Rombongan Lintang berhasil melewati gerbang kota dengan sangat mudah.Mereka terus masuk menyusuri jalanan besar menuju pusat kota untuk mencari penginapan.Sepanjang jalan, Lintang tidak berhenti bertanya tentang siapa dan seperti apa pemimpin Katumenggungan kepada kakaknya.Namun Balada tidak bisa menjawab secara menyeluruh karena dia juga tidak terlalu kenal dengan pemimpin Katumenggungan tersebut.Begitu juga dengan Mbo Tarmi, mendapat banyak pertanyaan dari tuan mudanya, dia hanya mampu menggeleng sembari tersenyum bingung.Mbo Tarmi semakin merasa heran karena Kusha yang sekarang tiba-tiba saja menjadi cerewet. Anak kecil itu bahkan kerap menanyakan hal yang seharusnya menjadi urusan orang dewasa.Tapi bagaimana pun, Mbo Tarmi merasa senang karena Kusha terlihat lebih ceria dari pada saat di kediamannya.Tidak membutuhkan waktu lama untuk rombongan Lintang tiba di pusat kota.Mereka berhenti disebuah bangunan megah yang merupakan penginapan terkenal di Katumenggungan Surajaya.“
Malam begitu hening di kota Katumenggungan Surajaya membuat Lintang dan Balada tidur nyenyak tanpa terganggu.Sementara Ki Jara, Bakung, dan 20 pendekar lain berjaga di depan pintu. Sedangkan Mbo Tarmi tidur di ruangan lain bersebelahan dengan kamar Lintang dan Balada.Kokok ayam jantan membangunkan Lintang pertanda waktu telah memasuki pagi.Anak kecil tersebut mengucek mata memastikan bahwa dia benar-benar masih dalam keadaan hidup.Setiap tidur, Lintang terlihat begitu nyenyak terlelap. Padahal sejatinya dia selalu dihantui mimpi buruk akan kenangan masa lalunya.Lintang akan selalu menangis di dalam mimpi, meratapi dosa karena telah meninggalkan ke 4 istrinya.Dia tidak tahu entah apa yang terjadi dengan Kelenting Sari, Anantari, Atmarani, dan Putri Asmara. Yang pasti setiap waktu Lintang sangat merindukannya.Andai dia dapat berteriak, Lintang ingin sekali berteriak keras mengutuk langit karena telah memberikan takdir pahit seperti ini.Dia baru menyadari bahwa kematian ternyata
Lintang terus berjalan menuruni tangga, dia berjalan sedikit tergesa-gesa karena khawatir sang kakek tua akan mengejarnya.Meski Lintang tidak memiliki energi untuk mengukur seberapa jauh kanuragan kakek tersebut, tapi Lintang sadar bahwa pak tua itu bukan pendekar biasa.Dia akan mati dengan mudah jika berani berurusan dengannya, membuat Lintang lebih memilih menghindar dari pada harus mati konyol sebelum bisa pulang ke Madyapada.“Sial! Ternyata di sini juga terdapat pendekar ilusi,” umpat Lintang.Terlebih dia terkejut dengan kemampuan gadis kecil tadi. Di usianya yang masih begitu sangat muda, gadis itu sudah memiliki energi sihir yang sangat pekat.Andai Lintang tidak memiliki mantera Naga, maka sudah pasti dia tadi akan tewas dalam hitungan detik.Beruntung pengetahuannya tidak hilang sehingga dia bisa mempertahankan nyawanya.“Ki Jara sekali pun pasti akan tewas jika berhadapan dengan gadis itu. Dasar monster, dia hampir saja merenggut nyawaku,” maki Lintang.Dia terus meracau
Pendekar muda yang memiliki paras tampan di atas rata-rata itu terus mendongak seraya membelalakkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar. Sungguh kejadian yang aneh menurutnya ada sebuah batu mengambang di udara tanpa ada penyangga sedikitpun. Pastilah sosok yang tadi bersuara kepadanya itu memiliki tenaga dalam yang tinggi, menurutnya. "Jangan bengong saja, Anak muda, apa kau bisa membantuku?" Jalu mengernyit seraya menelan ludah. Kenapa suara lelaki yang diduganya sudah tua itu meminta pertolongan kepadanya? Bukankah dengan kemampuan yang tinggi sosok tersebut tidak membutuhkan pertolongan siapapun?Untuk mengobati rasa penasarannya, Jalu pun memberi pertanyaan balik, "Pertolongan seperti apa yang Kisanak inginkan?" "Fokuskan pikiran dan penglihatanmu, lihatlah rantai energi yang mengikat batu sialan ini." "Rantai energi?"Jalu menggumam pelan. Dicobanya untuk memfokuskan panca inderanya pada batu yang sedang melayang di atasnya.Semakin Jalu memfokuskan pikiran dan penglihatan
