Hi, Readers. Terima kasih bagi semua pembaca yang membaca cerita ini hingga tamat. Saya sangat-sangat hepi sekali banyak pembaca yang menaruh apresiasi yang tinggu untuk novel ini.
Bahkan, buku ini juga sempat memenangan sebuah kompeti The Series tahun lalu.
Lantas, saya pun menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Inggris dan betapa senangnya saya ketika buku versi Inggrisnya pun bisa diterima dengan sangat baik di luar negeri. Maka, dikarenakan hal itu, saya ingin melanjutkan cerita ke versi selanjutnya, yakni season 2 yang menceritakan tentang kisah putra dari William Mackenzie.
Dimulai hari ini ya, Readers. Semoga season keduanya akan lebih disukai. Terima kasih banyak, Readers.
Salam hangat,
Zila Aicha
"Hentikan memberi ekspresi seperti itu pada putramu, Bill!" tegur Cassandra pada sang suami, William yang memang memperlihatkan ekspresi tidak rela. William menghela napas panjang, "Lalu, apa yang kau ingin aku lakukan? Tersenyum lebar di saat aku harus melepas putraku yang ingin mempertaruhkan nyawa demi Kerajaan Ans De Lou?" "Kau tahu aku tidak bisa, Cassie. Kau tahu aku ...." William Mackenzie, mantan dewa perang, sang jenderal yang terkuat yang pernah ada di Kerajaan Ans De Lou tak bisa melanjutkan perkataannya dikarenakan putra tunggalnya, Riley sudah berjalan kembali kepada mereka setelah berpamitan dengan teman-temannya. Dia tentu tak ingin putranya melihat dirinya sedang berdebat dengan istrinya. "Hei, bagaimanapun juga kau sudah memberi izin pada putramu untuk mendaftar, kau tidak bisa menarik ucapanmu lagi, Bill," kata Cassandra sembari melebarkan mata, memberi suaminya sebuah peringatan. William hanya bisa menghela napas panjang, "Kau sudah selesai, Sayang?" Cassandra
Riley Mackenzie menoleh dan terkejut saat James Gardner tengah menatap dirinya juga. "Ada apa?" Riley memilih bertanya pada James. James mendecakkan lidah, "Kau sepertinya cukup tinggi. Olahraga apa yang kau lakukan?" Alen Smith menaikkan alis kanan, "Apa yang sedang kau lakukan? Mengapa bertanya begitu?"" "Apa yang salah dengan pertanyaanku?" balas James tak mau kalah. Diego sontak berkata, "Kamu sepertinya memang memiliki sebuah masalah, teman." "Apa maksudmu?" James bertanya dengan raut wajah tidak suka. "Kesopanan," jawab Diego singkat. Riley yang menyaksikan tiga orang itu sedang mulai akan berdebat itu mendesah pelan. Dia berniat untuk melerai tapi dia malah mendengar James membalas ucapan Diego, "Kesopanan? Apa itu? Aku sama sekali tidak paham." Diego mengertakkan gigi, tapi Alen dengan cepat berkata, "Tentu saja kau tidak paham. Kalau paham, kau tentu bukan menjadi keturunan Jody Gardner." Riley terlonjak kaget saat mendengar temannya mengambil topik itu. Benar saja,
"Katakan padaku! Apa kamu benar-benar mengenal putra William Mackenzie?" tanya James Gardner dengan tatapan penuh harap. Alen Smith ingin ikut menanggapi, tapi James hanya memperhatikan jawaban yang dikeluarkan oleh Riley sehingga pria itu diabaikan. James berkata lagi, "Kalau iya, bisa katakan padaku di kompartemen mana dia berada?" Riley bukannya takut menghadapi James, tapi dia hanya ingin menjaga rahasianya seperti apa yang diinginkan oleh ayahnya. Memang tidak mungkin selamanya menyembunyikan identitas aslinya, tapi setidaknya tidak di awal dia meninggalkan kotanya. Dia bahkan belum menginjakkan kakinya di istana. Bagaimana bisa dia membuka identitasnya? Jelas, dia tidak bisa melakukannya. Maka, pemuda itu pun membalas, "Bagaimana aku bisa tahu dia ada di mana? Aku langsung naik ke kereta ini dan mencari kompartemenku. Aku belum melihat-lihat k sekeliling." Mendengar jawaban itu, James mendengus kecewa. Tapi, anak muda itu terlihat tak mudah menyerah sehingga dia berkata
