"Pergi ke kota?"Disa tiba-tiba berhenti melangkah. "Bukankah kita akan menghasilkan uang untuk membayar Rumah Bordil Prianka?""Hm, sekarang kita akan menghasilkan uang. Uang sebanyak itu hanya bisa dihasilkan di kota."Usai berbicara, Arjuna lanjut berjalan.Desa Embun terletak cukup jauh dari pusat pemerintahan kabupaten. Jika mereka tidak cepat berangkat, mereka tidak akan bisa tiba sebelum sore hari.Daisha bangun setelah mereka berjalan beberapa saat, tetapi Arjuna merasa jalannya lambat sehingga dia tidak menurunkan Daisha.Dia menggendong Daisha dan terus berjalan. Dulu berlari sepuluh kilometer dengan beban berat adalah hal paling mendasar di ketentaraan. Daisha bahkan lebih ringan daripada beban yang Arjuna bawa di zaman modern.Hanya saja Arjuna yang dulu malas dan kurang olahraga sehingga tubuhnya kurang kuat. Arjuna meminta Disa untuk gantian menggendong Daisha di tengah jalan.Setelah mendaki dua gunung dan tiba di jalan kota, jalannya menjadi lebih mudah dilewati.Sebelu
Tamael bergegas masuk dari halaman belakang. Ketika dia melihat si pembuat onar, dia langsung santai.Dia pikir bandit.Dalam situasi yang buruk, bandit lebih sulit dihadapi dibandingkan pejabat."Kupikir siapa, ternyata kamu, pecundang!" Tamael makan kacang dengan ekspresi mencemooh.Kemarin dia kurang persiapan, hari ini mereka ada di wilayahnya.Dia akan membuat Arjuna membayarnya dengan darah."Baguslah, kamu datang sendiri, jadi aku tidak perlu repot-repot lagi."Tamael melemparkan kulit kacang ke lantai. "Pengawal!"Begitu dia berteriak, puluhan preman kekar bergegas ke lobi, mengepung Tamael."Arjuna, kalau kamu berlutut untuk memohon, kemudian memanggilku bos sekarang, aku akan berbaik hati menyuruh mereka menghajarmu lebih pelan.""Ternyata dia datang untuk membuat onar karena tidak bisa membayar utang.""Tapi, apakah dia tidak takut dirinya mati dengan mengenaskan sehingga dia berani datang ke sini untuk membuat masalah?""Kudengar orang itu punya sedikit keahlian, dia mungki
Melihat niat membunuh dalam mata Tamael, Arjuna mengangkat sudut bibirnya. "Hm, bisa sedikit."Setelah itu, dia membalikkan sisi botol dengan karakter di atasnya ke Tamael dan bertanya kepadanya, "Apakah yang terakhir adalah karakter obat?"Oh!Tanpa menunggu jawaban Tamael, Arjuna segera bertindak seolah-olah dia telah menemukan sesuatu yang besar. Dia memandang Tamael dan berkata, "Saya tahu mengapa bisnis Anda di Pengadilan Rumah Bordil Prianka begitu bagus. Anda pasti diam-diam menambahkan barang selundupan kepada para tamu. ' minuman. , hukum Bratajaya kami memiliki peraturan..."Sejak pemerintahan Kaisar Ganida dari Dinasti Bratajaya, rumah pelacuran dilarang keras menggunakan obat-obatan seperti narkotika dan cinta untuk menarik pelanggan.Pelanggar dapat dikenakan larangan, atau dalam kasus yang serius, rumahnya dapat disita.Tamael tidak berniat mendengarkan apa yang dikatakan Arjuna selanjutnya.Anak ini tidak hanya bisa membaca tapi juga mengerti hukum?Tidak seperti ini saa
