Helios masih memperhatikan Violetta yang tidak menjauh dari sisi bule itu. Mereka beringsut maju mendekat pada mempelai untuk memberi selamat. Dada Helios makin bergejolak dan pertanyaan tentang si bule pun makin merebak di pikirannya."Ayo, kita ke ruang sebelah. Kita tunggu Victor dan istrinya di sana saja." Tiba-tiba Herman bicara.Dia mengajak Helios dan Halim berpindah ke hall tempat resepsi akan dilangsungkan. Helios tidak bisa menolak. Dengan perasaan kesal, Helios mengikuti langkah Herman dan Halim.Melihat itu, Siska mengambil jalan lain, menunggu Violetta. Dia akan mulai permainan tetapi harus dari Violetta lebih dulu."Si bule itu keren banget. Siapa? Mama ga pernah lihat dia," ucap Siska.Dia menarik Violetta ke tempat yang agak longgar. Dia harus tahu siapa pria itu yang tampak akrab dengan putrinya.*Austin Wagner. Dia bilang saudara Donita pacaran sama kakaknya." Violetta menjawab yang dia tahu."Oh? Kamu kenal di mana? Udah akrab gitu," sahut Siska."Ketemu di toilet,"
"Maaf, Pak. Saya tidak merokok. Saya tidak punya korek." Helios menjawab pria itu dengan sopan.Pria itu bengong. Dia mencermati Helios dengan nata masih melotot tak berkedip. Dari tatapannya dia seperti terpana, heran, dan tidak menduga bertemu pemuda di depannya itu."Pak, maaf, saya tidak punya korek karena saya tidak merokok," kata Helios mengulang jawabannya."Ah, ya. Tidak apa-apa." Bapak itu seperti terkesiap lalu menggeleng.Dia berbalik dan berjalan menjauh. Baru beberapa langkah, Bapak itu berbalik lagi. Dia seperti merasa takjub bisa menjumpai Helios di situ."Bapak ke sekuriti saja. Saya kira mereka pinya korek." Helios menambahkan jawabannya."Ya, terima kasih." Bapak itu menjawab dengan tatapan kembali menghujam pada Helios. Bapak itu tidak bergerak. Helios memperhatikannya dan merasa aneh dengan sikapnya."Eh, nama kamu siapa?" tanya bapak itu."Saya? Saya ... Helios." Helios seperti ragu menjawab. Keraguan yang muncul karena sikap aneh dari si bapak."Helios?" Bapak it
Betapa terkejut Helios dengan luapan marah Violetta. Gadis itu tidak mau mendengar apa yang Helios katakan padanya."Apa masalah kamu kalau aku berteman dengan Austin? Kenapa kamu marah? Apa kamu calon suamiku?" Violetta makin meluap. "Kamu lupa, kamu itu kakak sepupuku!" Helios makin terpojok. Benar, Violetta yang benar. Apa alasan Helios melarang Violetta berteman dengan Austin?"Vio, dengarkan aku," ujar Helios. Sementara pikiran Helios bergerilya, dia harus mendapat alasan yang tepat sehingga Violetta tidak akan lagi marah padanya."Kamu adik sepupuku. Aku memang harus menjaga kamu. Kamu betul untuk itu. Setelah apa yang kamu lalui, aku tidak ingin ada yang buruk terjadi kembali padamu. Kamu mengerti yang aku maksudkan, bukan?" Helios menekan suaranya. Dia tidak boleh terlihat marah karena cemburu.Helios terkejut dengan kalimat yang dia katakan. Entah bagaimana kata-kata Helios terlihat manis dan bijak sekali. Mendengar itu, Violetta mestinya langsung mereda dan tidak lagi mara
Violetta berdiri di depan Helios dan Herman. Wajahnya bersemangat, kembali ceria. Dia berpakaian rapi siap keluar rumah."Pagi, Om" Senyum Violetta mereka saat menyapa Herman."Pagi. Kamu cerah sekali pagi ini. Mau keluar?" balas Herman."Om, aku ikut ke kantor, ya?" pinta Violetta. Dia memandang Herman penuh harap."Ke kantor? Mau apa?" tanya Herman kaget.Rasa kaget juga melanda Helios mendengar permintaan Violetta."Aku mau kerja. Boleh, kan?" ujar Violetta.Kalimat itu kembali mengagetkan dua pria itu."Kerja? Kamu mau kerja?" Helios yang menimpali kali itu."Eh, selama ini aku belum siap rasanya, jadi belum ada niat. Sekarang, aku mau mandiri. Boleh, Om?" Violetta mengatakan itu untuk membujuk Herman. "Kamu serius?" Herman tidak percaya mendengar perkataan Violetta. Ada angin apa tiba-tiba dia ingin bekerja. Herman mencermati wajah Violetta lalu menoleh dan memandang tajam pada Helios. Apakah ini ada hubungan dengan pernyataan Siska tempo hari? "Seharusnya aku sudah lakukan it
