Beranda / Fantasi / Sang Pendekar / 2. Sahabat Baru Erlangga

Share

2. Sahabat Baru Erlangga

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-19 22:40:54

Erlangga tersenyum dan menoleh ke arah pendekar berjanggut tebal itu. "Aku diajarkan oleh ayahku, untuk selalu menolong orang yang sedang kesusahan," ujar Erlangga.

Anggadita tampak kagum dengan budi pekerti yang ditunjukkan oleh pendekar muda itu.

Anggadita tersenyum dan langsung memeluk tubuh Erlangga seraya berkata lirih,"Hari ini, aku sudah menemukan pendekar muda sejati," desisnya.

Setelah itu, Anggadita langsung mengajak Erlangga untuk singgah di gubuknya, sebelum Erlangga melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Kumbang Hitam yang ada di puncak bukit tersebut.

"Di hutan ini aku sudah membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggalku. Sebaiknya kau ikut denganku!"

Dengan senang hati, Erlangga pun mengikuti ajakan pendekar setengah baya itu. "Baiklah, aku akan beristirahat sejenak di gubukmu," kata Erlangga ambil tersenyum lebar.

Erlangga langsung membantu Anggadita bangkit. Setelah itu, mereka langsung melangkah ke arah selatan dari tempat tersebut, menuju ke sebuah gubuk yang menjadi tempat tinggal Anggadita selama berada di hutan itu.

"Ini tempat tinggalmu, Ki Sanak?" tanya Erlangga setelah tiba di depan gubuk kecil yang berdiri kokoh di tengah hutan belantara.

"Iya, Pendekar. Mari kita istirahat!" jawab Anggadita.

Erlangga hanya mengangguk dan langsung berjalan mengikuti langkah Anggadita menuju beranda gubuk tersebut.

"Silakan duduk, Pendekar!" kata Anggadita.

"Terima kasih, Ki Sanak," ucap Erlangga langsung duduk, "Ki Sanak istirahat saja dulu!" sambungnya.

Anggadita hanya mengangguk pelan, dia masih dalam kondisi lemah dan masih meringis-ringis menahan rasa sakit akibat terkena pukulan Erlangga. Pukulan keras dari Erlangga menyebabkan Anggadita mengalami luka dalam yang lumayan parah.

"Sepertinya, Ki Sanak masih merasa kesakitan?" tanya Erlangga meluruskan pandangannya ke wajah Anggadita.

"Iya, Pendekar. Tapi, tidak terlalu sakit."

 "Aku pastikan esok pagi Ki Sanak sudah pulih. Aku mohon maaf sudah melukai Ki Sanak," kata Erlangga lirih.

"Aku percaya dengan ilmu pengobatan yang kau miliki," ujar Anggadita tersenyum menatap wajah Erlangga.

Setelah itu, Anggadita meminta kepada Erlangga agar memasak singkong yang sudah tersedia di gubuknya. Sebagai persiapan untuk makan mereka.

"Ada singkong dan beberapa sisir pisang, sebaiknya kau masak saja pendekar. Dadaku masih sakit," kata Anggadita lirih.

"Ya sudah, Ki Sanak istirahat saja. Aku akan memasak air dan juga merebus singkong dan pisang!" jawab Erlangga bangkit dari duduknya. Kemudian, ia langsung mencari kayu bakar yang ada di sekitar gubuk tersebut.

Anggadita merebahkan tubuh di atas bebalean sembari menahan rasa sakit di bagian dadanya.

"Pendekar itu ternyata mempunyai kesaktian tinggi, aku tak kuasa menandingi kesaktiannya," bisik Anggadita berdecak kagum dan ia merasa dirinya tidak ada artinya di hadapan Erlangga. 

****

Keesokan harinya ....

Erlangga sudah melakukan latihan di halaman gubuk. Anggadita tampak kagum melihat gerakan-gerakan yang diperagakan oleh Erlangga dalam mengolah ilmu kanuragannya.

"Ilmu bela dirimu hebat, Erlangga," teriak Anggadita yang sudah terlihat pulih.

Erlangga menghentikan gerakkannya, kemudian meloncat tinggi dan mendarat dengan sempurna di hadapan pendekar setengah baya itu.

"Ki Sanak sudah pulih?" tanya Erlangga mengusap peluh di wajah dengan menggunakan sehelai kain.

Anggadita tersenyum, lalu menjawab lirih pertanyaan Erlangga, "Dari semalam rasa sakit di bagian dadaku ini sudah tidak terasa lagi. Terima kasih, Pendekar."

