Beranda / Fantasi / Sang Dewi / Bab 39: Mencintai Pangeran dari Bangsa Asura

Share

Bab 39: Mencintai Pangeran dari Bangsa Asura

last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-11 09:22:30

Silir angin berembus di pagi buta, sang surya belum menampakkan diri, sementara embun pagi masih suci membasahi dedaunan. Namun, Larasati yang telah mengenakan setelan hitam, sudah berdiri di teras pondok.

Dengan wajah pucat, dia terus menatap hampa, walau tak lama kemudian, memutuskan melangkah ke kandang. Cepat-cepat gadis itu melepas seekor kuda putih, lantas menuntunnya menuju halaman. Di saat bersamaan, Jaya Amijaya yang baru meninggalkan pendapa memergokinya.

"Sati, kau akan ke mana?" teriaknya.

Seketika Larasati menoleh, tetapi tak menghiraukan sang kakak. Dia justru naik ke punggung kuda dan menggerakkan tali kekang. Demikian dengan Jaya Amijaya tak tidak tinggal diam. Dia segera berjalan ke kandang dan melepas seekor kuda hitam untuk mengejar Larasati. Walau dalam sekejap si adik mulai memasuki hutan.

"Larasati, berhenti!" teriak Jaya Amijaya yang berada tak jauh di belakang.

Karena masih tidak didengarkan oleh Larasati, sang Pangeran mengangkat sebelah tangan, lantas meny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Dewi   Bab 40: Penolakan Cinta dari Sang Pangeran

    Sesampainya di dalam ruangan, Maulana Ngali segera berbalik dan menatap Jaka Lelana. Demikian Jaka Lelana yang menghentikan langkah sembari mengalihkan pandangan."Apa yang terjadi pada Laras Dewi?" tanya sang Guru."Waktu Guru memberi tau saya ...." Ingatan Jaka Lelana menerawang pada hari di mana Larasati diculik, begitu pun sang Ulama yang mendengarkan dengan saksama. Tiga hari yang lalu......... "Kakak Laras melarikan diri Guru, dia telah mengelabui saya!" sesal Sasanti. Di sampingnya, sang kakak Pramesti juga begitu cemas memikirkan Larasati. Berbeda dengan Maulana Ngali yang justru tersenyum menyikapi. Tentu saja karena dia bisa melihat lebih jauh dari apa yang manusia lihat menggunakan mata kepala mereka. Bayangan Larasati sewaktu diculik oleh Dyah Puspitasari dan orang-orang berpakaian hitam lain, tersaji dalam batinnya. Mereka membawa Larasati yang jatuh pingsan dalam bopongan menuju Karpala. Sesudah mendapat petunjuk, sang Ulama berkedip sehingga semua gambaran pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Sang Dewi   Bab 41: Rasa yang Tertinggal

    ....Bibir merah muda Dewa Mandala membentuk lengkungan saat mendengarkan cerita Larasati, sementara jemari tangannya yang lentik seolah-olah sedang menggapai awan-awan cantik di langit Agnicaya. Sembari menunggu Larasati melanjutkan kisah perjalanan hidupnya, dia menikmati pemandangan yang tersaji. Tak peduli jika bidadari di samping kirinya itu harus berduka sebab terpaksa membuka kembali luka di masa lalu untuk menghiburnya. "Kukira itu akhir dari segalanya, kami tak akan bertemu lagi, tapi ternyata ...." Lagi-lagi Ingatan Larasati menerawang ke tahun 1150 Saka.......Melihat Larasati yang dirundung pilu setelah kembali dari taman, Jaya Amijaya mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi. Gadis tersebut terus menatap hampa, sampai kemudian menyadari jika sang kakak sedang memperhatikan dia dari tempatnya berdiri di teras. "Apa Lelana menyakitimu?" tanya Jaya Amijaya.Tak ada jawaban, Larasati justru berlinangan air mata sehingga Jaya Amijaya makin emosi. "Aku sudah memperinga

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Sang Dewi   Bab 42: Menerobos Penjara

