Bab 003 : Dua Kejadian BeruntunTerry menahan napas saat Meghan kembali melawannya. Napasnya menjadi berat. Emosi yang sudah ia tahan sedari tadi siap lepas kapan saja. Wajahnya memerah dan kepalan tangannya kian menguat, hingga kuku melukai telapak tangannya."Apa?!""Aku tak ingin hidup dengan pria miskin sepertimu! Aku ingin meminta cerai!"Dada Terry terasa di remas mendengar kalimat mengerikan itu keluar dari mulut Meghan. Sendi sendi di tubuhnya seolah lepas menjadi jelly, terlampau terkejut dengan permintaan sang istri. "Apa? Kenapa kau meminta cerai? Bukankah dalam janji pernikahan kalau kau akan-""Pokoknya aku meminta cerai!" Sela Meghan cepat. Ia berjalan ke arah laci yang berada di sisi tempat tidur dan mengambil sesuatu dari sana. Sebuah kertas perceraian. "Tanda tangani ini. Dengan begitu aku bisa lepas darimu!" Meghan melempar kertas perceraian itu ke wajah Terry, begitu juga dengan pena nya.Terry memungut kertas itu dengan perasaan kecewa. Tangannya bergetar saat m
Bab 004 : Ben Clayton"Matthias brengsek!" Terry menggeram dan mengumpat dengan suara rendah. Tangannya kembali mengepal dengan kuat. Kuku miliknya kembali menancap di telapak tangannya, ditempat yang sama, membuat luka itu semakin dalam.Pria itu memalingkan wajahnya ke arah lain, berusaha untuk terlihat kuat di hadapan Jake. Akan tetapi, Jake melihat semua itu. Ia juga marah pada orang yang berkuasa di atas sana. Namun ia tak bisa membantu apapun."Maaf, aku tak bisa mencegah bos kita untuk memecat mu," Jake berkata dengan nada bersalah. Ia menepuk nepuk punggung Terry, berharap bisa menghibur pria itu.Terry menolehkan kepalanya ke arah Jake. Kemudian menyunggingkan senyuman tipis sebagai respon. "Terima kasih sudah menghibur dan memberitahuku fakta ini,"Keduanya terdiam lagi. Kebetulan, tak ada siapapun di ruangan itu selain mereka berdua. Suasana begitu canggung dan aneh. Jake sendiri kebingungan harus berkata apa untuk mencairkan suasana.Terry sedang berpikir. Sejauh apa keku
bab 005 : jebakan "Eh? Bagaimana kau bisa tahu?"Terry membulatkan matanya menyadari perkataannya. Ia keceplosan Jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya. Wajahnya terlihat pucat, lebih dari sebelumnya. Tubuhnya membeku selama beberapa detik. Selain itu, keringat sebesar biji jagung mulai mengalir dari pelipisnya. Terry menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Matanya bergerak gelisah dengan ekspresi wajah panik. Astaga, apa yang ia katakan pada pria asing itu?Terry memalingkan wajahnya ke arah lain dengan telinga memerah, merasa malu pada dirinya sendiri yang bertindak ceroboh. "Maaf, aku salah bicara."Ben tersenyum tipis, lalu menatap Terry dengan tatapan menyelidik. "Benarkah?""Ya," Terry menjawab singkat karena tak ingin beradu argumen lebih lama."Wah, sayang sekali." Ben terdengar kecewa. Suaranya terdengar jauh lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya. "Padahal aku sedang mencari putra bungsu keluarga Walter. Aku kira kau adalah orangnya. Ternyata bukan y
bab 006 : Target Seorang pria berambut pirang melangkah dengan langkah lebar di sebuah lorong kantor. Ia mengenakan setelan serba hitam, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Yang paling mencolok darinya adalah, ia memiliki mata berwarna amber dengan anting panjang sebahu dengan ujung berbentuk tanda X. Di tangannya, terdapat sebuah berkas yang berisi beberapa dokumen penting.Pria itu tak berjalan sendirian. Ia ditemani oleh dua orang yang berpenampilan sama sepertinya. Bedanya, kedua pria itu memiliki pistol yang terletak di kaki kiri mereka. Wajah kedua pria yang di kenali sebagai bodyguard itu terlihat datar.Begitu berada di depan pintu, pria berambut pirang itu segera masuk tanpa perlu mengetuknya terlebih dahulu. "Tuan Daniel kita sudah mendapatkan target,"Pria lain berambut platina yang bernama Daniel memutar kursinya. Yang tadinya menghadap jendela menuju ke lawan bicara yang ada di depannya. Daniel mengenakan setelan berwarna navy. Tangannya terlipat di depan dada dengan