Saat pintu halaman barat didobrak oleh pejabat, Tamael keluar, lalu melihat pemimpin dari pejabat. Dia segera mendekat, kemudian berkata, "Kapten Lingga, kami beroperasi secara legal, tidak melakukan hal-hal ilegal."Lingga dengan cepat berujar, "Aku tahu kalau Tuan Tamael selalu mematuhi aturan. Hari ini, aku datang karena menerima laporan bahwa kamu mengalami perampokan. Di luar kacau balau, para pelanggan bilang mereka melihat perampok, bawahanmu memberitahuku kalau perampoknya masuk ke sini.""Aish!" Tamael membungkuk kepada Lingga, kemudian dia berkata sambil tersenyum. "Salah paham, salah paham! Orang itu adalah sepupu jauh saya. Dia minum terlalu banyak hari ini, jadi membuat keributan. Sekarang dia sudah sadar dan pulang.""Hanya begitu?""Hanya begitu. Kalau dia benar-benar perampok, saya pasti sudah membawanya ke tempat Anda, mana perlu menunggu Anda repot-repot datang.""Baiklah kalau tidak ada masalah." Lingga berbalik, lalu berteriak, "Kembali!""Maaf sudah merepotkan Kapt
Setelah Arjuna selesai berbicara, dia menarik Daisha, menciumnya, kemudian menarik tangan Disa dan Daisha untuk pergi."Tuan!"Disa dan Daisha protes bersamaan, mereka tidak mengikuti langkah Arjuna.Arjuna berbalik. "Kenapa tidak jalan? Apakah kalian tidak lapar?""Ini di jalanan!"Terdengar keluhan dari Daisha. Ketika Arjuna menatapnya, dia segera menundukkan kepalanya, tampak malu.Disa yang ada di sebelahnya juga sama. Dia berpura-pura biasa saja, tetapi sebenarnya dia merasa canggung.Tangan Arjuna selalu hangat, membuatnya ...."Memangnya kenapa kalau di jalanan?""Lepas!" Disa memelototi Arjuna, setengah marah dan setengah malu. "Semua orang melihat.""Kalau begitu biarkan mereka melihat." Arjuna mengencangkan cengkeramannya pada kedua saudari itu. "Aku memegang tangan istriku, tidak melanggar hukum Bratajaya.""..."Kedua perempuan itu terdiam.Setelah Arjuna siuman dari jatuh ke jurang, meski dia tidak lagi memukul atau memarahi mereka, terkadang dia bertingkah genit.Sesekali
"Jangan khawatir." Arjuna menepuk kantong yang ada di tubuhnya. "Aku baru saja menghasilkan sepuluh tael perak.""Menghasilkan sepuluh tael perak?" Mata Disa melebar."Ya, aku mendapatkannya dari Tamael.""Bagaimana mungkin Tamael memberikannya kepadamu?""Dalam kondisi seperti itu, dia hanya bisa menyetujuiku." Inilah sebabnya Arjuna bersikeras menyuruh Disa dan Daisha melapor kepada pejabat.Makin banyak uang yang dihasilkan pengusaha, makin dia takut terhadap pemerintah. Fenomena ini tidak berubah.Terlebih lagi, Lingga dan Rumah Bordil Prianka tidak terlalu cocok."Tuan, apakah kamu memiliki kelemahan Rumah Bordil Prianka sehingga aku tidak perlu pergi ke Rumah Bordil Prianka lagi? Sepuluh tael perak yang kamu miliki itu adalah hasil negosiasimu dengan Tamael, ya?"Daisha sangat bijaksana, dia langsung memahami akar permasalahannya.Arjuna menyentuh dahi Daisha dengan jari telunjuknya. "Pintar!""Tapi ...." Daisha tampak khawatir. "Bagaimana kalau Tamael membalas dendam lain hari?"