    Suara cengkerik jangkrik mengisi suasana, sementara di langit, bulan sedang purnama. Pada waktu itu, Larasati yang berpakaian serba hitam lengkap dengan kain penutup mulut, mengintip dari atas tembok besar istana. Sejenak dia melirik ke sekitar, sebelum diam-diam memanjat bangunan lantas terjun. Sebelah tangannya menyentuh tanah untuk menahan diri. Kemudian, sembari terus bersikap waspada, dia berjalan mengendap-endap menuju penjara.Akan tetapi, belum terlalu jauh Larasati melangkah, dia sudah hampir berpapasan dengan empat orang prajurit yang sedang menyisir istana. Untung saja, gadis tersebut bergerak cepat merangsek ke sela-sela tembok. Baru setelah mereka lewat, dia keluar dan melanjutkan langkah. Jarak penjara bawah tanah makin dekat di hadapan Larasati. Ketika memasuki pintu utama, dia langsung diserang oleh dua orang penjaga. Namun, belum sempat menyentuhnya, mereka malah saling berjatuhan di tanah, sebab Larasati lebih dulu mengibaskan tangannya yang disertai serbuk bius. Pu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Sang Dewi   Bab 43: Sikap yang Tak Menentu

    Dini hari saat masih petang, Raja Jayabhaya mengirim orang-orang khusus untuk membebaskan Sedah dari penjara bawah tanah. Pria tua berwajah lancap itu dimasukkan ke kereta, lalu dikirim ke luar kota. Setelah menempuh perjalanan lebih dari tiga hari, akhirnya dia turun dibantu oleh Panglima Tunggul Wulung yang bertugas mengawal. Mata tajam sang Empu berkeliling memperhatikan ke sekitar pada suasana pedesaan yang tersaji. Tempat di mana dia akan hidup sebagai rakyat biasa dan melepas status sebagai guru atau sastrawan kerajaan. "Maaf, Empu, kami hanya bisa mengantar sampai di sini," ucap Tunggul Wulung sembari menyatukan kedua telapak tangan. Pria tua berpakaian abu-abu di hadapannya tersebut mengangkat sebelah tangan. "Tak masalah." Tanpa menunggu lagi, sang Panglima segera undur diri dan naik ke punggung kuda. Dia menggerakkan sebelah tangan, sehingga orang-orang suruhan raja pun mengikutinya kembali ke Panjalu.Tak lama setelah menyaksikan kepergian mereka, Sedah sendiri mengayu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Sang Dewi   Bab 44: Darah Asura

    Pagi cukup cerah sewaktu Pramesti, Sasanti, dan Jaya Amijaya memijakkan kaki di pendapa, lantas duduk pada lantai untuk menempati bangku masing-masing.Tak lama kemudian, Maulana Ngali datang bersama Jaka Lelana di samping kanan. Sang Ulama tersenyum memperhatikan semua murid. Demikian dengan Jaka Lelana yang mencari keberadaan Larasati. Gadis tersebut masih belum terlihat walau sudah telat dari waktu kedatangan yang ditentukan.Di barisan murid paling depan, Jaya Amijaya menatap benci Jaka Lelana. Namun, pria tersebut tetap menjaga sikap karena tahu bahwa sang Guru pasti tidak akan menyukai jika dia terlalu urus campur pada hubungan si adik. "Silakan duduk, Lelana." Maulana Ngali mengarahkan sebelah tangan ke dua bangku paling depan yang menghadap para murid. Pun Jaka Lelana tersenyum sebelum duduk pada tempat yang dimaksud. Sementara itu, di sisi lain, Larasati yang bangun kesiangan, segera berganti pakaian hitam dan melangkah terburu-buru menuju pendapa. Karena lupa mengikat tal

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Sang Dewi   Bab 45: Sensasi Panas

    Rasa gerah membuat Larasati harus berguling-guling di ranjang dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh. Padahal gadis tersebut sudah sangat mengantuk, tetapi tetap tak bisa tidur tenang hingga akhirnya beralih ke posisi duduk. "Apa jangan-jangan ... Lelana mengerjaiku?" pikir Larasati yang lantas melirik ke kanan. "Aku ingin melukainya saat berlatih, jadi ... dia sengaja menaruh sesuatu saat mengobatiku." "Aiiiihhh!"Makin lama, panas dalam tubuhnya makin menguat. Larasati yang tahan segera berdiri lalu berlari keluar dari kamar. Tanpa ragu, gadis berambut terurai itu melompat ke dalam kolam ikan dan menenggelamkan seluruh tubuh untuk beberapa saat. Setelah merasa lebih baik, baru dia mengangkat kepala seraya mengusap air yang menetes di wajah. Namun, siapa sangka, Maulana yang sedang berjalan-jalan bersama Jaka Lelana memergokinya. Kedua pria berpakaian putih tersebut menatap keheranan, sebelum menghentikan langkah. Demikian Larasati sendiri yang seketika membelakan mata dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Sang Dewi   Bab 46: Kembali ke Istana

