Kelas sudah sepi. Tinggal Helios dan Donita yang berhadapan."Oke. Kamu hanya punya waktu tiga puluh menit." Donita menyetujui permintaan Helios."Bisa kita pergi ke suatu tempat? It is not about class. It is personal." Helios menegaskan pembicaraan yang dia perlu lakukan."Well, okay." Donita cukup terkejut dengan permintaan Helios. Tetapi dia tetap berusaha tenang.Mereka meninggalkan akademi. Donita mengajak Helios ke sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari situ. Sebenarnya Donita ada jadwal yang harus dikejar. Tapi sepertinya ajakan Helios ini pun serius.Di kafe yang hanya beberapa pengunjung menjadi tempat nyaman Helios bicara."Silakan. Ada apa sampai kamu mengganggu jadwalku hari ini?" Donita memandang Helios.Helios tidak segera menjawab. Dia sendiri bingung mau memulai dari mana. Apakah akan baik jika dia membuka persoalan pribadi pada mentornya?"Waktuku tidak banyak, Helios. Aku tidak suka membuang waktu." Donita mendesak. Bukan soal membuang wakfu sebenarnya. Jujur saja
Apa yang Raditya katakan membuat Siska terperangah. Raditya mengira Siska berencana menjodohkan Helios dan Violetta?"Kamu nggak ngerti atau pura-pura o'on?" ujar Raditya sambil nyengir."Violetta ga mungkin sama anak ga jelas Herman. Dia juga sudah punya pacar. Calon suami." Siska mengelak."Jadi kamu sudah setuju Vio nikah sama anak manajer itu? Yakin, hidup Vio akan lebih baik?* Raditya seolah mengejek Siska."Ga bakal aku setuju Vio menikah dengan Ferry. Mau aku taruh di mana mukaku kalau beneran kejadian." Siska menyahut cepat."Kalau Vio nikah sama anak Herman? Jadi istri Tuan Muda? Bukannya itu mantap?" tanya Raditya."Mana bisa? Vio dan Helios itu kan sepupu?" ujar Siska."Sepupu dari mana? Dari Hongkong! Hahaha!!" Raditya tertawa terbahak-bahak. Siska memandang heran pada Raditya. Kelakuan saudara angkatnya masih sama, menyebalkan."Pikir baik-baik. Semua keuntungan yang kita dapat kalau bisa menikahkan anak Herman dengan Vio." Raditya kembali serius."Vio ga mungkin mau pis
Senyum Donita mengembang. Dia menatap dirinya di cermin besar di kamarnya. Kamar yang diterangi lampu temaram itu rasanya tetap benderang. Donita tidak mau menolak lagi, dia memang terpaut pada pesona Tuan Muda Hartawan. Pada awalnya, dia mengira perasaan itu timbul hanya karena tertarik dengan kisah Helios. Tapi makin hari Donita yakin dia memang jatuh hati pada si tampan dan cerdas itu. "Helios, beberapa kali kamu mengganggu aku dalam tidur. Kukira karena aku terlalu fokus untuk menolong dirimu. Sekarang aku, tahu perasaanku lebih dari itu." Donita masih lurus memandang dirinya. Yang dia bayangkan Helios ada di belakangnya, tersenyum manis, tampan dan menawan. "So, aku mentor kamu di kelas, tapi di luar itu, aku adalah wanita yang akan mengejar kamu." Donita kembali tersenyum. Donita menoleh ke meja dan meraih ponsel yang tergeletak di sana. Dia mengirim pesan pada Helios. - thanks a lot kamu percaya padaku. I really appreciate it. Kapan saja kamu perlu, aku akan ada di sisi ka
Hujan. Meskipun tidak deras, tentu saja akan mengganggu acara memancing yang sudab Helios dan Victor rencanakan untuk memberi kejitan buat Herman."Hujan kecil, tidak apa-apa. Sebentar lagi pasti berhenti." Helios mencoba menghibur Herman. Meskipun lebih tepat kalau dibilang dia menghibur juga dirinya sendiri."Setelah sekian lama aku tidak pergi rekreasi, hujan tiba-tiba?" Herman menggeleng kesal."Tuan Besar, percaya sama saya, tidak lama hujan pasti berhenti," kata Hari ikut menimpali. Dia mendukung Helios.Herman menoleh pada Hari. "Memangnya kamu Tuhan, bisa mengubah cuaca?" Victor tertawa kecil mendengar itu. Dia memperhatikan ekspresi Herman dari kaca spion di atasnya. Wajah Herman memerah karena kesal.Helios yang ada di sampingnya merasakan Herman sangat menunggu hari itu. Dia bisa pergi dengan Helios, putranya, untuk bergembira bersama.Dalam hati Helios pun menaikkan doa. "Tuhan, kalau kali ini aku minta, apakah akan Kau dengar?" Ya, Helios merasa ini satu situasi yang tak
