Selama perjalanan pulang Helios sangat tidak tenang. Masih tak bisa dia percaya jika Melisa bisa menemukannya! Bagaimana mungkin mantan kekasihnya berada di Jakarta? Dan yang lebih mengejutkan, menjadi kekasih Tony? Tidak masuk akal!"Aku Helios, bukan Ardi. Aku anak Tuan Besar Herman Hartawan. Ardi sudah tidak ada lagi, dia sudah mati." Berulang kali Helios mengatakan itu. Dia tampak gugup dan cemas. Jika semua terbongkar, habis sudah. Misi gagal, Helios tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan hidupnya kemudian.Bagaimanapun, Helios mulai menikmati dunianya sebagai Tuan Muda. Mengenal orang-orang kelas atas, bicara bisnis, bertemu para karyawan, baik yang di kantor atau yang di lokasi pabrik. Semua terasa menjadi tantangan yang menyenangkan. "Aku Helios. Aku tidak kenal wanita itu. Aku tidak kenal pacar Tony," kata Helios pada dirinya sendiri.Helios tidak mungkin mundur dengan perjanjian yang dia sepakati dan mulai berjalan. Baru dua bulan, ancaman mulai datang. Benar-
"Thank you udah ngantar pulang. Besok kita jalan?" Violetta memeluk Ferry seraya meletakkan kepala di bahu pria itu."Sure. Aku jemput jam sembilan. Aku antar ke mana kamu mau. Oke?" Ferry mengusap pipi Violetta."Oke. Jangan telat. Aku ga suka nunggu, kamu tahu itu," tukas Violetta manja."Iya, janji," ucap Ferry. Dia mendaratkan kecupan sekilas di bibir Violetta lalu melepas gadis itu dan bergegas masuk ke dalam mobilnya.Begitu mobil mewah itu menjauh, Violetta masuk ke dalam rumah. Ternyata ibunya menunggu dengan kedua tangan terlipat di dada."Kamu masih saja berhubungan sama anak manajer itu?" sambut Siska dengan wajah ketus."Iya. Aku ga mau berdebat, Ma. Aku capek," jawab Violetta sambil melangkah ke arah tangga menuju ke lantai atas."Vio! Kapan kamu mau dengar Mama, hah?!" sentak Siska geram.Semakin hari dia dan anak tunggalnya itu makin seperti kucing dan anjing. Apapun bisa jadi pemicu pertengkaran.Violetta berhenti dan membalikkan badan melihat ke arah ibunya. "Kenapa h
"Kamu ngapain?!" Keras Violetta berkata.Tangan gadis itu masih mencengkeram tangan Helios."Ada laba-laba turun dari atas. Hampir kena kepal-""Ahh!!" Violetta menjerit dan melompat.Dia ke belakang Helios dan memeluk Sang Tuan Muda dengan erat. Violetta menelungkupkan wajahnya di punggung Helios."Vio! Heii?!" Helios ganti yang terkejut dengan reaksi Violetta itu."Buang, Helios! Cepat, buang! Aku takut!" teriak Violetta dengan kepala masih terbenam di punggung Helios.Helios tidak menyangka ini yang terjadi. Secepatnya Helios membuang laba-laba dengan jaring panjang yang menggelantung dari langit-langit gazebo."Sudah. Aku sudah buang." Helios mencoba menengok ke belakang melihat Violetta, dia ingin melepas dekapan tangan gadis itu."Jangan bohong!" sahut Violetta."Nggak bohong. Tanganku sudah kosong, Vio," ucap Helios meyakinkan.Perlahan Violetta mengangkat kepalanya dan mengintip dari punggung Helios. Dua tangan terangkat dan tidak apa apapun yang dia pegang."Oke." Pelan-pelan
