"Datang untuk melihat bagaimana kita menyerangnya?"Naga Bermata Satu dan Rajo berbicara serempak. Mereka menatap Galih dengan tatapan bingung bercampur terkejut."Dia datang ke sini tengah malam hanya untuk melihat bagaimana kita menyerangnya?" Meskipun tidak menunjukkan kekesalannya, Naga Bermata Satu merasa bahwa Galih makin keterlaluan.Lihatlah apa yang dia katakan. Apakah Arjuna gila atau bodoh? Dia datang ke markas mereka tengah malam untuk minta diserang?"Tuan, kamu tidak mabuk, 'kan?" Rajo juga merasa bahwa Galih sedang berbicara omong kosong."Bos, Rajo, Tuan tidak mabuk. Dia benar. Arjuna memang datang untuk melihat bagaimana kita menyerangnya. Sebelum perang, dua pasukan akan mengirim tim penyerang ala Barat yang elit untuk menguji kekuatan dan kelemahan musuh," jelas Rizal.Berbeda dengan Naga Bermata Satu dan Rajo.Rizal sang penembak jitu dan Galih sang ahli strategi pernah bertugas di ketentaraan dan bertempur di medan perang.Alasan mereka berdua menjadi bandit, tidak
"Hm." Rizal mengangguk. "Tampaknya cara pelajar ini jauh lebih cerdik daripada Komandan Kota Perai.""Memangnya kenapa kalau dia cerdik? Dia tetap kalah dari tuan kita," ujar Rajo penuh dengan kebanggaan."Merupakan suatu berkah bagi Gunung Magmora memiliki Tuan Galih. Terima kasih, Tuan."Naga Bermata Satu membungkuk kepada Galih, kemudian Rajo mengikutinya."Terima kasih, Tuan!"Naga Bermata Satu dan Rajo sudah mengambil inisiatif untuk membungkuk, para bandit yang ada di belakang mereka tentu saja mengikutinya.Galih berdiri sambil membelai jenggotnya.Dia sangat menikmati rasanya dikagumi.Inilah alasan dia berada di Gunung Magmora.Dulu ....Pikiran Galih kembali pada pengalamannya di ketentaraan, ekspresi jahat pun muncul di wajahnya.Aku akan membuat kalian menyesalinya."Tuan, aku akan segera meminta orang-orang menggunakan batu untuk membangun tembok kampung. Beberapa rumah di kampung masih beratap jerami, aku juga akan meminta orang-orang untuk menggantinya dengan atap genten
Dilihat dari gaya bandit Gunung Magmora biasanya, serta fakta bahwa mereka menyerang para bandit di depan umum. Arjuna yakin bahwa tujuh belas orang yang ditangkap itu tidak dapat kembali hidup-hidup.Arjuna meminta Daisha untuk menyiapkan seribu tujuh ratus tael perak, lalu membawa beras dan tepung untuk meminta maaf kepada keluarga dari ketujuh belas orang malam itu.Arjuna ingat dengan jelas di mana seratus orang yang direkrutnya tinggal dan siapa saja anggota keluarga mereka.Pada zaman modern, di ketentaraan tempat Arjuna bertugas, semua komandan kompi diharuskan mengingat situasi keluarga setiap prajurit. Karena gaya humanisnya yang cermat, pasukannya menjadi pasukan yang andal.Setahun sebelum mengalami transmigrasi zaman, Arjuna dipromosikan menjadi komandan kompi, jadi dia membawa kebiasaan tersebut ke zaman kuno.Lebih baik dari yang Arjuna bayangkan. Ketika keluarga ketujuh belas orang itu mendengar bahwa putra mereka telah ditangkap oleh bandit-bandit dari Gunung Magmora, m
