Jono diam, ia memang sedang kesal karena ayahnya membahas soal pernikahan. Masalah ibunya memang bukan salah ayahnya sepenuhnya, tapi biar saja ayahnya merasa disalahkan sekarang ini.
"Ibumu, apa yang kau dapatkan?" lanjut Jovan kemudian."Tidak banyak, dia ada di Jakarta ini, tapi mungkin tidak baik-baik saja."Tangan Jovan mulai gemetaran mendengar kabar istrinya tidak baik-baik saja. Ia takut wanita itu lebih menderita lagi."Itu semua salahku, seharusnya aku bisa melakukan sesuatu untuk membawanya jauh dan tidak ditemukan.""Ayah, masa lalu tidak lagi penting saat ini. Bagaimanapun caranya aku pasti akan menemukan ibu, ayah tidak usah berpikiran semacam itu dan menyalahkan diri sendiri."Sejumput air bening menyembul di sudut mata yang mulai kentara garis keriputnya, hati Jono menjadi sesak melihat ayahnya bersedih.Ia mulai menyesal sekarang, hati ayahnya yang selembut sutra menjadi luapan kekesalannya tadi."AJono merenungi ucapan Hanah.'Manusia memang bisa cepat berubah,' batinnya. Tapi Laila adalah gadis baik yang selama ini dikenalnya, mana mungkin melakukan sesuatu yang tidak bermoral?"Dimana aku bisa menemuinya dalam keadaan seperti itu? Seperti yang kamu katakan?""Itu mudah. Dia selalu ada di klub Fantasia, bahkan banyak seusia Laila yang lebih cantik dan aduhai di sana. Kenapa? Kau penasaran?"Jono gugup. Penasaran? Tentu, tapi bukan karena mau melakukan perbuatan amoral. Akan tetapi ia butuh menolong Laila jika diperlukan.Tidak seharusnya Laila berada di tempat seperti itu.Ia mulai terluka mendengar kisah ini, ia tidak bisa menerimanya!"Jonathan, apakah kau mau menemui Laila di klub Fantasia?"Jono terkejut, bukan urusan Hanah bagaimana ia menemui Laila."Tidak, tentu saja tidak. Bukankah itu tempat terkutuk? Aku bukan penggemar sebuah klub yang tidak berguna."Hanah terkekeh, ia berpikir Jono
Hanah mematut dirinya di cermin. Iapun melepaskan dua giwang yang berderet di telinga kanan kirinya. Ia akan merubah sedikit penampilan urakan dan tomboi nya dengan penampilan yang lebih feminim."Kalau rumor itu benar, artinya aku masih memiliki kesempatan untuk mendekati dia," lirihnya berbicara dengan dirinya sendiri di cermin.Ada salah seorang temannya mengatakan bahwa Jono adalah seorang duda. Jadi tidak benar Jono adalah seorang pria yang beristri.Hanah juga merapikan potongan rambutnya lalu memoles sedikit lipstik berwarna jambu di bibir tipisnya.Saat melihat ayahnya masuk, ia mengembangkan senyum pada ayahnya."Hanah, ayah harus pergi, bisakah kau menemui Tante Bianca sendirian?"Hanah langsung cemberut, ia tahu hal itu harus membuatnya bertemu dengan Leo si bodyguard es itu lagi."Ayah, Tante Bianca selalu memintaku mengobrol dengan Leo, padahal ayah tahu Leo seperti apa?"Jovan tertawa lebar. Sebena
Jovan yakin Jono telah salah faham dengan foto para gadis itu.Putranya terlihat sangat cemburu, berpikir bahwa perasaannya terhadap ibunya adalah kepalsuan."Ini adalah bukti bahwa ayah memang tidak mencintai ibu. Kenapa ayah melakukannya? Seharusnya ayah tidak perlu berpura-pura seolah menjadi suami yang setia?""Duduklah, dan tenangkan dirimu. Itu semua bukan untuk ayah."Meskipun sangat kesal Jono menurut, iapun duduk di hadapan ayahnya."Baik, jelaskan!" katanya tegas, membuat Jovan tersenyum geli."Foto-foto itu... Sebenarnya ayah berpikir untuk menikahkan kamu dengan salah satu diantara mereka. Akan tetapi kamu menolak tawaran ayah untuk menikah dengan salah satu diantaranya," kata Jovan kemudian.Jono langsung menegang, "Menikah? Perjodohan?"Jovan mengangguk. "Teman-teman ayah memiliki beberapa kenalan dan mereka merekomendasikan ayah gadis-gadis ini."Jono menggaruk kepalanya. Memang benar tempo ha
"Maafkan aku, aku sungguh tidak sedang mengusirmu.""Tenang saja, aku tahu kau pasti tidak enak karena bersama seorang gadis di hadapan ayahmu. Itu lumrah, apalagi jika itu adalah istrimu, pasti mereka akan salah faham."Mendengar itu Jono hanya tersenyum kecut. Istri adalah hal yang paling mengguncang perasaannya. Kalau perlu ia akan membalas wanita itu dengan mendapatkan wanita yang lebih cantik dan sempurna.Hanah memasuki mobilnya dan melaju pergi meninggalkan apartemen Jono.Sementara itu Jovan baru saja menikung masuk ke dalam pelataran apartemen."Nyaris saja...," gumam Jono karena kepergian Hanah yang tidak berselang lama dengan kedatangan ayahnya."Kenapa ada di luar?" tanya Jovan saat turun dari mobilnya. "Aku melihat ada mobil baru keluar dari sini, apa dia teman wanitamu?""Ah, hanya teman kuliah, ada tugas kelompok dan baru saja selesai.""Kenapa nggak tunggu ayah? Kita bisa makan malam bersama."
