Dengan kepala yang masih panas, debar-debar kuat penuh emosi di dada, Siska duduk di sofa di kamarnya dan berpikir keras bagaimana bisa membuat hubungan Helios dan Violetta bisa segera diresmikan. Karena melihat sikap Herman, pasti perlu menunggu pria itu masuk liang kubur baru bisa terjadi."Oke, oke. Aku tahu. Aku tahu. Aku tidak akan menundanya lagi." Dengan cepat Siska menghubungi seorang dan berbicara di telpon.Setelah itu Siska mengirim pesan pada Violetta, memastikan bagaimana kabar putrinya di kantor. Apakah Herman akhirnya memberi dia pekerjaan atau tidak.Violetta sedang berada di ruang divisi promosi. Basuki membawa Violetta di sana. Bagian itu yang tampaknya menarik untuk Violetta. Dia bersemangat mempelajari apa-apa yang dikerjakan di ruangan besar itu."Kurasa kamu bisa bekerja di divisi promosi ini. Aku akan merekomendasikan pada Tuan Herman. Masa percobaan satu bulan kamu akan berada di sini." Basuki memberitahu rencananya pada Violetta."Baik, Pak. Terima kasih banya
Kejutan yang tak terduga. Di depan Helios berdiri pria gagah dengan senyum lebar. Wajahnya cerah dan tampak penuh semangat."Bang Victor?!" Helios memeluk Victor girang. Tidak ada kabar lebih dua minggu, tiba-tiba Victor muncul di depan kantor Helios."Kapan pulang? Ga bilang-bilang. Gimana jadi suami?" ujar Helios."Amazing!" Victor makin lebar tersenyum.Mata Victor tertuju ke dalam ruangan Helios, pada Violetta yang berdiri memandang padanya dan Helios."Nona Vio? Nona di sini?" Victor cukup kaget melihat Violetta ada di sana."Hai," sapa Violetta dengan senyum kecil di bibir. Senyum kecut yang mengandung banyak makna."Violetta mulai bekerja di sini, Bang. Papa tugaskan dia di divisi promosi." Helios menjelaskan."Oya? Sejak kapan? Dua minggu aku pergi, banyak hal aku ketinggalan," ujar Victor."Abang nikmati saja jadi pengantin baru. Yang lain lewattt," gurau Helios."Hehehe ..." Victor terkekeh."Gimana Donita?" Helios bertanya."Baik. Dia luar biasa. Tidak salah aku menunggu s
Mata indah milik Violetta tampak sayu, memandang Helios. Tetap saja cantik meskipun belum sadar sepenuhnya."Ah, aku ketiduran." Dengan cepat Violetta duduk. Dia usap wajahnya dengan kedua tangan. "Astaga, ini jam berapa?" "Jam enam. Udah mau gelap. Kita pulang?" Helios menegakkan badan, lalu duduk di tepi kasur."Hmm, ya, oke." Violetta mengumpulkan kesadarannya."Langsung pulang saja atau-""Makan dulu. Aku paling ga bisa nahan lapar. Ga apa-apa, kan?" pinta Violetta.Helios tersenyum. Rasanya makin senang melihat Violetta bersikap manja seperti itu. Tidak perlu menunggu lama, mereka meninggalkan kantor dan mencari tempat makan sembari menuju pulang.Seperti malam sebelumnya, sampai di rumah, mereka berpisah di tempat parkir. Helios kemudian mandi dan menemui Herman yang sudah di ranjang di kamarnya, bersiap istirahat."Kamu pulang malam lagi. Violetta bersama kamu?" tanya Herman."Iya, Pa. Dia menunggu sampai aku selesai kerja." Helios memang tidak bisa berbohong. Dia ucapkan apa
"Tuan Besar baik-baik, Tuam Muda. Dia banyak membaca hari ini, jadi selesai makan malam langsung memilih tidur." Jawaban itu melegakan Helios. Bu Rindi memberi kabar tentang kondisi Herman. Rencananya sepulang kerja hari itu, Helios akan menemui Herman lebih dulu baru datang ke rumah Siska. Kabar yang baru dia dengar sangat melegakan. Helios bisa meneruskan urusannya, sedikit lebih lama, lalu langsung menuju kediaman Siska dan Violetta. "Terima kasih, Bu. Aku akan pulang malam. Tapi jangan ragu menghubungi kalau terjadi apa-apa sama papa," pesan Helios. "Baik, Tuan Muda." Rindi menjawab singkat. Selesai komunikasi, Helios meneruskan menyiapkan beberapa hal, karena sebelum jam bekerja berakhir, Helios akan melakukan meeting penting dengan beberapa kepala divisi, terkait event yang akan perusahaan ikuti di waktu yang sangat dekat. Hampir selesai, ponsel kembali berdering. Violetta yang menghubungi. "Hel, aku udah kelar hari ini. Aku tunggu, ya? Apa aku ke kantor kamu?" tanya Violet