"Desas-desus ini makin lama makin tidak masuk akal. Akhirnya, beberapa orang bahkan mengatakan bahwa ini adalah kolusi antara Arjuna dan para bandit.""Apa maksudnya kolusi? Manfaat apa yang bisa diperoleh tuanku dari berkolusi dengan bandit?" Disa sangat marah ketika mendengar ini."Aish!" Tamael menghela napas. "Kita tahu tidak ada manfaatnya, tapi orang-orang itu memercayainya. Aku sudah menjelaskannya kepada mereka, tapi mereka tidak mau mendengarkan.""Desas-desus tentang Arjuna berkolusi dengan para bandit segera menyebar ke keluarga tujuh belas orang itu. Pertama, keluarga dari tujuh belas orang yang tewas datang ke kota untuk menuntut Arjuna, kemudian keluarga yang lain juga datang untuk membawa orang-orang yang tersisa.""Apakah mereka bodoh?" Disa mengerutkan kening. "Memamerkan kekuatan dan berkolusi? Tadi malam kami jelas-jelas ...."Disa sangat gereget.Serangan malam kemarin hanya pengintaian situasi musuh, bukan pertempuran sungguhan. Karung pasir dan kendi anggur itu un
Langkah kaki yang bergegas menuju Arjuna terhenti tiba-tiba. Mereka menatap wanita paruh baya yang berada di paling depan dengan sangat terkejut.Tiga anak panah yang ditembakkan Disa jatuh di sekitar wanita paruh baya yang memegang golok. Setiap anak panah mendarat dengan akurat, kurang dari satu sentimeter dari wanita tersebut."Apakah kamu pikir aku akan takut kalau kamu memanahku?Setelah tertegun sejenak, melihat bahwa dirinya tidak terkena anak panah, wanita paruh baya yang tidak tahu tentang memanah itu mengira kemampuan memanah Disa kurang akurat. Jadi, dia pun menerjang ke arah Arjuna sambil memegang golok."Siu!""Bam!""Ah!" Wanita paruh baya itu menatap anak panah yang menembus jari kakinya dengan kaget. Kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Anak panah itu menempel pada sela jari kakinya.Disa mengangkat anak panahnya, menarik busurnya. "Kalau ada yang mendekat lagi, jangan salahkan anak panahku yang tidak punya mata.""Bisa-bisanya dia membiarkan istrinya memanah k
"Kenapa tidak berani? Bukankah kamu bilang aku bersekongkol dengan para bandit? Aku beri tahu ...."Arjuna memperlambat nada bicaranya. "Pemanah di halaman ini bukan hanya istriku yang ada di sampingku. Ada banyak pemanah di belakang yang tidak kalian lihat. Dan mereka dari Gunung Magmora.""Astaga."Ketika mereka mendengar Arjuna mengatakan ada banyak pemanah dari Gunung Magmora yang bersembunyi di halaman, wajah mereka menjadi pucat karena ketakutan. Mereka tidak berani melangkah maju lagi."Jangan tertipu olehnya. Tidak ada pemanah lain di halaman ini. Gunung Magmora tidak mengirim satu pun pemanah turun gunung!""Ha!" Arjuna tertawa.Orang yang dapat menebak niat Arjuna, menyebarkan rumor, serta terlibat dalam perang opini publik dengannya seharusnya adalah pria lembut dan elegan yang dia temui di Restoran Kebon Sirih.Dia memang sangat pintar, tetapi dia tidak pandai memanfaatkan orang."Kamu."Arjuna mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kerumunan."Bukan kamu, bukan kamu. Kalia
"Pak!"Daisha yang sedang menggiling tinta di samping, melepaskan alatnya sehingga tinta pun terciprat ke tangan Arjuna."Maaf, Tuan, maaf." Daisha berulang kali meminta maaf kepada Arjuna. Dia menggunakan sapu tangan untuk menyeka tinta dari tangan Arjuna. Tangannya sedikit gemetar."Tidak apa-apa." Arjuna memegang tangan Daisha, lalu mendapati tangannya dingin.Arjuna sempat menggoda Daisha sebelum Tamael datang, tangannya tidak dingin saat itu.Apakah dia takut karena kata-kata Tamael?Arjuna mencondongkan tubuh ke dekat telinga Daisha, lalu berkata setengah bercanda dan setengah serius. "Jangan takut, kamu belum melahirkan anak laki-laki untukku. Bagaimana mungkin aku mati?""Tuan, ada Kak Tamael." Wajah Daisha tiba-tiba memerah."Arjuna!" Tamael berkeringat dingin. "Sudah begini, bagaimana kamu masih bisa bercanda, para bandit itu ...."Ketika mendengar kata "bandit", tubuh Daisha bergetar tanpa sadar lagi.Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi baginya, Arjuna adalah langit dan bum