Kelas sudah sepi. Tinggal Helios dan Donita yang berhadapan."Oke. Kamu hanya punya waktu tiga puluh menit." Donita menyetujui permintaan Helios."Bisa kita pergi ke suatu tempat? It is not about class. It is personal." Helios menegaskan pembicaraan yang dia perlu lakukan."Well, okay." Donita cukup terkejut dengan permintaan Helios. Tetapi dia tetap berusaha tenang.Mereka meninggalkan akademi. Donita mengajak Helios ke sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari situ. Sebenarnya Donita ada jadwal yang harus dikejar. Tapi sepertinya ajakan Helios ini pun serius.Di kafe yang hanya beberapa pengunjung menjadi tempat nyaman Helios bicara."Silakan. Ada apa sampai kamu mengganggu jadwalku hari ini?" Donita memandang Helios.Helios tidak segera menjawab. Dia sendiri bingung mau memulai dari mana. Apakah akan baik jika dia membuka persoalan pribadi pada mentornya?"Waktuku tidak banyak, Helios. Aku tidak suka membuang waktu." Donita mendesak. Bukan soal membuang wakfu sebenarnya. Jujur saja
Apa yang Raditya katakan membuat Siska terperangah. Raditya mengira Siska berencana menjodohkan Helios dan Violetta?"Kamu nggak ngerti atau pura-pura o'on?" ujar Raditya sambil nyengir."Violetta ga mungkin sama anak ga jelas Herman. Dia juga sudah punya pacar. Calon suami." Siska mengelak."Jadi kamu sudah setuju Vio nikah sama anak manajer itu? Yakin, hidup Vio akan lebih baik?* Raditya seolah mengejek Siska."Ga bakal aku setuju Vio menikah dengan Ferry. Mau aku taruh di mana mukaku kalau beneran kejadian." Siska menyahut cepat."Kalau Vio nikah sama anak Herman? Jadi istri Tuan Muda? Bukannya itu mantap?" tanya Raditya."Mana bisa? Vio dan Helios itu kan sepupu?" ujar Siska."Sepupu dari mana? Dari Hongkong! Hahaha!!" Raditya tertawa terbahak-bahak. Siska memandang heran pada Raditya. Kelakuan saudara angkatnya masih sama, menyebalkan."Pikir baik-baik. Semua keuntungan yang kita dapat kalau bisa menikahkan anak Herman dengan Vio." Raditya kembali serius."Vio ga mungkin mau pis
Senyum Donita mengembang. Dia menatap dirinya di cermin besar di kamarnya. Kamar yang diterangi lampu temaram itu rasanya tetap benderang. Donita tidak mau menolak lagi, dia memang terpaut pada pesona Tuan Muda Hartawan. Pada awalnya, dia mengira perasaan itu timbul hanya karena tertarik dengan kisah Helios. Tapi makin hari Donita yakin dia memang jatuh hati pada si tampan dan cerdas itu. "Helios, beberapa kali kamu mengganggu aku dalam tidur. Kukira karena aku terlalu fokus untuk menolong dirimu. Sekarang aku, tahu perasaanku lebih dari itu." Donita masih lurus memandang dirinya. Yang dia bayangkan Helios ada di belakangnya, tersenyum manis, tampan dan menawan. "So, aku mentor kamu di kelas, tapi di luar itu, aku adalah wanita yang akan mengejar kamu." Donita kembali tersenyum. Donita menoleh ke meja dan meraih ponsel yang tergeletak di sana. Dia mengirim pesan pada Helios. - thanks a lot kamu percaya padaku. I really appreciate it. Kapan saja kamu perlu, aku akan ada di sisi ka
Hujan. Meskipun tidak deras, tentu saja akan mengganggu acara memancing yang sudab Helios dan Victor rencanakan untuk memberi kejitan buat Herman."Hujan kecil, tidak apa-apa. Sebentar lagi pasti berhenti." Helios mencoba menghibur Herman. Meskipun lebih tepat kalau dibilang dia menghibur juga dirinya sendiri."Setelah sekian lama aku tidak pergi rekreasi, hujan tiba-tiba?" Herman menggeleng kesal."Tuan Besar, percaya sama saya, tidak lama hujan pasti berhenti," kata Hari ikut menimpali. Dia mendukung Helios.Herman menoleh pada Hari. "Memangnya kamu Tuhan, bisa mengubah cuaca?" Victor tertawa kecil mendengar itu. Dia memperhatikan ekspresi Herman dari kaca spion di atasnya. Wajah Herman memerah karena kesal.Helios yang ada di sampingnya merasakan Herman sangat menunggu hari itu. Dia bisa pergi dengan Helios, putranya, untuk bergembira bersama.Dalam hati Helios pun menaikkan doa. "Tuhan, kalau kali ini aku minta, apakah akan Kau dengar?" Ya, Helios merasa ini satu situasi yang tak
