Setelah Gabin pergi dari sana, kini Edward justru berada di posisi lebih bahaya dari sebelumnya.Bagaimana tidak, kini dia berada di antara dua wanita yang sepertinya sama-sama memiliki perasaan kepada dirinya.Satu Varra mantannya yang dulu pernah sangat dia sayangi, meskipun pernah mengkhianati dirinya, tapi sepertinya kini mulai kembali berusaha untuk mendekati dirinya.Sementara itu yang satunya adalah Dhisa yang sebelumnya tanpa sengaja, Edward mengetahui jika wanita itu memiliki perasaan kepada dirinya.“Aku, ke toilet dulu.” Edward berdiri dari duduknya dan segera pergi ke toilet.Kini tinggal ada Varra dan Dhisa di meja mereka.Beberapa saat suasana hening, sampai Varra yang bertanya dan kemudian memecahkan keheningan itu.“Sepertinya kalian cukup dekat, ya?”“Biasa saja,” ucap Dhisa dengan mengambil cangkir minuman nya.“Bahkan sepertinya aku tidak lebih dekat dari dari kamu,” tambah Dhisa.Varra yang mendengar itu, sesaat terdiam.Varra menoleh ke arah, kemana Edward pergi
Dua hari kemudian. Hari dimana diadakannya pesta makan malam di villa.“Villa ini sangat besar…”“Benar… memang menunjukkan sebuah kedudukan yang berbeda.” “Tentu saja… ini adalah Villa milik CEO baru perusahaan Grade.” “Benar…” “Aku ingin mempunyai Villa seperti ini.” “Seandainya saja aku bisa punya Villa sebesar ini…”Setiap orang perwakilan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam ikatan kerja dengan perusahaan Grade kini sudah berkumpul di ruang terbesar Villa milik Edward.Mereka sudah datang terlebih dahulu sebelum waktu yang tertera di undangan. Bahkan ada yang datang satu jam lebih awal, dari waktu yang ditentukan.“Gabin… mereka adalah orang-orang yang cukup terkenal. Kamu harus mencoba untuk mengenal mereka.” Seorang laki-laki berbicara kepada Gabin. Itu adalah ayah Gabin.“Tentu Ayah…”“Saya pasti akan–”Belum selesai Gabin berbicara, dia menghentikan ucapannya disaat dia melihat sosok seorang gadis yang sepertinya dia kenal.“Kamu?” Tanya Gabin yang kaget saat me
Itu adalah suara sekretaris Warden. Seketika semua orang langsung mendekat dan menghampiri.Bagaimana tidak sekretaris Warden adalah seorang sekretaris yang sangat terkenal. Semua orang tahu siapa dia. Dimana dia adalah orang kepercayaan Richard Hovd.“Tuan Warden.”“Tolong ijinkan saya untuk bersulang dengan Tuan.”“Iya, Tuan…” “Benar Tuan…”Banyak orang di sana yang berusaha untuk mendekat ke arah Warden. Dengan santai Warden hanya mengangkat satu tangannya, sebagai tanda bahwa dia sedang tidak ingin diganggu oleh beberapa orang tadi.Tidak ada emosi tidak ada rasa dendam tidak ada amarah di antara mereka semua. Justru mereka seolah meminta maaf terhadap Warden, seolah mereka sadar jika mereka telah mengganggu atau mengusik sekretaris Warden.“Maaf tuan…”“Silakan, silakan.”“Iya Tuan, silakan.”Mereka seketika minggir, dan memberikan jalan kepada sekretaris Warden.Gabin beserta Ayahnya masih belum paham. Bahkan di saat sekretaris Warden mendekat ke arah mereka, mereka masih bisa
“Panggil Dhruv kesini.” perintah Edward kepada sekretaris Warden.“Baik Tuan.” Jawab sekretaris Warden dengan begitu sopan.Tidak berselang lama.Warden datang dengan Dhruv.“Maaf tuan muda, saya tadi sedang berbicara dengan beberapa kolega kita.” Ucap Dhruv dengan sedikit membungkuk ke arah Edward.“Manajer Dhruv.” “Saya, tuan muda.” jawab Dhruv.“Batalkan semua kerjasama dengan perusahaan Red Star.” tegas Edward.“Tu–tuan muda…” “Tolong, maafkan kami.”Gabin dan Ayahnya memohon belas kasih dari Edward. “Kalian tidak memiliki salah kepadaku… jadi kalian tidak perlu meminta maaf kepadaku.” Edward berbicara dengan tenang. Jiwa kepemimpinan dirinya menurun dari sang kakek. Sangat tenang dan berwibawa, meskipun dia masih berusia yang relatif muda. “Terimakasih Tuan Muda!” Ucap Ayah Gabin yang mengira dirinya akan dilepaskan oleh Edward. Namun, semua itu hanya angan dirinya.Setelah terdiam sesaat, Edward menambahkan perkataan yang membuat Gabin serta ayahnya menjadi kembali ketakut