"Syukurlah kalau memang seperti itu. Nanti siang aku akan melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Kumbang Hitam." Erlangga langsung duduk di sebelah Anggadita.

"Aku ikut, Pendekar!" kata Anggadita meluruskan pandangannya ke wajah Erlangga.

Erlangga tersenyum, lalu menganggukkan kepala tanda setuju dengan permintaan Anggadita yang ingin ikut bersamanya menuju Padepokan Kumbang Hitam.

Anggadita tampak semringah dan merasa senang, karena Erlangga tidak keberatan jika dirinya ikut.

"Terima kasih, Pendekar," ucap Anggadita tersenyum-senyum.

Sebelum berangkat ke padepokan yang mereka tuju, kedua pendekar itu melakukan perburuan terlebih dahulu di sekitaran hutan yang tidak jauh dari gubuk itu.

Anggadita memburu rusa dengan menggunakan tombak seperti yang sering dia lakukan dalam kesehariannya selama tinggal di hutan tersebut. Dia sangat mahir dalam melakukan perburuan, begitu juga dengan Erlangga, hingga mereka mendapatkan dua ekor rusa hanya dalam waktu sekejap saja.

"Ayo, kita pulang!" ajak Anggadita sembari menenteng dua ekor rusa berukuran sedang hasil buruannya itu.

"Biarkan aku yang membawanya!" pinta Erlangga.

Anggadita langsung menyerahkan dua ekor hasil buruannya itu kepada Erlangga, kemudian mereka langsung melangkah menuju ke arah gubuk yang jaraknya tidak jauh dari tempat mereka berburu.

Baru beberapa langkah saja, kedua pendekar itu dikagetkan dengan munculnya seekor harimau buas berukuran besar. Secara tiba-tiba, harimau itu keluar dari semak belukar dan langsung menghadang perjalanan Erlangga dan Anggadita.

Anggadita sudah melakukan ancang-ancang, bersiap untuk menyerang seekor harimau berukuran besar itu.

"Tahan, Ki Sanak!" cegah Erlangga, "biarkan aku yang menghadapinya!" sambungnya meletakkan dua ekor rusa hasil buruannya di atas tanah.

Erlangga sudah paham dalam mengahadapi binatang buas di hutan belantara. Karena sedari kecil, ia sudah terlatih dan sudah bisa beradaptasi dengan berbagai jenis binatang buas yang ada di hutan termasuk dengan harimau.

Harimau tersebut menggeliat, dia mengangkat kepalanya dan juga menunjukkan taringnya yang tajam, lalu mengaum. Tampak jelas bahwa harimau tersebut sedang dalam kondisi lapar.

"Hati-hati, Erlangga!" teriak Anggadita tampak khawatir dan cemas melihat Erlangga sudah berhadap-hadapan dengan binatang paling ditakuti itu.

Entah apa yang dilakukan oleh Erlangga saat itu, ia mulai melakukan interaksi dengan harimau tersebut.

Sikap Erlangga membuat Anggadita tercengang dan terheran-heran. Anggadita pun kagum dengan kemampuan yang dimiliki oleh Erlangga, karena bisa berkomunikasi dengan seekor binatang buas.

"Aku harap kau pergi dan jangan menghadang perjalananku!" pinta Erlangga berbicara kepada harimau tersebut.

Erlangga sedikit merunduk, kemudian meraih seekor rusa yang baru saja ia dapatkan dari hasil buruannya bersama Anggadita. Kemudian melempar seekor rusa yang sudah mati itu ke arah harimau tersebut.

Sontak harimau itu langsung menyambarnya dan membawa lari rusa tersebut masuk kembali ke dalam semak belukar.

"Ya ampun, kenapa rusa itu kau berikan kepada harimau itu?" tanya Anggadita melangkah menghampiri Erlangga.

Anggadita bingung dengan keputusan Erlangga yang sudah memberikan hasil buruannya itu kepada sang Harimau.

"Jatah kita hanya satu untuk hari ini, itu sudah cukup. Jangan melawan kodrat, Dewata akan murka!" ujar Erlangga meraih satu ekor rusa yang tersisa, kemudian melanjutkan perjalanan menuju gubuk tempat tinggal Anggadita.

Anggadita hanya geleng-geleng kepala saja, dia tidak banyak bicara lagi dan langsung berjalan mengikuti langkah Erlangga.

"Kepada binatang saja sudah baik, apalagi kepada manusia," desis Anggadita berdecak kagum melihat sikap baik yang ditunjukkan oleh Erlangga.