Pakaian Disa dan Daisha sudah compang-camping dan tipis. Arjuna membawa kedua istrinya itu ke toko kain, kemudian menarik dua potong kain.Selimut yang mereka gunakan pada malam hari juga harus diganti. Arjuna membeli empat setengah kilo kapas.Karena membeli begitu banyak barang, mereka bertiga pasti tidak bisa mengangkutnya pulang, jadi Arjuna memesan kereta.Setelah membayar kereta, uang Arjuna sisa tiga ratus perak.Sepuluh tael perak yang baru didapatkan pun sisa sedikit dalam waktu setengah hari.Dua puluh lima kilogram beras, lima kilogram mi dan empat kilogram daging tanpa lemak cukup untuk tiga orang dewasa makan dua kali sehari selama sebulan.Musim dingin akan segera dimulai, jadi mereka perlu menyetok makanan dan kayu bakar, rumah juga perlu diperbaiki. Semuanya membutuhkan uang.Dia harus memikirkan cara untuk menghasilkan uang....Saat kereta memasuki desa, langit sudah gelap gulita.Saat ini, kondisi sedang kurang baik. Membawa begitu banyak sandang dan pangan pulang bi
Shaka bersekolah selama beberapa tahun dan merupakan wakil kepala desa. Selain kepala desa, Shaka memiliki kewenangan paling besar di desa. Dia juga memiliki gaji dua puluh sen per bulan. Arjuna sama sekali tidak bisa dibandingkan dengannya.Mereka sering dijadikan sebagai contoh saat orang tua mendidik anak.Contohnya, kalian harus bekerja keras dan sukses seperti Shaka. Kalau tidak bekerja keras, kalian akan menjadi seperti Arjuna.Tentu saja, hal yang membuat Shaka makin terkenal bukan hanya karena dia adalah wakil kepala desa.Dia juga bisa melahirkan anak laki-laki, dia memiliki dua anak laki-laki.Shaka menikah lebih awal dari Arjuna. Namun, istrinya kurang beruntung, dia meninggal saat melahirkan anak pertama.Pemerintah kerajaan tidak mungkin membiarkan Shaka yang bisa memiliki anak laki-laki hidup lajang, jadi tahun lalu dia diberi dua istri lagi.Istri yang dia nikahi tahun lalu telah melahirkan seorang anak laki-laki tahun ini.Zaman itu, anak laki-laki bagaikan harta karun.
"Pak!"Daisha yang sedang menggiling tinta di samping, melepaskan alatnya sehingga tinta pun terciprat ke tangan Arjuna."Maaf, Tuan, maaf." Daisha berulang kali meminta maaf kepada Arjuna. Dia menggunakan sapu tangan untuk menyeka tinta dari tangan Arjuna. Tangannya sedikit gemetar."Tidak apa-apa." Arjuna memegang tangan Daisha, lalu mendapati tangannya dingin.Arjuna sempat menggoda Daisha sebelum Tamael datang, tangannya tidak dingin saat itu.Apakah dia takut karena kata-kata Tamael?Arjuna mencondongkan tubuh ke dekat telinga Daisha, lalu berkata setengah bercanda dan setengah serius. "Jangan takut, kamu belum melahirkan anak laki-laki untukku. Bagaimana mungkin aku mati?""Tuan, ada Kak Tamael." Wajah Daisha tiba-tiba memerah."Arjuna!" Tamael berkeringat dingin. "Sudah begini, bagaimana kamu masih bisa bercanda, para bandit itu ...."Ketika mendengar kata "bandit", tubuh Daisha bergetar tanpa sadar lagi.Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi baginya, Arjuna adalah langit dan bum
"Kenapa tidak berani? Bukankah kamu bilang aku bersekongkol dengan para bandit? Aku beri tahu ...."Arjuna memperlambat nada bicaranya. "Pemanah di halaman ini bukan hanya istriku yang ada di sampingku. Ada banyak pemanah di belakang yang tidak kalian lihat. Dan mereka dari Gunung Magmora.""Astaga."Ketika mereka mendengar Arjuna mengatakan ada banyak pemanah dari Gunung Magmora yang bersembunyi di halaman, wajah mereka menjadi pucat karena ketakutan. Mereka tidak berani melangkah maju lagi."Jangan tertipu olehnya. Tidak ada pemanah lain di halaman ini. Gunung Magmora tidak mengirim satu pun pemanah turun gunung!""Ha!" Arjuna tertawa.Orang yang dapat menebak niat Arjuna, menyebarkan rumor, serta terlibat dalam perang opini publik dengannya seharusnya adalah pria lembut dan elegan yang dia temui di Restoran Kebon Sirih.Dia memang sangat pintar, tetapi dia tidak pandai memanfaatkan orang."Kamu."Arjuna mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kerumunan."Bukan kamu, bukan kamu. Kalia