"Aku sangat kaget melihat mantanmu datang tiba-tiba. Pak Halim benar, dia bisa menjadi ancaman kalau kamu tidak hati-hati." Victor memandang Helios sambil menggeleng keras.Saat itu mereka sudah kembali tiba di rumah. Victor sengaja mengambil waktu berdua dan bicara dengan Helios."Jika dia bisa meyakinkan Tony kalau kamu sebenarnya Ardi, entah apa lagi kehebohan yang akan terjadi." Victor bicara lagi. "Tapi kamu bagus sekali bersikap. Tenang dan tidak terpancing.""Aku belajar menjadi Tuan Muda sejati. Jangan kuatir, Bang." Helios membalas tatapan Victor."Kamu belajar dari mana?" Victor bertanya."Film. Beberapa film, rekomendasi Miss Doni-""Donita tahu?" Victor melotot mendengar itu. "Dia tahu siapa kamu yang sebenarnya?"Gawat kalau benar! Sehebat-hebatnya Donita bisa diandalkan, kisah sebenarnya siapa Helios tidak boleh, tidak akan pernah diberitahu kepada siapapun."Bang, jangan marah dulu. Aku jelaskan." Helios dengan cepat menjawab. Dia tidak mau harus ribut dengan Victor. "
Pesawat mendarat dengan lancar di kota tujuan. Satu per satu penumpang turun dari pesawat. Di antara mereka tampak Helios dan Violetta. dan satu lagi yang ikut dengan mereka, Herman. Juga didampingi satu pelayan yang akan membantu keperluan Herman jika diperlukan. Berempat mereka mendarat di kota kelahiran Helios, Semarang. Tetapi mungkin lebih tepat dikatakan kota kelahiran Ardiandana Krisnadi. Hari itu, apa yang Helios rencanakan akhirnya bisa dia wujudkan. Dia datang ke Semarang untuk berziarah ke makam ibunya. Dia sudah bertemu ayah kandungnya, yang ternyata pria kaya raya dan baik hati. Bahkan saat ibu Helios mengandung kala itu, Herman masih seorang pengusaha muda yang baru meniti karir. "Apa yang kamu rasakan, Hel?" Violetta bertanya pelan di dekat Helios sementara mereka sedang menuju ke hotel untuk beristirahat setelah meninggalkan bandara. "Penuh. Rasanya campur-campur, di sini." Helios memegang dadanya. " Lebih satu tahun aku pergi. Kembali melewati jalan-jalan ini, semu
"Hel! Helios!" Helios tersentak mendengar panggilan keras itu. Dia segera bangun dan duduk. Tampak Violetta berlari menghampiri Helios yang masih belum hilang dari rasa kaget.Violetta naik ke ranjang, duduk di depan Helios. Mata Violetta menatap dengan berbinar pada Helios yang akhirnya mendapatkan kesadaran sepenuhnya."Ada apa?" tanya Helios."Kita ketemu papa hari ini," kata Violetta penuh semangat tapi juga tegang."Papa?" Helios melotot. "Papa nyusul ke sini? Ini bulan madu kita.""Bukan. Salah." Violetta menggeleng-geleng dengan keras. "Bukan Papa Herman. Papaku.""Papa kamu?" Helios kembali harus memberi waktu loading pada otaknya."Ahh, Pieter. Papaku waktu aku kecil." Kembali Violetta menjelaskan."Ooh, oke ..." Helios mengerti yang Violetta maksud. "Serius dia mau ketemu kamu?""Ya." Kali ini Violetta mengangguk dengan tegas. "Awalnya aku ga yakin, tapi ternyata dia mau. Makan siang di resto ... ini ..." Violetta menunjukkan nama dan lokasi tempat Violetta akan bertemu Pie