"Kamu gila, Arjuna, kamu pasti sudah gila."Tamael mengumpat, tetapi tubuhnya tetap berbalik, berlari keluar seperti yang diperintahkan Arjuna.Ada banyak gadis tunawisma di jalan. Dalam waktu dua jam, pengawal pribadi Tamael datang melaporkan bahwa Tamael telah membawa seratus orang ke tempat pelatihan kereta, lalu meminta Arjuna untuk pergi melihatnya.Begitu Arjuna melangkah masuk, Tamael berlari mendekat untuk menariknya. Dia menunjuk sekelompok wanita kurus dengan pakaian compang-camping dan rambut acak-acakan."Lihatlah mereka, mereka semua kurus dan lemah. Kalau mereka bisa melawan bandit, maka aku juga bisa."Begitu Tamael selesai berbicara, suara tergesa-gesa terdengar dari luar tempat latihan."Arjuna, Arjuna!"Arjuna sangat familier dengan suara yang kuat ini.Eshan datang.Arjuna membuat ekspresi tak berdaya. Tamael saja sudah cukup membuatnya lelah menjelaskan. Sekarang datang lagi Eshan. Selain itu, Eshan pasti tidak datang sendiri."Arjuna."Benar saja.Suara Mois terden
"Gadis-gadis, berhenti menggali!" teriak Arjuna.Jaraknya masih kurang sedikit, tetapi dengan kekuatan lengan gadis-gadis itu, tidak masalah.Sejak memasuki terowongan, Arjuna terus mengawasi pergerakan di Kampung Seruni.Ketika suara tawa dari atas berhenti, dia tahu bahwa yang keluar pasti Sang Ahli Strategi Berwajah Anggun.Dia muncul berarti Kampung Seruni akan menyerang mereka.Sekarang arah angin telah berubah, sangat tidak menguntungkan mereka. Terowongan ini dapat menahan lemparan batu dan anak panah, tetapi tidak dapat menahan api."Saudara-saudara, cepat lengkapi gadis-gadis itu dengan senjata!""Siap!"Dipimpin oleh Magano dan Ravin, belasan pemuda dengan cepat memindahkan semua kotak kayu ke bawah kaki gadis-gadis itu."Gadis-gadis, siap-siap untuk menyerang!""Plak!""Plak, plak!"Gadis-gadis itu membuka kotak kayu yang ada di bawah kaki mereka.Para prajurit yang berdiri di samping menjulurkan leher, sangat penasaran dengan senjata misterius yang ada di dalam kotak-kotak
Mereka penasaran sekali dengan wanita-wanita itu.Banyak bandit diam-diam mengintip lagi.Galih menatap para bandit yang tak kuasa menahan diri untuk menjulurkan kepala lagi. Kemudian dia mengangkat kepalanya, menatap anak panah di udara yang berkurang hampir setengahnya.Tampaknya yang tidak fokus bukan hanya mereka, para perwira dan prajurit yang ada di bawah benteng juga sama.Ekspresi Galih menjadi muram. Jangan-jangan ini konspirasi Arjuna?Berpikir demikian, Galih bergegas mendekat untuk melihat.Di bawah benteng, tidak ada manusia yang terlihat, hanya lumpur yang beterbangan dari koridor.Sesekali ada satu atau dua kepala yang muncul, mereka dapat diidentifikasi sebagai wanita. Omongan bahwa beberapa di antara mereka memiliki tubuh yang bagus hanyalah tebakan para bandit yang tergila-gila pada wanita.Lumpur yang beterbangan di koridor bawah desa pegunungan makin dekat ke arah mereka. Galih memperkirakan bahwa wanita-wanita itu berjarak sekitar dua puluh lima meter dari Kampung