Jovan menggelengkan kepalanya tak percaya dengan pilihan Jono.Diantara empat gadis itu, Laila adalah yang terburuk."Kenapa ayah? Ayah tidak menyukainya? Kalau ayah tidak suka, lupakan saja soal pernikahan.""Tunggu, ayah cuma penasaran kenapa kamu memilihnya. Dia adalah gadis yang paling kampungan dan juga sangat miskin, ayah tidak menyangka."Jono pun tak mengerti. Bahkan rumor yang ia dengar dari Hanah cukup menjijikkan. Lalu kenapa dia justru memilih Laila? Bagaimana kalau Laila lebih buruk dari Winda?"Ayah, ini adalah kesepakatan. Ayah cuma ingin aku menikah dan melahirkan seorang anak, apa itu tidak cukup?""Seharusnya kau menikahi wanita yang kau cintai, itu yang ayah harapkan.""Kalau begitu, lupakan saja pernikahan. Selesai."Jovan mendesah. Ia sangat takut kalau Jono sampai tidak menikah dan ia tidak punya harapan memiliki cucu. Bagus juga kalaupun Jono tidak mencintai gadis itu, tapi tetap bisa punya ket
"Jonathan... rasanya tidak asing dengan nama ini, tapi siapa ya?" gumamnya."Kenapa? Kau mengenalnya?" tanya Bi Muna kemudian."Ah enggak, Bi. Ada banyak nama Jonathan, tapi aku yakin bukan teman kuliahku."Bi Muna hanya mengangguk. Setidaknya ia senang Laila terlihat setuju dan tidak lagi menolak mentah-mentah.Sementara itu Laila teringat dengan cerita beberapa temannya soal seorang pelanggan yang bernama Jonathan. Pria itu jelas mencarinya karena meminta pelayanan darinya secara khusus.Tentu saja pria itu tidak bisa memesan pelayanan khusus darinya karena ia bukan gadis teraphis yang melayani sembarangan pelanggan.Dia hanya melayani keluarga pemilik panti tersebut tanpa pekerjaan tambahan seperti gadis yang lain."Mungkinkah Jonathan itu?" lirihnya bertanya-tanya. "Ah semoga saja bukan. Sebab, pasti bukan pria yang baik jika dia suka dilayani gadis panti pijat di Fantasia."###Di kampus, Hanah sud
Kedua pria itu tentu saja sangat gugup dengan pertanyaan Laila."Nona, kami hanya menyampaikan perintah, kami tidak mengerti apa yang terjadi. Tuan Jonathan hanya memerintahkan untuk menyampaikan kepada Anda, dan mendapatkan tanda tangan, itu saja."Laila terdiam. Sudah sejauh ini, ini adalah kesalahannya sendiri yang terlalu terobsesi dengan uang. Bukankah begitu?"Jadi pernikahan ini adalah kepalsuan, Bi Muna. Seperti yang bibi Muna lihat sendiri, pernikahan ini hanya selembar kertas yang harus aku terima tanpa hak untukku, bukankah begitu, Bibi?" katanya pada wanita yang menunduk membuat wanita itu semakin merasa bersalah. "Jangan kuatir, Bibi, aku bisa melakukan apapun, aku hanya menikah dan berteman dengan seorang lelaki, selama uang itu bisa menyelamatkan nyawa seseorang, ini bukan apa-apa bagiku."Laila mengambil pena dan menandatangani surat di tangannya, meskipun hatinya sangat perih ia akan menerima saja selama mendapatkan uang!
Iris mata Jono melebar, melihat pemandangan indah di matanya. Ia juga menikmati momen bagaimana Laila sangat terkejut. 'Seharusnya ini lebih baik daripada bekerja di panti pijat, kau hanya memijat tubuhku saja, aku membayarmu cukup mahal,' batin Jono menatap kesal gadis yang pernah menolongnya itu.Ia kecewa, ia berpikir Laila gadis baik-baik, tapi bukankah dia tidak jauh berbeda dengan Winda?'Ah ya, rahasia hidupku ada di tanganmu, sepertinya kita impas,' kata hati Jono bermonolog."Pak Jono ... ehem ... Pak Jonathan...""Panggil aku Jonathan, kau terkesan seperti anakku? Itu keterlaluan."Laila menggigit bibirnya.Pria ini hadir tiba-tiba di dalam hidupnya, dengan nama berbeda dan sikap yang berbeda.Dia dulu adalah lelaki buta yang dikhianati istrinya. Dulu adalah tuannya yang selalu butuh uluran tangannya, tapi sekarang..."Sa-saya... tidak menyangka...""Berikan jemarimu, kamu sudah tida