Selepas Lintang pergi, Ki Jara, Bakung, dan 20 pendekar penjaga tiba-tiba berdatangan dari arah tangga belakang.Seperti kata pelayan, Ki Jara dan para pendekarnya ternyata sungguh pergi ke taman belakang penginapan.Mereka sedikit minum-minum untuk menghangatkan tubuh setelah semalaman bergadang.Dan selepas merasa cukup, Ki Jara kembali ke kamar Lintang berniat melanjutkan penjagaan.Namun kejadian seperti di padang rumput kembali terulang di mana Lintang lagi-lagi menghilang membuat Balada sangat panik hingga memarahi Ki Jara dan para pendekar lain.Terlebih setelah mendengar pengakuan Ki Jara bahwa mereka baru saja pulang dari warung tuak membuat
Cukup lama Lintang berada di rumah makan, dia berbincang banyak dengan putri Inggit membahas tentang siapa dan ke mana tujuan mereka.Mendengar Inggit adalah cucu seorang Adipati Agung dari kerajaan Manggala, Lintang tentu sangat senang karena dia melihat peluang besar untuk rencananya.Namun Lintang tidak menceritakan prihal pangeran Mangkukarsa kepada Inggit, di mana gadis itu juga tidak berterus terang akan tujuan aslinya.Andai saja Inggit terbuka, maka Lintang adalah satu-satunya petunjuk yang bisa membawa dia kepada sang pengeran.Tapi Inggit tidak bisa mengungkap tujuan aslinya kepada Lintang, karena hal itu adalah rahasia kerajaan.Nyawa putra mahko
Karena tidak mengerti terhadap apa yang ditanyakan Lintang, sang pelayan toko pun akhirnya mempertemukan bocah itu dengan orang yang bertanggung jawab di sana.Seorang perempuan cantik berusia 25 tahunan keluar dari dalam ruangan, dia menemui Lintang dengan di kawal oleh 2 orang pendekar misterius bercaping bambu.“Salam, kakak cantik. Maafkan jika aku telah merepotkanmu,” sapa Lintang sopan.“Cih! Kau tidak perlu menjilat dihadapanku, bocah. Sekarang katakan untuk apa kau membutuhkan kain sutra emas?” ujar wanita itu dengan nada ketus.“Hihihi, tentu saja untuk kostum baruku dalam menari,” jawab Lintang masih tenang.Dia tidak peduli terhadap sikap sang wanita karena tujuan Lintang ke sana memang bukan untuk membeli kain.“Kain sutra emas memiliki harga yang sangat mahal, kau bocah kecil bisa apa? Jangan bercanda denganku,” mata sang wanita cantik berkilat menahan amarah.“Aku punya uang. Aku sudah menabung lama untuk kain itu, kak. Percayalah,” tutur Lintang berpura-pura polos.“Nab
Di Kamar sebuah penginapan sederhana di pinggir kota Katumenggungan, Lintang saat ini sedang berbincang bersama Linguy dan 9 pemuda lain.Nama mereka terdengar begitu asing di telinga Lintang. seperti Ahay, Kumay, Libo, Igu, Giga, Jilu, Pandu, Anjeli, dan Mesti.Saat topeng dan kostum penari para pemuda itu dibuka, Anjeli dan Mesti ternyata merupakan seorang gadis. Tapi meski begitu kanuragan keduanya cukup mempuni, terlebih ilmu meringankan tubuhnya.Mengetahui bahwa kelompok Linguy bukanlah orang jahat, Lintang pun ikut membuka topeng membuat semua pemuda di sana sempat terkejut dengan warna kulitnya.Namun seiring berjalannya waktu, mereka pun dapat menerima perbedaan Lintang.“Lantas mengapa kau mengenakan kostum seperti kami, Kusha?” tanya Ahay masih penasaran.“Hihihi, aku sedang menyamar, Kak. Menyelidiki sesuatu yang akan mengancam keselamatan keluargaku,” tutur Lintang berterus terang.Dia tidak bisa berbohong karena kelompok Linguy membawa kantung penyimpanan miliknya.“Men