Ketika para prajurit menemukan para wanita, ekspresi mereka bahkan lebih berlebihan daripada ekspresi prajurit terluka yang tadi turun gunung.Semua orang tercengang.Syok, bingung.Wanita?Apa yang mereka lakukan di sini?Membantu mereka menggali jalur pemisah?Mereka begitu banyak pria mana membutuhkan bantuan wanita?Ketika para prajurit mendengar bahwa gadis-gadis itu bukan datang untuk membantu, melainkan untuk menyerang markas bandit, mereka makin tercengang. Banyak pemanah bahkan lupa menembakkan anak panah mereka.Para bandit di Kampung Seruni juga menemukan ada yang tidak beres.Tiba-tiba, jumlah anak panah di udara berkurang.Prajurit pejabat berhenti menyerang?Banyak bandit menjulurkan kepala untuk melihat ke bawah.Di koridor yang tak jauh dari gerbang desa, banyak tanah berlubang."Apa yang sedang dilakukan para prajurit itu? Mereka tampak seperti sedang menggali terowongan.""Apakah mereka menggali terowongan untuk naik menyerang kita?""Haha!" Rajo tertawa. "Kalau begit
Saat gadis-gadis itu melewati para prajurit terluka yang sedang menuruni gunung, para prajurit menyeka mata mereka.Mata mereka pasti sudah rusak akibat asap.Kenapa wanita muncul di tempat seperti ini, di saat seperti ini?Ketika mereka mengetahui bahwa gadis-gadis itu akan menyerang Kampung Seruni, ekspresi mereka menjadi makin heran.Asap api tidak hanya merusak mata mereka, tetapi juga telinga mereka?Di bawah perlindungan sejumlah besar kembang api dan tentara yang bertarung dengan para bandit, Disa memimpin gadis-gadis itu dengan tenang ke medan perang.Gadis-gadis itu terus melangkah maju hingga mereka berada sekitar lima puluh meter dari Kampung Seruni barulah berhenti.Setelah berhenti, mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya fokus menggali terowongan.Pengawal Danis dan Andi berlari ke atas gunung satu demi satu.Mereka semua diperintahkan untuk mencari tahu apa yang dilakukan gadis-gadis itu."Menggali terowongan?"Danis dan Andi bertanya dengan serempak ketika mereka mendeng
Andi tidak melarang Firhan. Dia ingin Danis mendengarnya. Betapa konyolnya Danis menggunakan Arjuna.Danis berdiri dengan tenang tanpa ekspresi, dia tidak senang maupun marah. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana suasana hatinya saat ini.Akan tetapi, bohong jika mengatakan bahwa dia tidak khawatir."Yang Mulia, suruh para prajurit mundur ke depan perkemahan pemanah, bagi mereka menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama gunakan perisai untuk melindungi para pemanah, suruh para pemanah terus menembak. Kelompok kedua gunakan pedang untuk menggali zona isolasi di tempat.""Zona isolasi yang aku tandai di meja pasir. Lebarnya sekitar dua setengah meter."Arjuna memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menandai lebarnya di atas meja pasir karena dia tidak menyangka Firhan akan datang membawa pasukan."Kelompok terakhir, bawa orang yang terluka turun dengan tertib."Mendengar suara Arjuna yang mendesak, tetapi tenang, ekspresi Danis yang awalnya tidak menunjukkan emosi pun, menunjukkan
Danis melambaikan tangannya. "Bercanda atau bukan, aku bisa tentukan sendiri."Ketika Danis melihat Arjuna memimpin sekelompok wanita, dia juga merasa gelisah.Namun, jangan mempekerjakan orang yang kamu ragukan, jangan meragukan orang yang kamu pekerjakan. Itu adalah prinsipnya.Arjuna mengangkat tangannya.Melihat gerakan Arjuna, Disa yang memimpin tim pun berteriak, "Semuanya, berhenti!"Gadis-gadis itu segera berhenti bergerak maju, mereka berdiri tegak dalam lima baris.Meskipun mereka semua perempuan, Eshan merasa jauh lebih nyaman melihat mereka daripada tiga ribu prajurit pria yang dipimpin oleh Firhan.Selama beberapa hari terakhir, Arjuna meminta gadis-gadis itu untuk melakukan tiga hal: menggali lubang, berbaris, serta melempar karung pasir.Danis juga merasa sangat tertarik.Memimpin sekelompok wanita saja sudah cukup aneh, perintah formasinya juga aneh.Namun biarpun anehnya, formasi dan perintahnya membuat seluruh tim terlihat sangat energik.Jika wanita saja bisa begitu