bab 007 : Keluarga Trainor (1) Ben keluar dari kamar mandi setelah urusannya dengan Steve selesai. Ia melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukan pukul 8.15. pm. Itu artinya Steve meneleponnya selama satu jam!Ben segera berlari ke arah mejanya, takut Terry meninggalkannya. Terlebih, ia belum bisa dekat dan menyakinkan pria itu dan membawanya pulang ke keluarga Walter.Jika hal ini terjadi, maka misi yang sedang ia jalankan akan gagal. Dan ia terpaksa mendapatkan konsekuensi yang mengerikan dari tuan Walter. Terlebih, keluarga itu memiliki kelemahannya.Begitu sampai di mejanya, Ben bernapas lega saat melihat Terry yang masih duduk disana. Dengan dua gelas jus dan satu cangkir kopi yang terlihat kosong."Ah, syukurlah kau masih ada disini,"Terry mendelik ke arah Ben. Tangannya terlipat di atas dada dengan rahang mengetat. "Kenapa lama sekali?""Ada beberapa hal yang harus aku urus dengan rekan kerjaku." Ben berkata dengan nada ramah. Ia du
bab 008 : Keluarga Trainor (2)"Oh, Madam Yessa," Terry menyapa dengan sopan ibu Meghan yang baru saja keluar dari kamar pribadinya. Wanita paruh baya itu mengenakan pakaian mewah dengan warna merah menyala."Selamat malam. Maafkan saya jika kedatangan saya mengganggu anda,"Yessa mengalihkan tatapannya ke arah Terry. Bibirnya tertarik keatas, membentuk senyuman sinis. Tatapan tajam dan merendahkan itu ia layangkan pada Terry yang saat ini mencoba mempertahankan senyumannya."Kalau kau tahu kedatanganmu menggangguku, kenapa malah tetap kemari?" Yessa bertanya dengan nada sarkas.Tangannya yang penuh dengan gelang emas terlipat di depan dada. Seolah ingin menunjukan aset apa saja yang ia punya. Seingat Terry, Yessa tak memiliki perhiasan. Lalu darimana semua perhiasan itu?Terry terdiam sesaat, mencoba mencari alasan yang sekiranya bisa membuat ibu mertuanya menerima kedatangannya. "Saya kemari ingin mengunjungi anda.""Hanya mengunjungiku?" Tanya Yessa lagi. "Kau yakin niatmu hanya
bab 009 : Anggota Keluarga Setelah mengantar Terry pulang ke apartemennya, Ben melajukan mobilnya ke arah markasnya. Ia mengemudikan mobil miliknya dengan kecepatan sedang. Tak sampai 10 menit, Ben sampai di sebuah hutan yang letaknya jauh dengan pemukiman penduduk. Ia menyimpan mobil Porche kesayangannya di salah satu tempat yang sudah ia tandai, mengingat mobil tak akan masuk ke dalam jalan setapak yang akan ia lalui."Hah, kadang aku malas untuk datang ke markas karena aksesnya yang sangat buruk," gerutu Ben. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menyalakan lampu senter sebagai sumber penerangan, lalu mulai berjalan menuju jalan setapak yang membentang sekitar 200 meter ke depan.Begitu sampai di sebuah bangunan tua, Ben masuk ke dalamnya tanpa permisi. Ia melepaskan sepatunya dan menaruhnya di rak samping pintu. Isi dari bangunan itu sangat berbeda dengan luarnya."Kau datang terlambat dari jam perjanjian kita," komentar seseorang yang saat ini tengah fokus pada komput
bab 010 : Teman lama?"Siapa kau?""Aku?"Pria berambut pirang dengan mata amber itu menunjuk dirinya sendiri. Matanya membulat selama beberapa saat, sebelum akhirnya menyunggingkan senyuman lebar yang penuh makna."Aku ini salah satu temanmu saat kita masih SD. Apa kau sudah lupa denganku?"Terry mengerutkan keningnya. Ia berpikir sejenak sembari mengingat pria yang berada di hadapannya ini. Jujur saja, Terry kesulitan mengingat wajah orang, apalagi jika sudah lama tak bertemu.Selain itu, matanya memindai penampilan pria itu. Rambut pirang, mata amber, anting panjang sebahu dengan tanda x di ujungnya, lalu setelan hitam yang nampak mahal dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pria ini berasal dari kalangan atas."Maaf, aku tak mengingatmu. Kau mungkin salah orang,"Pria bermata amber itu mendengkus kesal, lalu berjalan ke arah Terry dan mengalungkan tangannya di bahu pria itu."Aku Kai. Teman sebangku mu sebelum aku pindah ke Jerman mengikuti ayahku." Pria itu memperkenalkan dirinya d