihabisi, jangan sisakan satu orang pun.Sekarang malam semakin larut, udara semakin dingin, tapi tidak bagi Rawai Tingkis dan banyak budak yang lain.Kemarahan yang berada di ambang batas membuat tubuh terasa panas.Saat berada di atas tebing, dia melihat lubang bekas galian tambang yang dipenuhi oleh banyak budak.Suara lecutan cambuk, suara jeritan orang dan suara makian para penjaga, semakin menambah panasnya perasaan Rawai Tingkis di malam ini.Obor-obor menyala redup, menunjukan wajah lirih para budak kelaparan.Wush.Mendadak obor-obor menjadi padam, Rawai Tingkis melepaskan aura suci yang membuat tempat itu menjadi sangat mencekam.Untungnya, aura yang dikeluarkan oleh Rawai Tingkis tidak begitu kuat, karena khawatir akan membunuh budak-budak yang ada di sana.Namun t
Di sisi lain, Danur Jaya telah mengalahkan semua petugas di pantai, yang menunggu dermaga.Dia mengira masih ada waktu untuk bersantai, tapi rupanya para budak telah tiba secara bergerombolan.“Rawai Tingkis …” Danur Jaya sudah tahu Rawai Tingkis tidak akan bersabar dan mengikuti instruksi dari Ki Sundur Langit.“Naiklah ke kapal!” Danur Jaya Berseru, “Lekaslah!”Danur Jaya memesan lima kapal besar sekaligus nahkodanya untuk membawa para budak ini keluar dari wilayah Bulan Merah.Dia masih belum tahu kemana akan membawa para budak, tapi yang jelas dia tak akan membuang waktu.Jangan sampai Bulan Merah mengetahui hal ini, sebelum para budak diasingkan ke tempat yang lebih aman.Setelah berdesak-desakan, akhirnya semua budak masuk ke dalam kapal.“Berlayar!”Sementara itu Ki Sundur Langit telah menyapu beberapa posko yang berada di dekat tambang emas.“Ki …kita telah menyingkirkan semuanya,” ucap Putri Intan Kumala, “sekarang apa yang akan kita lakukan?”Ki Sundur Langit terlihat berpik