Katerine dan Angelina ditemani oleh pengawal, menuju ke ruangan khusus pertemuan.
Wajah Katerine dan Angelina langsung memerah ketika melihat dua sosok yang membuat hidupnya menderita.
Sedangkan Rose dan Frankie yang mondar-mandir, baru menyadari kehadiran seorang ibu dan anak yang mematung di depan pintu dengan tatapan mata berkilat iblis.
“Hai Kate,” Frankie langsung menyapa dengan senyuman sinis. “kemarilah! Dan kau juga Angel, anakku. Kemarilah, peluklah Papa.” Frankie merentangkan kedua tangan.
Katerine dan Angelina semakin emosi. Wajahnya memerah dengan napas memburu dan siap meledakkan amarahnya.
“Jangan sebut nama itu, bajingan!” Katerine yang tadinya selalu mengingatkan Angelina agar menahan emosi, kini justru ia menghampiri Frankie dengan tatapan penuh kebencian dan dendam karena mantan suaminya menyebut nama Kate. Nama itu adalah nama panggilan kesayangan Frankie pada Katerine sewaktu masih
Frankie tidak sadar dengan apa yang diucapkan. Secara tak langsung, ia sudah membocorkan rahasia siasat liciknya untuk terbebas dari penjara melalui bantuan Levon. Meski tidak diucapkan secara gamblang, itu bisa saja membuat Katerina dan Angelina curiga dan mungkin saja akan melapor pada Tuan Leo.Rose pun baru tersadar jika ucapan Frangkie bisa menggagalkan rencana untuk keluar dari cengkeraman Tuan Leo.“Maksudnya Levonku akan menghubungi pengacara kepercayaan kami. Kami sangat yakin, kami tidak akan mendapatkan hukuman mati,” ucap Rose dengan penuh kepercayaan tinggi sambil menginjak pelan kaki Frankie. Rose tak ingin Katerine dan Angelina curiga dengan ucapan Papanya.Frankie juga tersadar sudah melakukan kesalahan setelah mendengar penjelasan Rose.“Ya benar, menantuku sekarang pasti sudah bertemu dengan pengacara handal kepercayaan kami.” Frankie menyambung dengan senyuman seringai agar Katerine dan Angelina percaya dengan uc
Hakim Agung sudah memutuskan hukuman mati untuk Frankie dan Rose akan dilaksanakan besok jam dua belas. Kepolisian setempat juga sudah mendapat perintah tertulis dari kejaksaan, sehingga saat ini juga mereka mempersiapkan segalanya yang berhubungan dengan hukuman mati. Di luar media-media dengan cepat mengetahui berita ini dan mulai meliput pelaksanaan hukuman mati yang dinilai sangat mendadak. Bahkan ada sebagian politikus memanfaatkan momen ini untuk menyerang Presiden Amerika lewat media sosial pribadinya. Apalagi pemilihan presiden baru akan dilaksanakan enam bulan lagi. Tentu ini dijadikan senjata oleh lawan politiknya agar Weston tidak memimpin Amerika untuk kedua kalinya. Namun, Weston hanya menanggapi santai serangan politik yang dialamatkan padanya. Bahkan dalam batinnya, ia akan melaksanakan hukuman kematian hari ini juga jika mendapat perintah dari Tuan Leo. Ketika Weston iseng keluar dari gedung kejagung, wartawan langsung menyerbunya dengan banya
Deg! Jantung Frankie dan Rose seakan berhenti. Bahkan tubuh mereka ambruk bersamaan duduk di lantai. Tubuhnya seolah tak bertenaga setelah mengetahui fakta yang bagai mimpi buruk untuk mereka. Dalam keadaan duduk di lantai, Rose mendongak dan menatap pada Tuan Leo. Lalu ia berpegangan ke kursi dan memaksakan berdiri dengan tubuh bergetar, “Tu-an Leo itu mustahil. Itu sudah menyalahi aturan hukum Negara. Tuan jangan seenaknya sendiri memutuskan sepihak.”Rose mengucapkan dengan suara bergetar dan napas tersengal-sengal. Frankie yang duduk dibawah ikut menambahkan, “Ber-sik-aplah, a-adil, Tuan.” Suara Frankie sangat dalam dan kacau, bahkan nyaris tidak jelas sama sekali. Levon tersenyum miring, “penjahat seperti kalian tidak perlu diberikan kesempatan menatap dunia. Bahkan seharusnya kalian sudah mati dari dulu.” “Waktunya telah tiba, Frankie. Tuhan telah menghukummu dan anakmu. Ini balasan bagi manusia berhati iblis seperti kalian,” Katerine menambahkan