Langkah kaki yang bergegas menuju Arjuna terhenti tiba-tiba. Mereka menatap wanita paruh baya yang berada di paling depan dengan sangat terkejut.Tiga anak panah yang ditembakkan Disa jatuh di sekitar wanita paruh baya yang memegang golok. Setiap anak panah mendarat dengan akurat, kurang dari satu sentimeter dari wanita tersebut."Apakah kamu pikir aku akan takut kalau kamu memanahku?Setelah tertegun sejenak, melihat bahwa dirinya tidak terkena anak panah, wanita paruh baya yang tidak tahu tentang memanah itu mengira kemampuan memanah Disa kurang akurat. Jadi, dia pun menerjang ke arah Arjuna sambil memegang golok."Siu!""Bam!""Ah!" Wanita paruh baya itu menatap anak panah yang menembus jari kakinya dengan kaget. Kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Anak panah itu menempel pada sela jari kakinya.Disa mengangkat anak panahnya, menarik busurnya. "Kalau ada yang mendekat lagi, jangan salahkan anak panahku yang tidak punya mata.""Bisa-bisanya dia membiarkan istrinya memanah k
"Desas-desus ini makin lama makin tidak masuk akal. Akhirnya, beberapa orang bahkan mengatakan bahwa ini adalah kolusi antara Arjuna dan para bandit.""Apa maksudnya kolusi? Manfaat apa yang bisa diperoleh tuanku dari berkolusi dengan bandit?" Disa sangat marah ketika mendengar ini."Aish!" Tamael menghela napas. "Kita tahu tidak ada manfaatnya, tapi orang-orang itu memercayainya. Aku sudah menjelaskannya kepada mereka, tapi mereka tidak mau mendengarkan.""Desas-desus tentang Arjuna berkolusi dengan para bandit segera menyebar ke keluarga tujuh belas orang itu. Pertama, keluarga dari tujuh belas orang yang tewas datang ke kota untuk menuntut Arjuna, kemudian keluarga yang lain juga datang untuk membawa orang-orang yang tersisa.""Apakah mereka bodoh?" Disa mengerutkan kening. "Memamerkan kekuatan dan berkolusi? Tadi malam kami jelas-jelas ...."Disa sangat gereget.Serangan malam kemarin hanya pengintaian situasi musuh, bukan pertempuran sungguhan. Karung pasir dan kendi anggur itu un
Dilihat dari gaya bandit Gunung Magmora biasanya, serta fakta bahwa mereka menyerang para bandit di depan umum. Arjuna yakin bahwa tujuh belas orang yang ditangkap itu tidak dapat kembali hidup-hidup.Arjuna meminta Daisha untuk menyiapkan seribu tujuh ratus tael perak, lalu membawa beras dan tepung untuk meminta maaf kepada keluarga dari ketujuh belas orang malam itu.Arjuna ingat dengan jelas di mana seratus orang yang direkrutnya tinggal dan siapa saja anggota keluarga mereka.Pada zaman modern, di ketentaraan tempat Arjuna bertugas, semua komandan kompi diharuskan mengingat situasi keluarga setiap prajurit. Karena gaya humanisnya yang cermat, pasukannya menjadi pasukan yang andal.Setahun sebelum mengalami transmigrasi zaman, Arjuna dipromosikan menjadi komandan kompi, jadi dia membawa kebiasaan tersebut ke zaman kuno.Lebih baik dari yang Arjuna bayangkan. Ketika keluarga ketujuh belas orang itu mendengar bahwa putra mereka telah ditangkap oleh bandit-bandit dari Gunung Magmora, m