    Sore itu juga, Jaka Lelana berpamitan pada Maulana Ngali untuk kembali ke Karpala. Dia menyatukan kedua telapak tangan serta menundukkan kepala. Demikian dengan sang Ulama yang segera mengangkat sebelah tangan, sementara di belakangnya para murid Pondok Setana lain mengantar sampai pintu gerbang, tak terkecuali Pramesti dan Sansati. Di salah satu ruang tamu di antara bangunan yang berjajar, Larasati duduk membelakangi seolah-olah tak peduli pada Jaka Lelana. Dia tak sendiri, ada Jaya Amijaya yang menemaninya tak jauh di samping kanan. Sembari bersandar pada pilar saka guru, pria berpakaian hitam tersebut menoleh si adik."Kau benar-benar tak ingin mengantarnya?" tanyanya.Sikap Larasati begitu angkuh saat menjawab. “Tidak.”Pun Jaya Amijaya mengalihkan pandangan, lantas dengan sedikit mengangkat dagu mengembuskan napas panjang. "Baiklah."Mereka berdua saling berdiam diri untuk waktu yang cukup lama, bahkan walau Larasati sangat ingin melihat Jaka Lelana, tetapi tak mampu melawan kek

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14
  • Sang Dewi   Bab 47: Percakapan di Pemandian Putri

    Seraya mengelap keringat yang membasahi kening dengan sebelah tangan, Larasati mengembuskan napas sengal dan melangkah menuju pemandian putri. Di sana ada tujuh bidadari sedang berendam di sendang. Canda tawa mereka terdengar begitu renyah ketika saling memercikkan air ke satu sama lain. Larasati menjadi agak kesal hingga tersenyum sinis menyikapi. "Jadi ini yang kalian lakukan selama aku tidak ada?" Tentu saja ke tujuh bidadari segera terkejut saat menoleh. Satu per satu dari mereka naik ke tepi lalu menyatukan kedua telapak tangan serta menundukkan kepala. "Putri!" "Putri!" "Putri!" Mata Larasati masih tak beralih dari sendang. "Jadi kotor, kan?" "Saya akan membersihkannya," sahut salah seorang bidadari bergaun biru.Bagai sihir, kibasan dari sebelah tangannya menyulap air kolam menjadi jernih kembali dengan kekuatan adikodrati."Sudahlah, cepat mandikan aku!" perintah Larasati yang lalu merentangkan tangan. Para bidadari pun mendekat. Mereka bergerak melepas pakaian yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14

Bab terbaru

  • Sang Dewi   Bab 102 : Tamat

    Kembalinya sang Atmajaya Wimala ke Agnicaya dengan membawa Shima Dahyang cukup mengejutkan para dewa, tak terkecuali Randita. Bagaimana tidak, Mandala mengumumkan jika dia akan menikahi Dewi Agung dari Candracaya tersebut sesuai tanggal yang telah ditentukan, padahal mereka berdua tak pernah terlihat menjalin hubungan. Kekecewaan seketika tersirat dari mata Randita yang berdiri di antara para bidadari. Selain luka karena patah hati, dia juga tak menyangka bahwa Hastapati, ayahnya, berada di belakang Mandala dan Shima Dahyang untuk memberi dukungan penuh. Randita benar-benar tak bisa menahan air matanya agar tak terjatuh sehingga lekas berbalik. Masalah kehadiran Rara Kinasih masih tak bisa dia terima, kini sudah bertambah kenyataan pahit lagi. Kini, langkah wanita itu makin berat oleh beban kebencian dalam hati. Hanya Shima Dahyanglah satu-satunya yang menyadari ekspresi wajah Randita. Meski demikian, sang Dewi Agung tetap menebar senyum pada semua para makhluk abadi langit di aul

  • Sang Dewi   Bab 101: Keputusan Sepihak

    Pagi itu, Shima Dahyang keluar dari kediaman dan langsung disuguhkan dengan pemandangan sang Atmajaya Wimala yang sedang mengelus-elus tubuh harimau putih di bawah pohon cempaka. Meski semula masih merasa canggung, wanita yang mengenakan kemban berwarna gading serta bawahan sutra bermotif batik tersebut mengayunkan tungkai menghampiri mereka berdua."Lukamu sudah baik-baik saja?" tanyanya.Mandala yang tak bergeming tersenyum menyikapi. "Menyerap sebagian intisari dari dewi berusia ribuan tahun, membuatku merasa lebih bugar," jawabnya.Embusan napas lelah keluar dari hidung Shima Dahyang. "Kau tak pernah berubah, entah sebagai Atmajaya Wimala atau Jaka Lelana selalu mempermainkanku.""Aku tidak bermaksud mempermainkamu," sahut sang Dewa. "Situasilah yang membuatku terpaksa melakukan semua.""Apa ini sebuah penjelasan?" Sebelah alis Shima Dahyang meninggi.Mandala sendiri segera berdiri, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya itu. Tentu saja, dia tahu bahwa Shima Dahyang menye