Malam penuh tangis dan derita, Frankie dan Rose ditempatkan di dalam sel yang berbeda. Mereka terlihat begitu sangat menyedihkan dan terlihat seperti orang gila.“Hahaha aku wanita cantik dan cerdas. Tidak ada yang bisa mengalahkanku. Semenjak kecil aku selalu menang, dan hati ini pun juga aku pasti menang. Aku benci kekalahan!” Ucap Rose dengan suara yang sangat kacau. Ia tertawa terbahak-bahak meski air terus mengalir dari sudut matanya.Di detik selanjutnya ia menangis histeris sambil menjambak rambutnya sendiri, tetapi itu tak bertahan lama. Tawanya kembali menggelegar, “Hahaha siapa yang lebih cerdas dariku? Katakan ... hahaha mengapa kalian diam? Ayo katakan.”Di luar sel, petugas lapas menertawakan Rose, “Dia belum menerima kenyataan kalau dirinya sudah tamat.”“Itu akibatnya jika berani melawan Tuan Leo. Penjahat seperti mereka seharusnya dihukum mati dari dulu,” timpal petugas lapas lain
“Sekarang kau boleh keluar.” Tuan Leo mengulang kalimatnya kembali, seketika Rose langsung membelalak sempurna menatap Sang Tuan.“Sungguh, Tuan? Tuan mau membebaskan saya? Hukuman mati itu dibatalkan?” Rose mencecar banyak pertanyaan dengan wajah kegirangan.Tuan Leo hanya menjawab dengan senyuman. Rose pun mengartikan bahwa senyuman itu adalah isyarat bahwa dirinya dibebaskan dari hukuman mati.“Terima kasih, Tuan. Terima kasih banyak.” Rose senang bukan main kepalang. Yang tadinya ia terlihat pucat sekali, kini senyuman mulai terbit kembali. Bahkan dirinya meloncat-loncat kegirangan sampai terjatuh karena keseimbangan tubuhnya tak terjaga. Ia besikap seperti anak kecil, melupakan jati dirinya sebagai wanita yang sangat licik.Rose segera berdiri kembali dengan semangat. Ia seperti mendapat energi tambahan, meski pada kenyataannya ia terjatuh karena tubuhnya melemah akibat tidak makan dari kemarin.“Sekal
“Kurang enam jam lagi,” ucap Tuan Leo tersenyum miring sambil melirik jam dinding yang ada di ruangan khsusus pertemuan. “Persiapkan diri kalian untuk menerima hukuman mati.”Tubuh Frankie dan Rose perlahan merosot, untung saja sandaran kursi cukup kuat menahan tubuh mereka yang seperti akan ambruk. Tatapannya kosong, air mata mereka mulai meluruh dan mengalir di kedua pipi.“Untuk apa Tuan memberikan kami makan jika kami tetap dihukum mati?” tanya Rose. Suaranya lemas dengan air mata yang semakin mengucur dari kedua sudut matanya, sedangkan Frankie semakin pergi ke alam bawah sadar.Tuan Leo tersenyum miring “Agar kalian lebih siap menjalani hukuman kematian!”“Jadi katakan apa permintaan terakhir kalian? ... kalian tidak punya banyak waktu lagi. Dan aku sudah menghubungi seseorang untuk mengurus sisa harta kalian. Jadi kalian tenang saja, harta kalian akan diwariskan kepada orang yang kalian ma
Setelah memutus sambungan dengan seseorang itu, jari-jemari Rose dengan cepat mengetik sebuah pesan.'Tolong bantu selamatkan aku dari hukuman kematian. Lakukan berbagai cara agar aku bebas, minimal hukuman ini ditunda. Tolong bergerak cepat. Waktuku tidak lama lagi. Dan jangan balas pesanku ini, ponselku akan diberikan lagi pada Tuan Leo,' tulis Rose dengan sedikit gemetar. Ia mengirim pesan kepada beberapa orang yang ada di kontaknya. Lalu, Rose langsung menghapus pesan itu.“Semoga mereka bisa menyelamatkan,” batin Rose berkata sambil menghebus napas kasar. Lalu ia menoleh ke samping, melihat Frankie yang terlihat tidak punya harapan untuk hidup.Di titik ini, Tuan Leo masuk kembali ke ruangan khusus pertemuan. Rose spontan mengulas senyum paksa.“Bagaimana? Sudah selesai?” tanya Tuan Leo sambil menarik kursi.“Sudah, Tuan. Terima kasih,” jawab Rose mengangguk sambil menyerahkan ponsel pada Tuan Leo.Tu
Rose dan Frankie mematung dengan wajah menegang. Lidahnya mengaga, tetapi tak mampu mengeluarkan satu suarapun. Hanya hembusan napas dan detakan jantung yang terdengar begitu jelas. Mereka bisu setelah mengetahui fakta yang bagai mimpi buruk untuk hidup mereka.Rose dan Frankie tidak menyangka bahwa selama ini orang yang dianggapnya bodoh adalah orang terhebat di dunia. Levon adalah Tuan Leo yang menyamar sebagai cleaning service di perusahaannya sendiri. Tidak ada yang menduga bahwa pemilik perusahaan Leo Group selama ini adalah seseorang yang yang dekat dengan semua orang. Dia adalah Levon, si cleaning service yang sering dihina dan direndahkan.“Rose? Papa? Ada apa dengan kalian? Mengapa kalian memanggilku lagi? Padahal aku belum membunuh Tuan Leo.” Levon berpura-pura sangat khawatir. Ia memasang wajah konyol dan bodoh seperti biasanya.Tubuh Rose dan Frankie bergetar dengan hebat. Bahkan meja di hadapannya sedikit bergetar akibat kedua tangan mer
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me