"Kenapa? Kenapa kamu melihat aku seperti melihat orang aneh?" ujar Herman sambil memandang Helios lagi."Papa restui aku dan Violetta?" Berdetak lebih kuat jantung Helios ketika mengucapkan itu."Vio, mendekatlah kemari." Sekali lagi Helios meminta Violetta datang di sampingnya.Dengan tatapan bingung, Violetta melangkah mendekati Herman."Kamu sungguh-sungguh sayang anakku?" tanya Herman.Pertanyaan itu diucapkan lembut, tidak ada nada sinis atau tidak suka. Benar-benar pertanyaan yang memang ingin tahu yang sebenarnya.Violetta hampir tidak mampu menahan air matanya. Segala kemelut di dadanya seolah-olah perlahan terurai.Helios yang ada di seberang Herman, memperhatikan Violetta. Menunggu jawaban gadis itu."Ya, Om. Aku sayang Helios." Suara lembut Violetta akhirnya terdengar. "Buat anakku bahagia di hidupnya. Kamu bisa?" tanya Herman lagi, dengan nada suara yang sama.Pertanyaan itu langsung membuat air mata Violetta tak bisa dibendung. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Di
Dua pasang mata di depan Herman menatap padanya. Sudah pasti Helios dan Violette menunggu kalimat berikut yang akan Herman ucapkan. Tetapi muncul sedikit cemas, kalau sampai emosi Herman naik, jantungnya bisa bermasalah lagi."Aku sudah mendapatkan penyelesaian dari semua kemelut yang selama ini membuat hidupku terasa sangat rumit dan menekan." Lebih tegas Herman bicara, meskipun tetap terdengar tenang. "Maksud Papa?" Helios menegakkan punggung. Dadanya tiba-tiba berdegup kuat. Yang dia takutkan jika Herman tidak akan menerima Violetta di mansion karena Siska sudah tidak ada lagi sebagai anak angkat keluarga Hartawan. "Masalahku yang utama adalah aku perlu penerus untuk keluargaku. Aku ini sudah tua dan sakit-sakitan." Herman kembali melanjutkan menikmati makanannya. Helios dan Violetta memperhatikan setiap gerakan Herman. Herman mengangkat wajahnya, dan mengarahkan pandangan pada Violetta. Lalu dia menoleh ke arah belakangnya. Ada pelayan pengganti Erma berdiri beberapa meter di
Herman menanyakan Violetta. Ini benar-benar kejutan. Helios menaikkan kedua alisnya menatap Herman."Aku lihat dia sedang sedih, Helios. Di mana dia?" Herman menegaskan lagi.Helios semakin terkejut. Dari mana Herman tahu jika Violetta sedang bersedih? Tapi memang itu kenyataannya."Aku telpon dia. Aku akan minta dia ke sini." Helios mengeluarkan ponsel dan mencari nomor kontak Violetta.Dering panggilan Helios beberapa kali, tetapi tidak ada respon. Helios mencoba lagi, hingga kali ketiga baru Violetta menerima panggilannya."Hel ... mama ... mama sdh pergi, Hel ..." Terbata-bata sambil menangis Violetta berkata."Apa?" Refleks kata itu yang Helios ucapkan."Hel ... aku, aku ..."Helios menatap Herman. Ini kesedihan yang Herman maksud. Herman tahu kalau Violetta sedang sedih."Pa, aku temui Vio." Helios berkata dengan pandangan datar, sedikit nanar.Victor memperhatikan ekspresi yang tiba-tiba berbeda."Ya, pergilah." Herman mengangguk.Helios mendekati Victor dan berbisik,"Tante Sis
Violetta masuk kamar Siska. Wanita itu kembali menggunakan alat bantu pernapasan dan kondisinya tiba-tiba sangat lemah. Namun, kesadarannya masih ada. Dia memandang Violetta dan mengulurkan tangan kirinya yang gemetar.Violetta mendekat dan memegang tangan kiri Siska. Hatinya sangat sedih. Melihat ibunya berjuang untuk bernapas, Violetta tidak tega."Kamu ... Vio ..." Siska memaksa diri bicara.Violetta mendekat ke dekat wajah Siska agar bisa mendengar yang Siska katakan."Baha ... gia ... Jangan ... ja ... ngan, se ... dih." Semakin pelan terdengar tapi masih dapat Violetta tangkap.Mendengar itu begitu saja air mata meluncur di mata Violetta. Dia mengangkat muka dan memandang Siska. Mata Siska terus menatap pada Violetta. Lemah dan redup, sayu dan semakin berat."Mama, aku pasti bahagia. Aku janji." Violetta berkata sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.Mata Siska tampa makin berat. Senyum kecil di ujung bibirnya. Sedang napasnya semakin berat. Dia mulai tersengal-sengal
