Garapan naskah Kakawin Bharatayudha membuat Sedah merenung lama di bawah pohon beringin dengan posisi tangan mengangkat kuas. Inspirasi mengenai gambaran Dewi Pujawati atau juga yang disebut Dewi Setyawati, permaisuri dari Raja Salya, masih belum ditemukan. Padahal wanita tersebut menjadi pemeran utama yang akan dia tulis.Disambut embusan angin, datang Dewi Sara yang tersenyum sembari menghentikan langkah anggunnya. Kecantikan Dewi Sara bagai bidadari kayangan, tak ayal ketika Sedah mengalihkan perhatian padanya yang menunduk serta menyatukan kedua telapak, dia segera tercedak kagum, bahkan sampai lupa diri. "Paduka Raja mengatakan bahwa Empu membutuhkan seseorang sebagai tokoh Dewi Pujawati, jadi aku kemari," kata Permaisuri. Seketika Sedah tersentak hingga segera mengalihkan perhatian, lantas berdiri dari tempatnya duduk pada tikar pandan. Dia menapakkan kaki beberapa langkah dengan posisi menggendong sebelah tangan di belakang, sementara tangan yang lain masih memegangi kuas.
Di aula, Dharmasura yang duduk bersila di hadapan seorang pandita begitu semringah. Upacara pernikahan telah siap, tinggal menunggu Larasati keluar dari kamar. Akan tetapi, seorang pelayan berlari cepat. Setelah berlutut sembari menyatukan kedua telapak tangan, dengan menunduk dia melaporkan. "Celaka, Pukulun, Dewi Putri kabur dari istana!”Seketika mata Dharmasura membulat lebar, dia segera berdiri dari lantai, lantas melangkah lebih dekat. "Apa katamu?" "Ampun, Pukulun, Putra Mahkota telah membantu Dewi Putri," ungkap pelayan. "Apa yang dia katakan benar, sang Prabu," sahut Lokasura yang memasuki ruangan. Sebelum melanjutkan pembicaraan, dia berlutut sebelah kaki serta menyatukan kedua telapak tangan, sementara kepalanya menunduk."Pangeran menyerang saya saat berusaha menghentikannya." Hal tersebut membuat Dharmasura menggerutu hingga tangan kekarnya mengepal. "Jaka Lelana, kau!""Bawa anak keparat itu ke hadapanku. Akan kubuat dia menyesal karena melarikan calon pengantinku!"
Perlahan Pramesti membuka kemban yang membungkus punggung berkulit putih Larasati, lalu mengoleskan ramuan ke bagian yang memar. "Lukamu parah sekali, ayah menghukummu sangat berat," katanya.Akan tetapi, Larasati yang duduk dengan posisi bersila di depannya justru tersenyum menyikapi. "Tak perlu khawatir, aku baik-baik saja.”"Kakak hanya berharap kau tak 'kan, mengulangi kesalahan lagi." Pramesti mengembuskan napas. "Lihatlah dirimu! Sampai seperti ini kami tidak bisa melakukan sesuatu."Seakan-akan Larasati tidak peduli dan malah terdiam dengan mata berkaca-kaca, sampai-sampai membuat Sasanti yang berdiri jauh di sebelah kirinya makin tak mengerti."Apa kau tahu, kenapa ayah sangat marah padamu?" tanya Pramesti. Sembari meringis menahan sakit, Larasati menjawab, "Karena aku tidak patuh.""Bukan.” Pramesti menggeleng sebelum lanjut bicara."Ibu dan Empu Sedah terlibat skandal. Ayah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa mereka berdua bertindak tidak sopan," kata gadis bersang
Silir angin berembus di pagi buta, sang surya belum menampakkan diri, sementara embun pagi masih suci membasahi dedaunan. Namun, Larasati yang telah mengenakan setelan hitam, sudah berdiri di teras pondok. Dengan wajah pucat, dia terus menatap hampa, walau tak lama kemudian, memutuskan melangkah ke kandang. Cepat-cepat gadis itu melepas seekor kuda putih, lantas menuntunnya menuju halaman. Di saat bersamaan, Jaya Amijaya yang baru meninggalkan pendapa memergokinya. "Sati, kau akan ke mana?" teriaknya.Seketika Larasati menoleh, tetapi tak menghiraukan sang kakak. Dia justru naik ke punggung kuda dan menggerakkan tali kekang. Demikian dengan Jaya Amijaya tak tidak tinggal diam. Dia segera berjalan ke kandang dan melepas seekor kuda hitam untuk mengejar Larasati. Walau dalam sekejap si adik mulai memasuki hutan."Larasati, berhenti!" teriak Jaya Amijaya yang berada tak jauh di belakang. Karena masih tidak didengarkan oleh Larasati, sang Pangeran mengangkat sebelah tangan, lantas meny