Setibanya di gubuk, mereka langsung membersihkan rusa tersebut dengan cara disembelih terlebih dahulu kemudian dicuci bersih dan langsung mereka panggang guling di atas bara api di samping gubuk.

Setelah rusa tersebut matang, mereka langsung makan bersama. Anggadita tampak lahap dan menikmati empuknya daging rusa hasil buruannya.

Tanpa ia sengaja tangannya menyentuh sebilah pedang milik Erlangga, Anggadita mengamati bentuk pedang tersebut.

"Aku mengenal pedang ini," kata Anggadita berpaling ke arah Erlangga.

Mendengar perkataan Anggadita, Erlangga tersenyum kemudian berkata lirih, "Apakah kau tahu, siapa pembuat pedang ini?" tanya Erlangga balas memandang wajah pendekar berjanggut tebal itu.

"Pembuat pedang ini adalah Mpu Surya Wisesa dari kerajaan Randakala dan pemiliknya adalah Prabu Sanjaya, raja pertama kerajaan Kuta Tandingan." Anggadita menjawab pertanyaan Erlangga sambil mengamati pedang tersebut, "tapi ... kenapa pedang ini bisa berada di tanganmu, seharusnya, hanya keturunan dari Prabu Sanjaya saja yang bisa memiliki pedang ini?" sambung Anggadita mengerutkan kening.

Erlangga tersenyum dan meletakkan tangan kirinya di atas pundak Anggadita.

"Nanti, Ki Sanak akan tahu sendiri siapa aku ini," kata Erlangga kembali melanjutkan makannya.

Anggadita tampak penasaran mendengar ucapan Erlangga. 'Aku curiga, apakah pemuda ini merupakan keturunan Prabu Sanjaya?' kata Anggadita dalam hati. 'Aku harus mencari tahu, siapakah sebenarnya pemuda ini,' sambungnya.

Selesai makan, kedua pendekar itu langsung bersiap hendak melakukan perjalanan mereka menuju Padepokan Kumbang Hitam yang ada di puncak bukit tidak jauh dari tempat tersebut. Mereka mempunyai tujuan yang sama hendak menemui pemimpin padepokan tersebut.

"Ayo, Ki Sanak. Kita berangkat sekarang!" ajak Erlangga bangkit dari duduknya.

"Baiklah, Pangeran," jawab Anggadita mengejutkan.

"Pangeran?" tanya Erlangga mengangkat alis tinggi, dia tampak heran kenapa Anggadita bisa tahu kalau dirinya itu merupakan seorang pangeran.

'Anggadita tahu dari mana kalau aku ini seorang pangeran?' kata Erlangga dalam hati.

"Iya, kau adalah Pangeran." Anggadita bersimpuh di hadapan Erlangga seraya memberi hormat kepada pendekar muda itu, "seperti apa yang aku duga sebelumnya, kau ternyata pangeran dari kerajaan Kuta Tandingan yang selama ini aku cari," sambungnya bersikap hormat terhadap Erlangga.

Erlangga mengerutkan keningnya, lalu bertanya lagi, "Kau tahu dari mana jika aku ini seorang pangeran?"

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Irma_Asma
season duanya itu bukan Pewaris Tahta Kerajaan?
goodnovel comment avatar
CahyaGumilar79
season duanya Pewaris Tahta Kerajaan Kak
goodnovel comment avatar
Atus Tamonob
lanjut terus, ceritanya sangat bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sang Pendekar   3. Erlangga dan Anggadita Ditangkap Para Pendekar Kumbang Hitam

    Anggadita menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab pertanyaan Erlangga, "Aku tahu dari pedang pusakamu, Pangeran." 'Siapa sebenarnya Anggadita ini? Mengapa dia mengetahui pedangku?' batin Erlangga bertanya-tanya. "Tak ada orang lain yang bisa memiliki pedang itu, kecuali orang-orang yang memiliki garis keturunan dengan sang raja," tandas Anggadita melanjutkan perkataannya. "Ya sudah, sekarang kau sudah tahu siapa aku sebenarnya. Aku harap kau bisa membantuku untuk merahasiakan identitasku ini!" pinta Erlangga tersenyum lebar menatap wajah Anggadita. "Baiklah, Pangeran." Anggadita tampak semringah setelah mendengar pengakuan Erlangga bahwa dirinya memang seorang putra mahkota kerajaan Kuta Tandingan seperti apa yang dia duga sebelumnya. Setelah itu, mereka langsung melakukan perjalanan menuju ke Padepokan Kumbang Hitam. Mereka tidak peduli dengan panasnya terik matahari yang menyengat, derasnya peluh terus bercucuran dari wajah kedua pendekar itu. Sepanjang perjalanan, Anggadita s

