Betapa terkejut Helios dengan luapan marah Violetta. Gadis itu tidak mau mendengar apa yang Helios katakan padanya."Apa masalah kamu kalau aku berteman dengan Austin? Kenapa kamu marah? Apa kamu calon suamiku?" Violetta makin meluap. "Kamu lupa, kamu itu kakak sepupuku!" Helios makin terpojok. Benar, Violetta yang benar. Apa alasan Helios melarang Violetta berteman dengan Austin?"Vio, dengarkan aku," ujar Helios. Sementara pikiran Helios bergerilya, dia harus mendapat alasan yang tepat sehingga Violetta tidak akan lagi marah padanya."Kamu adik sepupuku. Aku memang harus menjaga kamu. Kamu betul untuk itu. Setelah apa yang kamu lalui, aku tidak ingin ada yang buruk terjadi kembali padamu. Kamu mengerti yang aku maksudkan, bukan?" Helios menekan suaranya. Dia tidak boleh terlihat marah karena cemburu.Helios terkejut dengan kalimat yang dia katakan. Entah bagaimana kata-kata Helios terlihat manis dan bijak sekali. Mendengar itu, Violetta mestinya langsung mereda dan tidak lagi mara
Violetta berdiri di depan Helios dan Herman. Wajahnya bersemangat, kembali ceria. Dia berpakaian rapi siap keluar rumah."Pagi, Om" Senyum Violetta mereka saat menyapa Herman."Pagi. Kamu cerah sekali pagi ini. Mau keluar?" balas Herman."Om, aku ikut ke kantor, ya?" pinta Violetta. Dia memandang Herman penuh harap."Ke kantor? Mau apa?" tanya Herman kaget.Rasa kaget juga melanda Helios mendengar permintaan Violetta."Aku mau kerja. Boleh, kan?" ujar Violetta.Kalimat itu kembali mengagetkan dua pria itu."Kerja? Kamu mau kerja?" Helios yang menimpali kali itu."Eh, selama ini aku belum siap rasanya, jadi belum ada niat. Sekarang, aku mau mandiri. Boleh, Om?" Violetta mengatakan itu untuk membujuk Herman. "Kamu serius?" Herman tidak percaya mendengar perkataan Violetta. Ada angin apa tiba-tiba dia ingin bekerja. Herman mencermati wajah Violetta lalu menoleh dan memandang tajam pada Helios. Apakah ini ada hubungan dengan pernyataan Siska tempo hari? "Seharusnya aku sudah lakukan it
Sedikit bingung, Violetta mengangguk."Ya, Om." Violetta lagi-lagi tidak bisa menolak.Dia berjalan keluar ruangan, menunggu di dekat pintu. Dia mengintip ke dalam dari jendela kaca. Tampak Herman bicara serius dengan Basuki."Iih, ngomongin aku bukan, ya? Gimana kalau aku ga dapat pekerjaan yang cocok? Ah, tapi perusahaan sebesar ini ga mungkin ga ada pekerjaanlah." Violetta membantah sendiri pernyataannya.Basuki bergerak, berjalan ke arah pintu. Violetta berbalik dan memposisikan diri seolah-olah memang siap dengan perjalanan pengenalan kantor hari itu."Ayo, Vio. Aku tunjukkan apa yang perlu kamu tahu." Basuki berkata dengan suara sedikit berat dan keras.Panggung pria itu berjalan mendahului langkah Violetta.Violetta melebarkan mata. Pegawai ini tidak menyebut 'Nona' saat bicara dengannya!?Sementara, di kantor Helios.Helios tersenyum. Ada pesan masuk dari Violetta. Tapi senyum di bibirnya berubah menjadi kecut saat membaca pesan itu.- Aku pingin dekat kamu terus, Hel. Sambil k
Violetta sudah ada di lobbi, duduk sambil menatap layar ponselnya. Bibir mungil dan seksinya tersenyum tipis. Pasti sesuatu yang lucu yang sedang dia lihat di layar pipih yang dia pegang. Helios berdiri di depan Violetta kira-kita dua meter. Tetapi Violetta tidak menyadarinya. "Kita pulang?" ujar Helios. Seketika Violetta mengangkat mukanya. "Hai! Ya, ayo!" Secepat kilat Violetta berdiri. Dia meraih tas lalu memasukkan ponsel ke dalamnya. Tidak lama mereka sudah berjejalan dengan padatnya lalu lintas. Perjalanan tentu saja lambat dan melelahkan. "Hel, lapar ..." Violetta melirik Helios. Hari memang sudah mulai gelap. Perut sudah tidak mau kompromi minta diisi. Kalau mereka tahan untuk makan di rumah, masih satu jam lagi paling cepat. "Haus juga, Hel. Ga bisa kita makan di jalan saja? Mumpun belum sampai tol," bujuk Violetta. "Oke, kita cari tempat makan. Apa saja ya, ga usah milih-milih," kata Helios setuju. "Oke," sahut Violetta tidak menolak.Akhirnya, resto paling dekat y