Sesampainya di dalam ruangan, Maulana Ngali segera berbalik dan menatap Jaka Lelana. Demikian Jaka Lelana yang menghentikan langkah sembari mengalihkan pandangan."Apa yang terjadi pada Laras Dewi?" tanya sang Guru."Waktu Guru memberi tau saya ...." Ingatan Jaka Lelana menerawang pada hari di mana Larasati diculik, begitu pun sang Ulama yang mendengarkan dengan saksama. Tiga hari yang lalu......... "Kakak Laras melarikan diri Guru, dia telah mengelabui saya!" sesal Sasanti. Di sampingnya, sang kakak Pramesti juga begitu cemas memikirkan Larasati. Berbeda dengan Maulana Ngali yang justru tersenyum menyikapi. Tentu saja karena dia bisa melihat lebih jauh dari apa yang manusia lihat menggunakan mata kepala mereka. Bayangan Larasati sewaktu diculik oleh Dyah Puspitasari dan orang-orang berpakaian hitam lain, tersaji dalam batinnya. Mereka membawa Larasati yang jatuh pingsan dalam bopongan menuju Karpala. Sesudah mendapat petunjuk, sang Ulama berkedip sehingga semua gambaran pun
....Bibir merah muda Dewa Mandala membentuk lengkungan saat mendengarkan cerita Larasati, sementara jemari tangannya yang lentik seolah-olah sedang menggapai awan-awan cantik di langit Agnicaya. Sembari menunggu Larasati melanjutkan kisah perjalanan hidupnya, dia menikmati pemandangan yang tersaji. Tak peduli jika bidadari di samping kirinya itu harus berduka sebab terpaksa membuka kembali luka di masa lalu untuk menghiburnya. "Kukira itu akhir dari segalanya, kami tak akan bertemu lagi, tapi ternyata ...." Lagi-lagi Ingatan Larasati menerawang ke tahun 1150 Saka.......Melihat Larasati yang dirundung pilu setelah kembali dari taman, Jaya Amijaya mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi. Gadis tersebut terus menatap hampa, sampai kemudian menyadari jika sang kakak sedang memperhatikan dia dari tempatnya berdiri di teras. "Apa Lelana menyakitimu?" tanya Jaya Amijaya.Tak ada jawaban, Larasati justru berlinangan air mata sehingga Jaya Amijaya makin emosi. "Aku sudah memperinga
Suara cengkerik jangkrik mengisi suasana, sementara di langit, bulan sedang purnama. Pada waktu itu, Larasati yang berpakaian serba hitam lengkap dengan kain penutup mulut, mengintip dari atas tembok besar istana. Sejenak dia melirik ke sekitar, sebelum diam-diam memanjat bangunan lantas terjun. Sebelah tangannya menyentuh tanah untuk menahan diri. Kemudian, sembari terus bersikap waspada, dia berjalan mengendap-endap menuju penjara.Akan tetapi, belum terlalu jauh Larasati melangkah, dia sudah hampir berpapasan dengan empat orang prajurit yang sedang menyisir istana. Untung saja, gadis tersebut bergerak cepat merangsek ke sela-sela tembok. Baru setelah mereka lewat, dia keluar dan melanjutkan langkah. Jarak penjara bawah tanah makin dekat di hadapan Larasati. Ketika memasuki pintu utama, dia langsung diserang oleh dua orang penjaga. Namun, belum sempat menyentuhnya, mereka malah saling berjatuhan di tanah, sebab Larasati lebih dulu mengibaskan tangannya yang disertai serbuk bius. Pu
Dini hari saat masih petang, Raja Jayabhaya mengirim orang-orang khusus untuk membebaskan Sedah dari penjara bawah tanah. Pria tua berwajah lancap itu dimasukkan ke kereta, lalu dikirim ke luar kota. Setelah menempuh perjalanan lebih dari tiga hari, akhirnya dia turun dibantu oleh Panglima Tunggul Wulung yang bertugas mengawal. Mata tajam sang Empu berkeliling memperhatikan ke sekitar pada suasana pedesaan yang tersaji. Tempat di mana dia akan hidup sebagai rakyat biasa dan melepas status sebagai guru atau sastrawan kerajaan. "Maaf, Empu, kami hanya bisa mengantar sampai di sini," ucap Tunggul Wulung sembari menyatukan kedua telapak tangan. Pria tua berpakaian abu-abu di hadapannya tersebut mengangkat sebelah tangan. "Tak masalah." Tanpa menunggu lagi, sang Panglima segera undur diri dan naik ke punggung kuda. Dia menggerakkan sebelah tangan, sehingga orang-orang suruhan raja pun mengikutinya kembali ke Panjalu.Tak lama setelah menyaksikan kepergian mereka, Sedah sendiri mengayu