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-19
  • Sang Pendekar   Arimbi dan Arumbi

    Para pendekar itu langsung menangkap Erlangga dan Anggadita tanpa perlawanan. Kemudian langsung mengikat tangan kedua pendekar itu dengan seutas tali. Setelah itu, mereka langsung membawa Erlangga dan Anggadita ke padepokan untuk dihadapkan langsung kepada Ki Bayu Seta—guru besar padepokan tersebut. Erlangga dan Anggadita sedikit pun tidak melakukan perlawanan, mereka hanya pasrah melangkah dengan tangan diikat dan digiring oleh belasan pendekar menuju ke arah padepokan. Setibanya di padepokan, salah seorang pendekar yang sudah ikut menangkap Erlangga dan Anggadita, langsung memberitahu guru mereka yang saat itu sedang berada di dalam padepokan tersebut. “Guru, kami telah berhasil menangkap dua orang pendekar yang diduga kuat sebagai mata-mata,” kata pendekar itu sambil menjura kepada sang guru. Pendekar tersebut adalah Aryadana, ia merupakan murid senior di Padepokan Kumbang Hitam, yang dipercaya sebagai pemimpin para murid padepokan tersebut. Ki Bayu Seta tertawa kecil menanggap

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-19
  • Sang Pendekar   Bertemu Raja Jin

    Menjelang tengah hari, Aryadana dan Anggadita serta dua rekannya sudah tiba di saung padepokan, mereka membawa tiga ekor rusa hasil buruan mereka. Wajah Aryadana dan ketiga rekannya tampak semringah. Kedatangan mereka disambut hangat dengan penuh kegembiraan oleh para murid yang ada di padepokan itu."Anggadita!" panggil Erlangga. "Iya, Pangeran," sahut Anggadita, ia langsung menyerahkan busur panah kepada salah satu murid padepokan tersebut. "Tolong simpan ini, aku mau menghadap Pangeran Erlangga!" "Baik, Ki," jawab seorang murid padepokan langsung meraih panah dari tangan Anggadita. Setelah itu, Anggadita bergegas melangkah menghampiri Erlangga yang berdiri di depan saung aula padepokan yang tidak jauh dari kamarnya. "Ada apa, Pangeran?" tanya Anggadita meluruskan pandangannya ke wajah Erlangga. "Temani aku, ke tempat yang kemarin aku ceritakan!" jawab Erlan

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • Sang Pendekar   Berkunjung ke Istana Jin

    Setibanya di dalam istana, Erlangga dan Anggadita dijamu meriah dengan berbagai makanan dan minuman. Mereka berdua diperlakukan layaknya tamu kehormatan kerajaan tersebut. Tak hanya itu, Erlangga dan Anggadita diberikan penghormatan khusus dari kerajaan dan didaulat sebagai tamu agung. "Pangeran jangan khawatir, buah-buahan dan makanan serta minuman yang aku hidangkan ini. Bukan makanan jin, melainkan makanan manusia khusus untuk Pangeran dan sahabat Pangeran!" tandas Prabu Wanakerta meyakinkan Erlangga yang tampak ragu menikmati hidangan yang sudah disuguhkan oleh para dayang istana kerajaan gaib itu. "Baiklah, Prabu. Aku percaya," sahut Erlangga tersenyum lebar. "Aku sudah tahu maksud dan niat Pangeran datang ke wilayah kerajaanku," ucap Wanakerta tersenyum lebar memandang wajah Erlangga. Erlangga menoleh ke arah Anggadita, mereka saling bertatapan. Sejatinya mereka merasa heran dengan pernyataan dar

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • Sang Pendekar   Pendekar Bertopeng Tengkorak

    Kemudian ia langsung mengajak Anggadita untuk segera melangkah ke padepokan dan mengabarkan kejadian yang mereka alami kepada Ki Bayu Seta yang saat itu sedang dirundung kecemasan dan kekhawatiran terhadap mereka berdua yang sudah delapan hari menghilang tanpa jejak. Setibanya di gerbang padepokan, Erlangga dan Anggadita disambut riang gembira oleh para murid padepokan tersebut. "Lihatlah! Pangeran sudah kembali!" teriak salah seorang murid padepokan berlari masuk ke dalam padepokan hendak memberitahukan sang guru tentang kedatangan Erlangga dan Anggadita. "Guru, Pangeran dan Anggadita sudah kembali," kata salah seorang murid memberitahukan Ki Bayu Seta tentang kedatangan Erlangga dan Anggadita. Ki Bayu Seta tampak bahagia, kemudian bangkit dan langsung melangkah keluar menuju ke beranda padepokan. Di halaman padepokan Erlangga dan Anggadita sedang dikerumuni oleh para murid padepokan. Mereka tampak riang gembira menyambut hangat kembalinya Er