"Aku sangat kaget melihat mantanmu datang tiba-tiba. Pak Halim benar, dia bisa menjadi ancaman kalau kamu tidak hati-hati." Victor memandang Helios sambil menggeleng keras.Saat itu mereka sudah kembali tiba di rumah. Victor sengaja mengambil waktu berdua dan bicara dengan Helios."Jika dia bisa meyakinkan Tony kalau kamu sebenarnya Ardi, entah apa lagi kehebohan yang akan terjadi." Victor bicara lagi. "Tapi kamu bagus sekali bersikap. Tenang dan tidak terpancing.""Aku belajar menjadi Tuan Muda sejati. Jangan kuatir, Bang." Helios membalas tatapan Victor."Kamu belajar dari mana?" Victor bertanya."Film. Beberapa film, rekomendasi Miss Doni-""Donita tahu?" Victor melotot mendengar itu. "Dia tahu siapa kamu yang sebenarnya?"Gawat kalau benar! Sehebat-hebatnya Donita bisa diandalkan, kisah sebenarnya siapa Helios tidak boleh, tidak akan pernah diberitahu kepada siapapun."Bang, jangan marah dulu. Aku jelaskan." Helios dengan cepat menjawab. Dia tidak mau harus ribut dengan Victor. "
Helios baru selesai sarapan pagi. Dia bersiap akan ke akademi hari itu. Herman sudah lebih dulu berangkat. Hari itu dia ada terapi dan akan mampir ke kantor sebentar. Helios hampir masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba Violetta datang mendekat ke arahnya. Helios urung masuk ke dalam mobil. Dia menunggu Violetta."Hai ..." sapa gadis itu. Tatapannya redup. Helios langsung ingat kejadian semalam. Violetta pulang dengan lesu, seperti sedang marahan dengan Ferry."Are you okay?" tanya Helios."Absolutely not." Violetta menjawab dengan suara tak bersemangat."Ada masalah dengan Ferry?" tanya Helios lagi."Hm-mm." Violetta mengangguk. "Boleh aku bicara denganmu?" "Aku harus berangkat. Aku tidak boleh terlambat." Helios menolak karena harus bergegas ke akademi."Sambil kamu jalan ke akademi. I really need someone to listen. Aku mau meledak," kata Violetta.Helios menatap Violetta lekat-lekat. Wajahnya gadis itu lesu, tidak ceria. Dia hanya mengenakan celana pendek jeans biru terang dan kaos
Pertanyaan Melisa membuat Tony sekian kali kesal dengan gadis itu."Mel, bisa kamu duduk dan tidak usah bertanya yang ga perlu?" ucqp Tony pelan di dekat telinga Melisa."Sayang, aku juga mau kenal teman-teman kamu. Apa itu salah?" Melisa tidak mau mendengar ucapan Tony."Kalau saja aku jomlo, aku pasti mau jadi pacar Helios." Violetta bicara sambil melihat pada Melisa.Melisa menoleh. Violetta sangat cantik. Dengan penampilan apa adanya, dia tetap enak dipandang."Jadi bukan, ya?" Melisa menegaskan."Aku sepupu Helios." Violetta menambahkan informasi."Oh, begitu." Senyum Melisa mengembang.Helios merasa tidak nyaman dengan kedatangan Melisa. Dia tahu seperti apa gadis itu. Keras dengan maunya dan memang tidak mudah mau menerima pendapat orang. Dia akan membujuk hingga yang dia inginkan tercapai.Pesanan mereka datang. Violetta langsung menyerbu makanan yang terhidang di depannya. Gadis itu tampak benar-benar kelaparan. Sedang Melisa, terpaksa menunggu karena Tony tidak menduga dia m
Donita menarik napas dalam. Tak dia kira, secepat itu Victor menyadari kalau ada rasa yang tumbuh di hati Donita untuk Helios. "Vic, aku baru menyadarinya. Tidak ada gunanya aku menghindari kamu. Kamu benar," kata Donita, lebih pelan tapi tetap tegas. "Jadi kamu akan mengejar cinta Tuan Mudaku?" tanya Victor dengan dada berdetak keras. "Apa itu salah?" tanya Donita. "Bagaimana bisa aku mengatakan salah? Tapi kamu tahu aku terus menunggu kamu-" "Jangan tunggu aku, Vic. Kamu akan lelah. Di sekitarmu banyak yang bisa memberi cinta terbaik. Bukan aku," sela Donita. "Kalau aku bisa, dari dulu aku akan lakukan," sahut Victor. "Kenapa harus Tuan Mudaku?" Donita terdiam. Situasi mereka menjadi sangat tidak nyaman. "Aku tidak akan lupa, kamu berulang kali bilang, pria itu harus yang istimewa, Tuhan memberi tanda tertentu, jadi aku tahu, dia memang pria buat kamu. Apa itu Helios?" Victor masih memandang Donita lekat-lekat. Pertanyaan itu seperti membangunkan Donita dari tidur nyenyak h