"Kamu, kamu yang di taman hari itu, kan?" Pria itu juga ingat dengan Helios. Dia terlihat sangat terkejut bertemu lagi dengan Helios di parkiran mal."Ya, Bapak minta korek sama aku." Helios menimpali."Siapa namamu?" tanya pria itu lagi."Pak Win, jangan sembarangan bicara sama Helios. Dia ini anak pengusaha sukses, salah satu yang paling sukses. Ini Tuan Muda Helios Hartawan." Wanita di samping pria itu mengenalkan Helios."Apa?" Kembali pria itu melebarkan mata karena terkejut.Tara dan Violetta cukup heran juga dengan pria itu. Terlibat kaget luar biasa tahu siapa Helios. Helios sendiri tidak begitu nyaman dikenakan seperti itu. "Tante, saya permisi. Kami harus segera pulang," kata Helios, berpamitan pada Tara dan temannya."Oke. Sampai ketemu lagi. Hati-hati di jalan." Tara menyunggingkan senyumnya."Masukkan barang ke bagasi. Kita juga harus pulang," ujar teman Tara pada pria itu.Ternyata pria itu adalah sopir teman Tara. Mereka berpisah, menuju ke mobil masing-masing.Di dala
Debaran jantung kedua sejoli itu beradu. Saling melepas rasa, makin dalam saling menatap, perlahan makin merapat. Deru napas keduanya bertemu. Gejolak terus meninggi ...Tuttt!! Keduanya terlonjak dan melepas pelukan. Dering ponsel membuyarkan suasana panas yang mulai merebak di dalam mobil.Dengan cepat Helios mengambil ponsel dan menerima panggilan. Dari Herman!"Halo, Pa," sapa Helios."Kamu belum pulang?" Suara berat Herman datar terdengar.Pertanyaan itu terasa tidak enak di telinga Helios."Ya, Pa. Aku baru sampai. Ada perlu dengan aku?" Helios menjawab sekaligus bertanya."Datanglah ke kamar. Ada sesuatu yang aku mau tunjukkan padamu," kata Herman."Baik. Segera aku ke kamar Papa," jawab Helios dengan hati mulai tak nyaman.Panggilan Helios selesai. Lalu dia menoleh pada Violetta. Gairah masih tersisa, tapi tidak mungkin dilanjutkan. "Aku harus cepat ke rumah." Helios mengajak Violetta turun."Oke. Besok, aku bareng lagi." Violetta mendekat dengan cepat, memberikan kecupan di
Dengan kepala yang masih panas, debar-debar kuat penuh emosi di dada, Siska duduk di sofa di kamarnya dan berpikir keras bagaimana bisa membuat hubungan Helios dan Violetta bisa segera diresmikan. Karena melihat sikap Herman, pasti perlu menunggu pria itu masuk liang kubur baru bisa terjadi."Oke, oke. Aku tahu. Aku tahu. Aku tidak akan menundanya lagi." Dengan cepat Siska menghubungi seorang dan berbicara di telpon.Setelah itu Siska mengirim pesan pada Violetta, memastikan bagaimana kabar putrinya di kantor. Apakah Herman akhirnya memberi dia pekerjaan atau tidak.Violetta sedang berada di ruang divisi promosi. Basuki membawa Violetta di sana. Bagian itu yang tampaknya menarik untuk Violetta. Dia bersemangat mempelajari apa-apa yang dikerjakan di ruangan besar itu."Kurasa kamu bisa bekerja di divisi promosi ini. Aku akan merekomendasikan pada Tuan Herman. Masa percobaan satu bulan kamu akan berada di sini." Basuki memberitahu rencananya pada Violetta."Baik, Pak. Terima kasih banya
Kejutan yang tak terduga. Di depan Helios berdiri pria gagah dengan senyum lebar. Wajahnya cerah dan tampak penuh semangat."Bang Victor?!" Helios memeluk Victor girang. Tidak ada kabar lebih dua minggu, tiba-tiba Victor muncul di depan kantor Helios."Kapan pulang? Ga bilang-bilang. Gimana jadi suami?" ujar Helios."Amazing!" Victor makin lebar tersenyum.Mata Victor tertuju ke dalam ruangan Helios, pada Violetta yang berdiri memandang padanya dan Helios."Nona Vio? Nona di sini?" Victor cukup kaget melihat Violetta ada di sana."Hai," sapa Violetta dengan senyum kecil di bibir. Senyum kecut yang mengandung banyak makna."Violetta mulai bekerja di sini, Bang. Papa tugaskan dia di divisi promosi." Helios menjelaskan."Oya? Sejak kapan? Dua minggu aku pergi, banyak hal aku ketinggalan," ujar Victor."Abang nikmati saja jadi pengantin baru. Yang lain lewattt," gurau Helios."Hehehe ..." Victor terkekeh."Gimana Donita?" Helios bertanya."Baik. Dia luar biasa. Tidak salah aku menunggu s