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • Sang Pendekar   Putra Panglima Perang

    Para prajurit tersebut langsung melaporkan kejadian yang mereka alami kepada Prabu Rawinta—seorang penguasa tamak dan keji itu. "Hanya menangkap seorang pendekar saja kalian tidak becus!" bentak Prabu Rawinta murka terhadap para prajuritnya. Setelah itu, Prabu Rawinta langsung memerintahkan Jaya Menda yang menjabat sebagai panglima perang di kerajaan tersebut, untuk segera melakukan penyisiran ke setiap pelosok desa dan dusun-dusun yang ada di wilayah kerajaan Kuta Tandingan. Jaya Menda bergerak cepat dalam melaksanakan titah rajanya itu. Ia mengumpulkan para prajurit dan langsung membagi tugas serta membentuk beberapa kelompok pasukan yang akan disebar ke seluruh wilayah kerajaan tersebut, dalam rangka melakukan pencarian Randu Aji yang sudah membuat kegaduhan dengan melakukan banyak teror membantai para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. Hal tersebut ternyata diketahui oleh Prabu Wanake

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • Sang Pendekar   Kesaktian Randu Aji

    Setelah mengetahui identitas pendekar bertopeng itu, Senapati Sulima diperintahkan oleh Prabu Wanakerta untuk segera menyampaikan kabar tersebut kepada Erlangga. "Sebaiknya kau segera menyampaikan kabar ini kepada Pangeran Erlangga!" perintah Prabu Wanakerta mengarah kepada senapatinya. "Baik, Gusti Prabu. Hamba akan segera menemui Pangeran Erlangga sekarang," jawab Senapati Sulima. Senapati Sulima langsung pamit kepada Prabu Wanakerta dan berlalu dari hadapan sang raja. Senapati Sulima saat itu juga langsung menjumpai Erlangga di Padepokan Kumbang Hitam, hendak memberitahu Erlangga tentang kesiapan Randu Aji untuk bergabung dengan para pendekar yang ada di Padepokan Kumbang Hitam. "Dugaanku ternyata benar, pendekar bertopeng itu adalah putra Paman Rumi," kata Erlangga berbicara di hadapan Senapati Sulima. "Dia sangat kuat dan mempunyai ilmu mirip dengan ilmu yang dimil

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • Sang Pendekar   Perjalanan Tiga Pendekar

    Randu Aji dan kedua rekannya tertawa lepas melihat sikap Sugriwa berlari kencang karena merasa takut dengan gertakannya. "Aku kira nyalinya Sugriwa sebesar badannya," seloroh Soarna tak hentinya tertawa. Randu Aji sedikit menepuk pundak Soarna. "Kita sore ini langsung ke Padepokan Kumbang Hitam, kalian siapkan perbekalan untuk di jalan!" kata Randu Aji melangkah kembali menuju ke arah hutan. "Kira-kira tempatnya jauh tidak dari sini?" tanya Soarna sembari terus berjalan mengikuti langkah sahabatnya itu. "Lumayan jauh diperkirakan kita sampai ke sana menjelang senja," jawab Randu Aji mengarah kepada Soarna. "Kita akan hidup enak di sana tanpa harus seperti ini lagi," sambung Randu Aji terus melangkah menyusuri jalan setapak menuju tempat tinggal mereka yang berada di dalam hutan tersebut. Setibanya di sebuah gubuk yang berdiri kokoh di tengah hutan belantara, Randu Aji meminta kedua sahabatnya u

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20

Bab terbaru

  • Sang Pendekar   Maha Patih Akilang (Bab terakhir)

    Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa

  • Sang Pendekar   Serangan Mendadak Dari Pasukan Kerajaan Sirnabaya

    Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D

  • Sang Pendekar   Pergerakan Dari Pasukan Kuta Waluya

    Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda

  • Sang Pendekar   Kumba Sang Pendekar

    Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun

  • Sang Pendekar   Menjelang Perang Di Batas Kerajaan

    Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p

  • Sang Pendekar   Terbentuknya Kadipaten Conada

    Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya

  • Sang Pendekar   Tewasnya Pimpinan Pemberontak

    Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung

  • Sang Pendekar   Persiapan Dalam menggempur Para Pemberontak

    Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl

  • Sang Pendekar   Senopati Lintang Hendak Mengusir Pemberontak

    Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka

DMCA.com Protection Status