Halim dan Victor bertindak. Niat Helios ingin meluruskan postingan Siska segera mereka tanggapi. Halim membantu Helios menata apa-apa yang perlu Helios katakan di publik dan bagian mana yang cukup menjadi konsumsi pribadi saja.Sedangkan Victor, dia memanggil tiga media yang cukup dikenal dan kredibel untuk ikut membuat video ketika Helios membuat pernyataan. Ini sengaja dilakukan, langsung dengan media, bukan video yang siap ditayangkan setelah lewat proses editing dan lain-lain.Tetap sangat dibatasi berapa dari pers yang bisa datang, karena lokasi dilakukan di rumah sakit. Dua hari persiapan maka rencana dijalankan. Saat memulai Helios sangat tegang. Violetta, Halim, dan Victor juga sama."Hel, good luck. Thanks for all." Violetta mengatakan itu sepenuh hati dan juga menyemangati Helios.Helios mengangguk lalu berjalan ke kursi yang disiapkan untuknya. Pengambilan gambar dilakukan di taman yang tidak jauh dari tempat Herman dirawat."Hari ini, meskipun bukan yang aku inginkan, aku
Helios dengan cepat berdiri. Violetta menatap padanya dengan mata berkaca-kaca. Helios melangkah mendekat. Seketika tangis Violetta pecah. Dalam dekapan Helios, gadis itu melepas penat yang begitu menekan dirinya."God, thank you, You bring her back." Lirih Helios bicara. Dengan kuat dia peluk Violetta. Helios mau membuat Violetta tenang, yakin, Helios akan mendukung dan mendampingi dirinya. Pelukan ini yang Violetta butuhkan. Pelukan cinta tulus untuknya. Apapun keadaannya, cinta itu akan tetap ada. Tanpa tujuan lain, tanpa motivasi apa-apa, selain karena sayang."Terima kasih kamu mau balik. Terima kasih, Vio." Lembut sekali Helios bicara. Terasa rasa lega yang begitu besar dari nada suara Helios.Victor memandang keduanya. Begitu rumit yang terjadi di sekeliling mereka. Cinta mereka diuji berulang kali dengan banyak hal yang jika dipikir tidak harus mereka lalui. Mengingat kisah cintanya sendiri dengan Donita, yang Helios dan Violetta hadapi masih lebih berat."Aku mau lihat mama
Violetta menoleh ke arah gerbang menuju pesawat. Petugas menunggu dengan senyum ramah. Para penumpang satu per satu masuk ke sana.Violetta berdiri. Dia menarik napas dalam. Ada perasaan campur aduk di dada. Dia akan pergi atau kembali. Hatinya bergelut luar biasa. Violetta hanya ingin tenang, lelah dengan semua carut marut yang menekan hidupnya. Setiap berurusan dengan ibunya, hanya luka dan pedih yang dia dapatkan. Jika dia pergi, semua akan selesai. Tapi, apakah dia sejahat itu sebagai anak? Lalu, Helios? Apakah Violetta juga tega membiarkan Helios menghadapi semua sendiri?"Vio, please ..." Terdengar sendu suara Helios. "Aku sayang kamu. Aku mau kita sama-sama. Aku janji akan bilang papa kalau aku akan-"Klik. Violetta mematikan panggilan Helios. Dia masukkan ponsel ke dalam tas, lalu berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan pergi keluar. Violetta mencari taksi. Dia akan kembali. Dia tidak akan membiarkan Helios menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh ibunya.Bagaimanapun, s