Sedikit bingung, Violetta mengangguk."Ya, Om." Violetta lagi-lagi tidak bisa menolak.Dia berjalan keluar ruangan, menunggu di dekat pintu. Dia mengintip ke dalam dari jendela kaca. Tampak Herman bicara serius dengan Basuki."Iih, ngomongin aku bukan, ya? Gimana kalau aku ga dapat pekerjaan yang cocok? Ah, tapi perusahaan sebesar ini ga mungkin ga ada pekerjaanlah." Violetta membantah sendiri pernyataannya.Basuki bergerak, berjalan ke arah pintu. Violetta berbalik dan memposisikan diri seolah-olah memang siap dengan perjalanan pengenalan kantor hari itu."Ayo, Vio. Aku tunjukkan apa yang perlu kamu tahu." Basuki berkata dengan suara sedikit berat dan keras.Panggung pria itu berjalan mendahului langkah Violetta.Violetta melebarkan mata. Pegawai ini tidak menyebut 'Nona' saat bicara dengannya!?Sementara, di kantor Helios.Helios tersenyum. Ada pesan masuk dari Violetta. Tapi senyum di bibirnya berubah menjadi kecut saat membaca pesan itu.- Aku pingin dekat kamu terus, Hel. Sambil k
Violetta sudah ada di lobbi, duduk sambil menatap layar ponselnya. Bibir mungil dan seksinya tersenyum tipis. Pasti sesuatu yang lucu yang sedang dia lihat di layar pipih yang dia pegang. Helios berdiri di depan Violetta kira-kita dua meter. Tetapi Violetta tidak menyadarinya. "Kita pulang?" ujar Helios. Seketika Violetta mengangkat mukanya. "Hai! Ya, ayo!" Secepat kilat Violetta berdiri. Dia meraih tas lalu memasukkan ponsel ke dalamnya. Tidak lama mereka sudah berjejalan dengan padatnya lalu lintas. Perjalanan tentu saja lambat dan melelahkan. "Hel, lapar ..." Violetta melirik Helios. Hari memang sudah mulai gelap. Perut sudah tidak mau kompromi minta diisi. Kalau mereka tahan untuk makan di rumah, masih satu jam lagi paling cepat. "Haus juga, Hel. Ga bisa kita makan di jalan saja? Mumpun belum sampai tol," bujuk Violetta. "Oke, kita cari tempat makan. Apa saja ya, ga usah milih-milih," kata Helios setuju. "Oke," sahut Violetta tidak menolak.Akhirnya, resto paling dekat y
"Kamu, kamu yang di taman hari itu, kan?" Pria itu juga ingat dengan Helios. Dia terlihat sangat terkejut bertemu lagi dengan Helios di parkiran mal."Ya, Bapak minta korek sama aku." Helios menimpali."Siapa namamu?" tanya pria itu lagi."Pak Win, jangan sembarangan bicara sama Helios. Dia ini anak pengusaha sukses, salah satu yang paling sukses. Ini Tuan Muda Helios Hartawan." Wanita di samping pria itu mengenalkan Helios."Apa?" Kembali pria itu melebarkan mata karena terkejut.Tara dan Violetta cukup heran juga dengan pria itu. Terlibat kaget luar biasa tahu siapa Helios. Helios sendiri tidak begitu nyaman dikenakan seperti itu. "Tante, saya permisi. Kami harus segera pulang," kata Helios, berpamitan pada Tara dan temannya."Oke. Sampai ketemu lagi. Hati-hati di jalan." Tara menyunggingkan senyumnya."Masukkan barang ke bagasi. Kita juga harus pulang," ujar teman Tara pada pria itu.Ternyata pria itu adalah sopir teman Tara. Mereka berpisah, menuju ke mobil masing-masing.Di dala
Debaran jantung kedua sejoli itu beradu. Saling melepas rasa, makin dalam saling menatap, perlahan makin merapat. Deru napas keduanya bertemu. Gejolak terus meninggi ...Tuttt!! Keduanya terlonjak dan melepas pelukan. Dering ponsel membuyarkan suasana panas yang mulai merebak di dalam mobil.Dengan cepat Helios mengambil ponsel dan menerima panggilan. Dari Herman!"Halo, Pa," sapa Helios."Kamu belum pulang?" Suara berat Herman datar terdengar.Pertanyaan itu terasa tidak enak di telinga Helios."Ya, Pa. Aku baru sampai. Ada perlu dengan aku?" Helios menjawab sekaligus bertanya."Datanglah ke kamar. Ada sesuatu yang aku mau tunjukkan padamu," kata Herman."Baik. Segera aku ke kamar Papa," jawab Helios dengan hati mulai tak nyaman.Panggilan Helios selesai. Lalu dia menoleh pada Violetta. Gairah masih tersisa, tapi tidak mungkin dilanjutkan. "Aku harus cepat ke rumah." Helios mengajak Violetta turun."Oke. Besok, aku bareng lagi." Violetta mendekat dengan cepat, memberikan kecupan di