"Hm." Rizal mengangguk. "Tampaknya cara pelajar ini jauh lebih cerdik daripada Komandan Kota Perai.""Memangnya kenapa kalau dia cerdik? Dia tetap kalah dari tuan kita," ujar Rajo penuh dengan kebanggaan."Merupakan suatu berkah bagi Gunung Magmora memiliki Tuan Galih. Terima kasih, Tuan."Naga Bermata Satu membungkuk kepada Galih, kemudian Rajo mengikutinya."Terima kasih, Tuan!"Naga Bermata Satu dan Rajo sudah mengambil inisiatif untuk membungkuk, para bandit yang ada di belakang mereka tentu saja mengikutinya.Galih berdiri sambil membelai jenggotnya.Dia sangat menikmati rasanya dikagumi.Inilah alasan dia berada di Gunung Magmora.Dulu ....Pikiran Galih kembali pada pengalamannya di ketentaraan, ekspresi jahat pun muncul di wajahnya.Aku akan membuat kalian menyesalinya."Tuan, aku akan segera meminta orang-orang menggunakan batu untuk membangun tembok kampung. Beberapa rumah di kampung masih beratap jerami, aku juga akan meminta orang-orang untuk menggantinya dengan atap genten
"Datang untuk melihat bagaimana kita menyerangnya?"Naga Bermata Satu dan Rajo berbicara serempak. Mereka menatap Galih dengan tatapan bingung bercampur terkejut."Dia datang ke sini tengah malam hanya untuk melihat bagaimana kita menyerangnya?" Meskipun tidak menunjukkan kekesalannya, Naga Bermata Satu merasa bahwa Galih makin keterlaluan.Lihatlah apa yang dia katakan. Apakah Arjuna gila atau bodoh? Dia datang ke markas mereka tengah malam untuk minta diserang?"Tuan, kamu tidak mabuk, 'kan?" Rajo juga merasa bahwa Galih sedang berbicara omong kosong."Bos, Rajo, Tuan tidak mabuk. Dia benar. Arjuna memang datang untuk melihat bagaimana kita menyerangnya. Sebelum perang, dua pasukan akan mengirim tim penyerang ala Barat yang elit untuk menguji kekuatan dan kelemahan musuh," jelas Rizal.Berbeda dengan Naga Bermata Satu dan Rajo.Rizal sang penembak jitu dan Galih sang ahli strategi pernah bertugas di ketentaraan dan bertempur di medan perang.Alasan mereka berdua menjadi bandit, tidak
Bandit yang menjaga pos pengintaian melihat ke bawah gunung, kemudian ke arah Galih.Sekarang, kaki gunung gelap gulita. Bagaimana Galih bisa tahu kalau itu hanya trik untuk mengelabui mereka? Bagaimana dia bisa tahu kalau orang-orang di kaki gunung sedang mencoba melarikan diri?Galih memang seorang ahli strategi yang bijaksana. Dia bisa melihat konspirasi itu dengan cepat. Hal ini berada di luar dugaan Arjuna.Para bandit biasanya terlatih dengan baik dan mengenal wilayah mereka, jadi belasan dari seratus pasukan Arjuna gagal melarikan diri.Ketika Arjuna dalam hati memuji Galih sebagai penasihat yang baik, Galih pun menatap sejumlah besar orang-orangan sawah di depannya dengan kaget.Setiap orang-orangan sawah ditusuk tiga atau empat obor.Pantas saja anak buah tadi tidak dapat mengetahui jumlah orang yang datang.Karena jumlah obor yang diperintahkan Arjuna untuk dinyalakan berbeda setiap kalinya.Ini adalah taktik yang sering digunakan untuk membingungkan musuh di medan perang. Ba
Karung pasir.Ada juga ....Kendi anggur?Galih membungkuk untuk mengambil kendi anggur dari lantai, lalu hendak membukanya."Tuan, awas ada jebakan!" Naga Bermata Satu menghentikan Galih, mengambil kendi anggur dari Galih, kemudian menyerahkannya kepada anak buah yang ada di sampingnya. "Buka!"Ketika anak buah itu membuka kendi anggur, semua orang menahan napas, anak buah itu bahkan memejamkan matanya.Serbuk gergaji yang menyumbat kendi anggur ditarik oleh anak buah itu, kemudian isinya tumpah keluar.Pasir.Kerikil."Hahaha!" Tawa dari pemimpin ketiga, Kera, menyebar ke seluruh Kampung Seruni. "Pasir dan kerikil. Bos, Tuan Galih, kurasa kalian benar-benar terlalu waspada. Sehebat-hebatnya seorang pelajar, mungkinkah dia lebih hebat daripada komando Kota Perai?""Bunuh!""Tuk, tuk, tuk!"Bawah gunung.Suara teriakan dan genderang terdengar lagi."Jangan takut, saudara-saudara. Para prajurit di bawah sana lebih pengecut daripada kita. Orang-orang yang berada di depan adalah para pemu