Kakak laki-laki. Kata-kata itu membuat Helios seolah-olah tersadar, Violetta ini keponakan Herman. Helios adalah anak Herman. Itu artinya Violetta dan Helios bersaudara. Mereka saudara sepupu."Kamu ga marah, kan, aku bicara kayak gitu?" Violetta memandang Helios."Yang mana?" tanya Helios. Dia membelokkan setir, kendaraan sudah makin dekat dengan lokasi tujuan."Kamu kakak laki-laki buatku," kata Violetta."Nggak. Aku paham. It is okay," ujar Helios.Ya! Singkirkan jauh-jauh semua rasa yang mulai memenuhi hati dan pikiran. Violetta Bianca adalah adik sepupu Helios Bintang Hartawan. Sudah."Thank you," ucap Violetta. Senyum manisnya kembali muncul.Gedung besar dan megah di depan mereka. Mobil Helios masuk ke area dan menuju tempat parkir. Lalu keduanya masuk ke dalam hall besar yang menjadi tempat pertemuan.Baru sampai di depan pintu, terlihat Halim menunggu. Pria itu memandangi Helios dan Violetta yang datang bersama."Kukira Victor mengerjaiku mengatakan kamu datang dengan Nona Vio
Selama perjalanan pulang Helios sangat tidak tenang. Masih tak bisa dia percaya jika Melisa bisa menemukannya! Bagaimana mungkin mantan kekasihnya berada di Jakarta? Dan yang lebih mengejutkan, menjadi kekasih Tony? Tidak masuk akal!"Aku Helios, bukan Ardi. Aku anak Tuan Besar Herman Hartawan. Ardi sudah tidak ada lagi, dia sudah mati." Berulang kali Helios mengatakan itu. Dia tampak gugup dan cemas. Jika semua terbongkar, habis sudah. Misi gagal, Helios tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan hidupnya kemudian.Bagaimanapun, Helios mulai menikmati dunianya sebagai Tuan Muda. Mengenal orang-orang kelas atas, bicara bisnis, bertemu para karyawan, baik yang di kantor atau yang di lokasi pabrik. Semua terasa menjadi tantangan yang menyenangkan. "Aku Helios. Aku tidak kenal wanita itu. Aku tidak kenal pacar Tony," kata Helios pada dirinya sendiri.Helios tidak mungkin mundur dengan perjanjian yang dia sepakati dan mulai berjalan. Baru dua bulan, ancaman mulai datang. Benar-
"Thank you udah ngantar pulang. Besok kita jalan?" Violetta memeluk Ferry seraya meletakkan kepala di bahu pria itu."Sure. Aku jemput jam sembilan. Aku antar ke mana kamu mau. Oke?" Ferry mengusap pipi Violetta."Oke. Jangan telat. Aku ga suka nunggu, kamu tahu itu," tukas Violetta manja."Iya, janji," ucap Ferry. Dia mendaratkan kecupan sekilas di bibir Violetta lalu melepas gadis itu dan bergegas masuk ke dalam mobilnya.Begitu mobil mewah itu menjauh, Violetta masuk ke dalam rumah. Ternyata ibunya menunggu dengan kedua tangan terlipat di dada."Kamu masih saja berhubungan sama anak manajer itu?" sambut Siska dengan wajah ketus."Iya. Aku ga mau berdebat, Ma. Aku capek," jawab Violetta sambil melangkah ke arah tangga menuju ke lantai atas."Vio! Kapan kamu mau dengar Mama, hah?!" sentak Siska geram.Semakin hari dia dan anak tunggalnya itu makin seperti kucing dan anjing. Apapun bisa jadi pemicu pertengkaran.Violetta berhenti dan membalikkan badan melihat ke arah ibunya. "Kenapa h
"Kamu ngapain?!" Keras Violetta berkata.Tangan gadis itu masih mencengkeram tangan Helios."Ada laba-laba turun dari atas. Hampir kena kepal-""Ahh!!" Violetta menjerit dan melompat.Dia ke belakang Helios dan memeluk Sang Tuan Muda dengan erat. Violetta menelungkupkan wajahnya di punggung Helios."Vio! Heii?!" Helios ganti yang terkejut dengan reaksi Violetta itu."Buang, Helios! Cepat, buang! Aku takut!" teriak Violetta dengan kepala masih terbenam di punggung Helios.Helios tidak menyangka ini yang terjadi. Secepatnya Helios membuang laba-laba dengan jaring panjang yang menggelantung dari langit-langit gazebo."Sudah. Aku sudah buang." Helios mencoba menengok ke belakang melihat Violetta, dia ingin melepas dekapan tangan gadis itu."Jangan bohong!" sahut Violetta."Nggak bohong. Tanganku sudah kosong, Vio," ucap Helios meyakinkan.Perlahan Violetta mengangkat kepalanya dan mengintip dari punggung Helios. Dua tangan terangkat dan tidak apa apapun yang dia pegang."Oke." Pelan-pelan