  • Sang Dewi   Bab 100: Penyembuhan

    Pada waktu Shima Dahyang masih sibuk membicarakan sesuatu dengan Randita, Rara Kinasih palsu memijakkan kaki di kediaman Dewi Agung yang masih berada di sekitar Taman Arutala. Pemandangan tirai-tirai berwarna merah jambu yang berkibaran tertiup angin menyambut sang Atmajaya Wimala. Beberapa aksesori bebatuan kristal berbentuk padma serta perabotan dari emas putih juga menghiasi ruangan tersebut. Walau begitu perhatian Mandala hanya terfokus pada cermin ukir di atas meja. Tanpa menunggu lagi, dia pun memegang gagang benda pusaka itu untuk melihat bayangan diri sendiri. Seketika cermin mengeluarkan cahaya silau, lantas menampilkan wujud sepasang kekasih dari alam berbeda yang memiliki paras serupa dengan Mandala dan Shima Dahyang. Pria di cermin memeluk wanita yang tengah terluka parah penuh sayatan, seakan-akan menegaskan bahwa cinta mereka tak terpisahkan hingga akhir. Namun, sayang sebelum semua menjadi lebih jelas, terdengar langkah kaki Shima Dahyang memasuki ruangan sehingga Ra

  • Sang Dewi   Bab 99: Penyamaran

    Atas undangan Shima Dahyang, Rara Kinasih datang ke Candracaya. Dia langsung diarahkan memasuki Taman Arutala oleh Sekar Langit, meski selanjutnya harus berjalan sendiri untuk menemui sang Dewi Agung. Sebelumnya, putri dari istri pertama Hastapati tersebut telah mengantongi informasi seputar si adik yang tinggal di sana sebagai pelayan, bahkan pada kesempatan kali ini, dia berharap bertemu Rara Kinasih guna memberi pelajaran karena telah berani naik ke kayangan. Benar saja, Randita berpapasan dengan sesosok peri yang membawa nampan berisi daging mentah sewaktu melewati pohon bunga cempaka putih. Tanpa basa-basi, lantas bidadari bergaun biru tersebut menarik lengan kanan wanita dari arah berlawanan sampai-sampai berbalik menatap dirinya, sementara nampan pelayan tersebut langsung jatuh ke tanah. "Rara Kinasih!" gerutunya, tetapi setelah diamati ternyata sosok di hadapan memiliki wajah berbeda dari si adik. "Kau bukan Rara Kinasih?" "Randita!" Demikian, sang Atmajaya Wimala ya

  • Sang Dewi   Bab 98: Memperhatikan

    Dua hari sudah sang Atmajaya Wimala tinggal di Candracaya dalam wujud Rara Kinasih, walau masih sulit mendapatkan kepercayaan Shima Dahyang, setidaknya kini dia selalu berada dekat dengan wanita yang telah membuat hatinya galau itu. Bagi Mandala, hal ini sudah cukup membuatnya merasa tenang daripada hanya berdiam diri di Taman Asmaradahana untuk menikmati kegelisahan. Karena semenjak kebangkitan Larasati, perasaan cinta kian hari justru kian menyiksa batin sehingga mau tak mau sang Dewa harus menghalalkan segala cara agar bisa bertemu. Layaknya pelayan, sore ini Rara Kinasih berjalan menghampiri Shima Dahyang yang sedang duduk sembari mengelus manja harimau putih di Taman Arutala. Tak lupa pria tersebut juga membawa cawan berisi ramuan, yang setelah bersimpuh, dia letakkan ke meja batu ukir. "Ternyata Sang Dewi sangat menyukai kucing besar," celetuknya. Keangkuhan terlihat jelas saat Shima Dahyang tersenyum menyikapi. "Kalau kau setia, aku juga akan menyukaimu." Sebab tak tahu har