Siska tersenyum lebih lebar. Senyum penuh kemenangan. Tinggal menghitung jam dia akan mendapat peristiwa besar dan bisa menuntut Herman untuk menikahkan anaknya dengan Tuan Muda. “Baiklah, aku rasa aku harus istirahat segera. Besok aku ada janji dengan teman. Jadi, kalian lanjut saja merayakan hari Istimewa ini. Be happy, bye …” Siska menepuk pundak Violetta lalu berjalan meninggalkan keduanya. Violetta dan Helios saling memandang dengan senyum penuh kelegaan dan penuh cinta. Hanya mereka berdua di ruangan itu. Mereka bisa leluasa bicara apa saja, bercerita tentang apapun yang muncul di benak mereka. “Aku sama sekali ga nyangka, mama menerima kamu seperti ini. Kalau ingat saat awal kamu datang, menyebut nama kamu saja mama ogah,” kata Violetta. Tentu saja Helios ingat sekali. Di malam penyambutan Tuan Muda, bahkan terjadi pertengkaran antara Herman, Siska, dan Raditya. Tapi memang sangat bisa dipahami, Siska terkejut luar biasa saat Herman mengumumkan pada dunia, putranya kembali p
Sampai di kamar Helios masuk ke kamar mandi dan mengguyur dirinya lama di bawah air. Dia berjuang keras meredakan hasrat membara yang tiba-tiba menyerang dan seperti mencabik-cabik dirinya.Helios merasa sangat bodoh. Dia telah menyakiti Violetta. Dia sama jahatnya seperti Raditya. Kalau Violetta tidak berucap kata takut, Helios pasti tidak akan sadar dia telah melangkah terlalu jauh menyentuh gadis itu."Bodoh! Kamu bodoh, Helios! Apa yang sudah kamu lakukan pada Vio?!" Keras dan marah Helios mengumpat. Dia tidak percaya, malam yang manis dan indah, dia rusak dengan tingkah konyol seperti itu."Aneh, benar-benar aneh. Kenapa aku tiba-tiba tidak dapat menahan diri? Kenapa aku ini?" Helios geram dengan dirinya sendiri.Kembali terbayang wajah cantik Violetta dengan bibir seksi dan tubuhnya yang molek. "Stop, Helios. Stop! Violetta gadis yang baik, adik sepupu kamu. Jangan berbuat gila padanya. Kamu harus menjaganya!" Helios mengingatkan lagi pada dirinya bagaimana hubungan dia dengan
"Aku di gazebo, Hel." Violetta menjawab telepon Helios.Helios menghela napas dalam. Violetta menunggu untuk mereka bicara. Lebih baik Helios segera menemui gadis itu dan meluruskan apa yang terjadi malam sebelumnya. Semua makin sulit dan berat. Pundak dan punggung Helios seperti tengah memikul keranjang besar penuh dengan batu-batu di dalamnya."Oke, aku ke sana." Helios menutup panggilan dan berjalan meninggalkan rumah, menemui Violetta.Gadis itu duduk memandang lurus ke arah taman. Di seberang taman, seorang pelayan sedang memasang alat penyiram tanaman.Helios berjalan lebih lambat saat semakin dekat dengan Violetta. Lalu dia duduk di samping gadis itu, berjarak hampir setengah meter. Violetta menoleh ke arah Helios, sementara Helios tetap memandang lurus ke depan. Melihat sikap kaku dan canggung Helios, Violetta menunggu, kembali mengarahkan matanya ke taman. "Aku sangat malu. Tadi malam aku seperti laki-laki gila. Aku, aku benar-benar minta maaf, Vio." Helios mengatakan itu ta
Helios tersenyum. Masih jelas tampan, tapi senyumnya redup, bukan senyum gembira. "Sejak aku tinggal di sini, semua duniaku terbalik. Kejutan demi kejutan aku hadapi tiap hari. Aku bersemangat, berusaha semaksimal mungkin melakukan yang dipercayakan padaku. Kukira aku akan terbiasa. Ternyata ...""Apa menurutmu lebih baik kamu kembali ke dunia lama kamu? Menjadi dirimu sendiri?" Donita memandang Helios."Miss Doni tahu tentang aku?" Helios merasakan degupan kuat di dadanya. Jika Donita tahu siapa dia sebenarnya ..."Jangan kuatir. Aku tahu bagaimana menutup mulut." Donita tersenyum tipis."Bang Victor-""Jangan salahkan dia. Victor sangat bisa diandalkan untuk memegang rahasia. Aku yang lancang dan culas. Jadi, Victor terjebak dan terpaksa mengatakan tentang dirimu yang sebenarnya." Dengan cepat Donita menjelaskan."Hmmm ..." Helios menarik napas berat. "Jadi, Tuan Muda, aku senang jika kamu mau cerita. Biar pundakmu terasa lebih ringan. Suntuk akan sedikit menyingkir." Donita memb