Kelas sudah sepi. Tinggal Helios dan Donita yang berhadapan."Oke. Kamu hanya punya waktu tiga puluh menit." Donita menyetujui permintaan Helios."Bisa kita pergi ke suatu tempat? It is not about class. It is personal." Helios menegaskan pembicaraan yang dia perlu lakukan."Well, okay." Donita cukup terkejut dengan permintaan Helios. Tetapi dia tetap berusaha tenang.Mereka meninggalkan akademi. Donita mengajak Helios ke sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari situ. Sebenarnya Donita ada jadwal yang harus dikejar. Tapi sepertinya ajakan Helios ini pun serius.Di kafe yang hanya beberapa pengunjung menjadi tempat nyaman Helios bicara."Silakan. Ada apa sampai kamu mengganggu jadwalku hari ini?" Donita memandang Helios.Helios tidak segera menjawab. Dia sendiri bingung mau memulai dari mana. Apakah akan baik jika dia membuka persoalan pribadi pada mentornya?"Waktuku tidak banyak, Helios. Aku tidak suka membuang waktu." Donita mendesak. Bukan soal membuang wakfu sebenarnya. Jujur saja
Apa yang Raditya katakan membuat Siska terperangah. Raditya mengira Siska berencana menjodohkan Helios dan Violetta?"Kamu nggak ngerti atau pura-pura o'on?" ujar Raditya sambil nyengir."Violetta ga mungkin sama anak ga jelas Herman. Dia juga sudah punya pacar. Calon suami." Siska mengelak."Jadi kamu sudah setuju Vio nikah sama anak manajer itu? Yakin, hidup Vio akan lebih baik?* Raditya seolah mengejek Siska."Ga bakal aku setuju Vio menikah dengan Ferry. Mau aku taruh di mana mukaku kalau beneran kejadian." Siska menyahut cepat."Kalau Vio nikah sama anak Herman? Jadi istri Tuan Muda? Bukannya itu mantap?" tanya Raditya."Mana bisa? Vio dan Helios itu kan sepupu?" ujar Siska."Sepupu dari mana? Dari Hongkong! Hahaha!!" Raditya tertawa terbahak-bahak. Siska memandang heran pada Raditya. Kelakuan saudara angkatnya masih sama, menyebalkan."Pikir baik-baik. Semua keuntungan yang kita dapat kalau bisa menikahkan anak Herman dengan Vio." Raditya kembali serius."Vio ga mungkin mau pis
Senyum Donita mengembang. Dia menatap dirinya di cermin besar di kamarnya. Kamar yang diterangi lampu temaram itu rasanya tetap benderang. Donita tidak mau menolak lagi, dia memang terpaut pada pesona Tuan Muda Hartawan. Pada awalnya, dia mengira perasaan itu timbul hanya karena tertarik dengan kisah Helios. Tapi makin hari Donita yakin dia memang jatuh hati pada si tampan dan cerdas itu. "Helios, beberapa kali kamu mengganggu aku dalam tidur. Kukira karena aku terlalu fokus untuk menolong dirimu. Sekarang aku, tahu perasaanku lebih dari itu." Donita masih lurus memandang dirinya. Yang dia bayangkan Helios ada di belakangnya, tersenyum manis, tampan dan menawan. "So, aku mentor kamu di kelas, tapi di luar itu, aku adalah wanita yang akan mengejar kamu." Donita kembali tersenyum. Donita menoleh ke meja dan meraih ponsel yang tergeletak di sana. Dia mengirim pesan pada Helios. - thanks a lot kamu percaya padaku. I really appreciate it. Kapan saja kamu perlu, aku akan ada di sisi ka
Hujan. Meskipun tidak deras, tentu saja akan mengganggu acara memancing yang sudab Helios dan Victor rencanakan untuk memberi kejitan buat Herman."Hujan kecil, tidak apa-apa. Sebentar lagi pasti berhenti." Helios mencoba menghibur Herman. Meskipun lebih tepat kalau dibilang dia menghibur juga dirinya sendiri."Setelah sekian lama aku tidak pergi rekreasi, hujan tiba-tiba?" Herman menggeleng kesal."Tuan Besar, percaya sama saya, tidak lama hujan pasti berhenti," kata Hari ikut menimpali. Dia mendukung Helios.Herman menoleh pada Hari. "Memangnya kamu Tuhan, bisa mengubah cuaca?" Victor tertawa kecil mendengar itu. Dia memperhatikan ekspresi Herman dari kaca spion di atasnya. Wajah Herman memerah karena kesal.Helios yang ada di sampingnya merasakan Herman sangat menunggu hari itu. Dia bisa pergi dengan Helios, putranya, untuk bergembira bersama.Dalam hati Helios pun menaikkan doa. "Tuhan, kalau kali ini aku minta, apakah akan Kau dengar?" Ya, Helios merasa ini satu situasi yang tak