  • Sang Dewi   Bab 97: Rara Kinasih

    Sesuai titah Shima Dahyang, Sekar Langit menemui sesosok peri, lalu bersama-sama mengantar Rara Kinasih menuju Taman Arutala. Di sana terdapat sebuah bangunan berornamen emas. Pun sesaat setelah mereka bertiga memasuki salah satu ruangan kamar di dalamnya, Sekar Langit berbalik untuk berhadapan dengan Rara Kinasih di belakang, sementara si peri segera undur diri. "Di sinilah Dewi akan tinggal," jelas wanita berambut panjang bergelombang itu. "Di sebelah, merupakan kamar milik Dewi Agung. Sang Dewi sangat membenci kebisingan, jadi mohon agar Anda selalu menjaga sikap." Senyum menghiasi wajah Rara Kinasih yang lantas mengangguk. "Saya mengerti." Akan tetapi, kemudian mata tajam Sekar Langit beralih fokus ke arah luar dari tirai. "Kumbang Lanang biasanya berkeliaran di sekitar sini," katanya. "Rara Dewi harus lebih berhati-hati karena mungkin dia akan agresif pada penghuni baru." "Tak perlu khawatir, saya bisa bisa melindungi diri sendiri," balas Rara Kinasih. Sekar Langit percaya

  • Sang Dewi   Bab 96: Menghapus Kenangan

    Sembari duduk pada sebuah batu kristal, Shima Dahyang mengelus puncak kepala harimau putih yang sedang menunjukkan sikap manja. Matanya begitu teduh ketika beralih memperhatikan sekitar, di mana banyak pantulan cahaya putih menembus Taman Arutala. Meski meski sekian lama tak dapat singgah untuk menenangkan diri seperti sekarang, dia seakan-akan tak merasakan adanya perubahan. Perlahan, sang Dewi Agung berdiri, lantas berjalan ke tengah-tengah sehingga bayangan dirinya tergambar jelas pada lantai sebening air. Pandangannya memang tertuju pada langit-langit, tetapi ingatannya menerawang ke masa-masa sulit kala hidup sebagai manusia fana. Kutukan raja asura berkepala kambing memang menjadi kenyataan, Shima Dahyang mengalami penderitaan sewaktu menjalani kehidupan Larasati yang jatuh cinta kepada Jaka Lelana, bahkan hingga berstatus abadi pun masih dipermainkan oleh sang Atmajaya Wimala. Itulah alasan mengapa wanita tersebut tak mengambil sikap setelah kembali menemukan kesejatian dir

  • Sang Dewi   Bab 95: Bangunnya Shima Dahyang

    Begitu menyakitkannya hidup yang Larasati alami, cinta telah membuatnya terluka hingga begitu dalam. Walau terpuruk, kali kini, dia sudah mengikhlas apa yang terjadi, bahkan berniat melepas segala keterikatan duniawi. Setiap langkah pada perbukitan terjal menuju puncak gunung kian pasti, hatinya mantap untuk menyerahkan semua masalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada takdir yang bisa ditolak, tetapi yoga brata bisa membawa siapa saja menuju kedamaian, meski harus lenyap dari semesta alam. Dari kejauhan, Li Jing menatap kepergian bidadari itu untuk selamanya. Memang berat jika dia harus melepas si sahabat, sayangnya Larasati kukuh pada pendirian sehingga pria tersebut tak mampu menghentikannya. Maylano demikian, anak itu sungguh tidak menginginkan nyonyanya pergi secepat ini. Namun, bagaimanapun dia mengerti bahwa penderitaan cinta Larasati begitu dalam, mau tak mau Maylano harus membiarkannya memutuskan jalan demi menemukan kebahagiaan. "Hei, bocah, pergilah denganku ke China, a

  • Sang Dewi   Bab 94: Memutuskan Segala Ikatan

    Seakan-akan seperti mengulang masa lalu, sang Atmajaya Wimala duduk di samping Larasati yang telah direbahkan pada kasur awan. Dengan kekuatan adikodrati, pria tersebut mengarahkan tangan kanan sehingga perlahan darah merah Sujatmika tertarik keluar melalui mulut Larasati, lantas melayang di udara. Namun, setelah membuangnya ke sembarang arah, Mandala justru terbatuk-batuk sampai percikan cairan berwarna putih melekat pada telapak tangannya. Selain menahan nyeri di dada, pandangan Mandala sedikit kabur, walau begitu tetap memutuskan berdiri dan melangkah pergi. Sesaat kemudian, Larasati membuka mata sampai-sampaiterkejut ketika menemukan diri sedang berada di Taman Asmaradahana. Bergegas bidadari itu beralih ke posisi duduk. Saat bola matanya bergerak memindai ke sekitar, dia melihat darah merah yang membekas pada lantai awan. Sejenak pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sewaktu diculik Sujatmika, sebelum mengalihkan perhatian dan malah menemukan berca

DMCA.com Protection Status