Sebagai seorang putra, Edward hanya mencoba untuk tetap berbakti kepada ibunya.Meskipun berat, mengingat hubungannya dengan Varra sebelumnya, dengan terpaksa Edward berkata.“Iya Bu, aku akan membantunya.”“Benarkah?” Tanya sang ibu dengan ekspresi wajah yang mulai ceria dan senyum tersungging di bibirnya.“Iya Bu.” Jawab Edward dengan tersenyum.Dia tersenyum dikarenakan saat melihat sang ibu bahagia, dia juga merasa sangat bahagia.Mengingat apa yang mereka lalui selama ini berdua.“Baguslah kalau begitu.”Kata sang ibu yang menghentikan ucapannya sejenak, saat dia meraih tangan Varra, kemudian menepuknya beberapa kali dengan tangan yang satunya.“Kalau begitu, kamu ajak Varra untuk berkeliling di taman.”“Bagaimana dengan makan malamnya?” Edward mencoba untuk mencari alasan kepada sang ibu, agar dirinya tidak berdua dengan Varra.“Sudah-sudah. Makan malam biar nanti aku yang berbicara dengan kakekmu.”“Kalian anak muda pergilah cari angin di luar sana.” Sang ibu tetap memaksa agar
“Ibu tidak mau tahu, Edward. Kamu harus menjaga Varra.”Ucap si ibu kepada Edward dengan nada yang terdengar sedikit panik.“Iya Ibu aku mengerti, bagaimanapun juga Varra mengalami kejadian ini karena telah melindungiku.”Ucap Edward dengan sedikit meloloskan pandangannya ke arah Varra yang sedang menjalani perawatan di lengan kanannya.“Kakek sudah menghubungi beberapa dokter ternama.”“Kakek yakin mereka akan bisa membuat gadis ini tidak memiliki bekas luka.” ucap Richard Hovd kepada Edward.“Kamu tenang saja.” tambah sang kakek yang kini meletakkan tangannya di punggung sang Putri, atau ibu Edward.“Kalau begitu kami pergi dulu kamu harus menjaganya.” Ucap ibu Edward.“Ingat! Kamu harus benar-benar menjaganya.” Tambah ibu Edward lagi, menekankan.“Iya Ibu, aku mengerti.” jawab Edward.Di saat kedua orang tua itu, ibu dan kakeknya pergi, Edward ini masuk ke ruangan di mana Varra sedang duduk karena baru saja selesai menjalani perawatan lukanya.“lukanya cukup panjang, serta juga dala
Varra sadar betul akan sikapnya sebelumnya. Kini Dia hanya bisa berdiri menatap ke arah luar jendela. Merenungi apa yang telah dilakukan.“Apa yang sedang kamu lakukan?”Sebuah suara menyadarkan Varra.Secepat kilat gadis itu menoleh, ke arah sumber suara.Tak dapat dibohongi matanya gini sedang berkaca-kaca.Kesedihan, kebahagiaan, bercampur menjadi satu.“Ka–kamu?” Sapanya terbata-bata.“Aku?” Tanya seorang laki-laki yang ternyata itu adalah Edward.“Aku, kenapa?” Tambah Edward bertanya.“kenapa kamu kembali, bukankah kamu sudah pergi?”“Tentu saja aku kembali.”ucap Edward dengan meletakkan beberapa bungkusan di meja, yang berada di ruang perawatan Varra.“Kita, tadi belum sempat makan malam. Jadi aku membeli beberapa makanan untuk kita makan.”Edward berbicara, meskipun ekspresinya dingin, bicaranya begitu lembut.Merasa diperhatikan oleh Edward, Varra merasa senang dan bahagia.Dia tidak memikirkan dirinya dianggap teman atau pacar. Yang dia tahu sekarang adalah perhatian dari Edwa
Varra dan Edward memalingkan pandangannya ke arah dokter tersebut.Itu bukanlah dokter yang menangani luka, Varra sebelumnya.“Kenapa mereka ada di sini?” Edward bertanya kepada si dokter dengan tatapan mata yang begitu dingin.“Kamu siapa?” Tanya si dokter kepada Edward.“Apa hakmu untuk bertanya?” Tambah si dokter dengan sikap yang sedikit arogan.“Ini adalah ruangan milik temanku, kenapa bisa ada orang lain yang menggunakannya?”Edward telah merasa dicurangi oleh orang-orang itu.Sedari awal ruangan ini sudah ditempati oleh Varra. Lantas kenapa bisa di saat mereka meninggalkan ruangan ini, dan mereka kembali, sudah ada orang lain yang menempati.Sebuah diskriminasi, dilakukan oleh si dokter.Dengan menatap Edward dari ujung kaki sampai ke ujung rambut, dokter itu kemudian berkata, “kamu hanya orang miskin, tidak perlu berlagak berkuasa.”Si dokter berkata seperti itu dikarenakan saat ini yang dia lihat adalah seorang Edward yang sedang memakai pakaian santai.Tadi di saat dia membel