"Oke." Danis menyerahkan lencananya kepada Arjuna. "Mulai sekarang, prajurit penjaga Kota Perai berada di bawah komandomu!"Mata Andi dan Firhan membelalak. Melihat lencana itu bagaikan melihat Danis sendiri.Dengan adanya lencana tersebut, Arjuna tidak hanya dapat memimpin prajurit penjaga Kota Perai, tetapi juga Pasukan Serigala yang melindungi Bratajaya."Yang Mulia, aku tidak membutuhkan lencanamu. Tidak butuh prajurit penjaga Kota Perai untuk menyerang bandit."Arjuna berkata sambil berlari menuruni gunung. "Disa!"Setelah Andi menyerahkan tugas menumpas bandit kepada Firhan, Arjuna meminta Disa untuk membawa seratusan gadis tersebut untuk beristirahat di kaki gunung."Arjuna!"Melihat Arjuna yang berlari menjauh, Eshan begitu cemas hingga ingin menghentakkan kakinya.Anak bodoh, lencana Marsekal Agung adalah benda yang agung. Biarpun lain kali harus dikembalikan, setidaknya Arjuna pernah memegang lencana Marsekal Agung dan memimpin tiga ribu prajurit penjaga Kota Perai. Dia bisa
"Arjuna? Dia hanya seorang pelajar, bagaimana mungkin dia punya ide? Apa idenya? Menggunakan kendi-kendi anggurnya?"Firhan berlidah tajam. Jangankan ketika dia tidak percaya bahwa Arjuna punya ide, seandainya Arjuna benar-benar bisa menangani situasi ini, Firhan tidak mungkin membiarkan Arjuna melakukannya.Dia, seorang kapten yang membawa tiga ribu prajurit, membiarkan seorang pelajar membantunya. Bukankah hal itu akan menjadi lelucon?Selain itu ....Firhan merasa sedikit gelisah.Walaupun Arjuna tidak mungkin bisa menangani situasi ini, anak itu sangat licik.Firhan sudah menyaksikannya sendiri ketika dia dan Fauzi pergi ke Desa Embun untuk menangkap Arjuna.Arjuna jelas-jelas baru belajar selama dua bulan, tetapi dia menduduki peringkat teratas. Arjuna jelas-jelas masih muda, tetapi dia telah membaca lebih banyak buku daripada Bima. Arjuna jelas-jelas seorang pelajar yang lemah, tetapi dia dapat menghindari penangkapan para polisi.Bila hal ajaib terjadi pada anak itu lagi. Bila A
Ratusan prajurit yang sekujur tubuhnya terbakar berguling-guling, berlarian kesakitan. Sedangkan prajurit yang tidak terbakar berlarian kembali.Di tengah kekacauan, banyak prajurit yang berlarian terjatuh sehingga terinjak.Mayoritas orang bukan mati terbakar atau tertembak panah dari bandit, tetapi mati terinjak oleh rekannya sendiri."Saudara-saudara yang tidak terluka, cepat berdiri, bunuh bajingan-bajingan itu!"Di Kampung Seruni, Naga Bermata Satu berteriak dengan keras."Bunuh bajingan-bajingan itu.""Lepaskan anak panah!"Anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan dari benteng gunung."Dorong batu!"Satu demi satu batu besar berguling turun dari kampung.Anak panah yang tadi ditembakkan oleh para prajurit kini menjadi sumber anak panah bagi para bandit.Batu-batu tembok kampung yang runtuh berubah menjadi batu-batu yang tak habis digunakan."Saudara-saudara, ikut aku!" teriak Rajo, lalu mendorong kereta bola api untuk mendobrak gerbang desa yang telah terbakar hingga m