Riley sontak berkata, "Kamu yang melakukannya?"James membalas, "Melakukan apa?""Memberitahu mereka tentang putra dari Jenderal Mackenzie ada di sini?" ucap Riley masih mencoba menahan emosi.James mengangkat bahu, "Aku hanya memberitahu mereka tentang kemungkinan itu. Ya siapa yang tahu kalau ternyata mereka mempercayainya?"Alen Smith mendengus, "Kamu sengaja melakukannya karena ingin menemukan putra dari Jenderal Mackenzie kan?"Diego berujar, "Kau pikir kau bisa memancing anak dari jenderal besar itu muncul?"Sekali lagi, James Gardner terlihat menyeringai dan membalas, "Tentu saja. Orang itu pasti akan muncul sendiri. Dan ... aku akan mengalahkannya dalam setiap pertandingan, apapun.""Bermimpi saja terus, selama kau bisa," ujar Alen.Riley berkata, "Kau seperti kurang kerjaaan saja."Senyum sombong lenyap dari wajah James. "Terserah apa katamu, tapi kalian bertiga lihat saja. Aku akan mengalahkannya."Alen dan Diego tidak menanggapi tapi Riley malah berkata, "Baiklah, selamat be
Beberapa orang lainnya juga berteriak hal yang sama. "Anak jenderal pengkhianat!" "Pergi dari sini! Kau tidak pantas ada di sini." "Pergi!" "Usir dia dari sini!" Mary Kesley yang menjadi salah satu penanggung jawab kegiatan itu pun segera mengangkat tangan. "Mohon tenanglah!" Sayangnya perkataan Marry sama sekali tidak digubris oleh orang-orang itu. Mereka tetap saja berteriak heboh meminta James Gardner untuk pergi. Teriakan-teriakan itu juga memenuhi seluruh area di bagian depan pintu gerbang itu. Bisa dibilang hanya segelintir orang saja yang tidak berteriak, termasuk Riley Mackenzie. Pria muda itu seakan tak ingin memperkeruh suasana dan hanya diam saja di sana sambil menunggu mereka berhenti sendiri. Namun, seolah memang sengaja menulikan pendengarannya, James Gardner dengan penuh percaya diri berjalan ke arah depan. Pria itu lalu mengangguk pada Mary Kesley yang masih tampak berusha meredakan kegaduhan yang sayangnya masih gagal itu. Setelah mengambil tas ransel milikn
Riley cukup terkesan dengan cara James memandang masalah perebutan posisi prajurit itu. Pria muda itu bahkan menyungging sebuah senyum ramah, "Kau benar. Kita akan bersaing sengit." James dengan cepat menanggapi, "Aku tidak akan mudah kau kalahkan." "Ya, memang kau harus begitu. Kalau kau mudah aku kalahkan, lalu bagaimana mungkin kau bisa menghadapi orang yang sedang kamu cari itu?" ucap Riley. James mendengus sebal tapi di dalam hati dia bertekad akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa lebih unggul dari semua saingannya. "Apa kita akan tetap berada di sini sampai semuanya terpanggil?" tanya Alen smith. "Sepertinya begitu," jawab Diego Greco yang sudah terlihat bosan. Riley ikut berkata, "Tidak akan lama. Tas di depan sudah hampir habis." "Benar. Menurutmu, berapa kira-kira jumlah calon prajurit tahun ini?" Diego bertanya pada ketiga orang di sekitarnya. Alen langsung mencoba mengingat-ingat, tapi Riley lebih cepat, "Tahun lalu ada sekitar 3200 orang mendaftar dan mereka
Riley membalas dengan cepat, "Apa yang kau katakan? Dia saja mungkin tidak tahu kalau kau itu ada." James menaikkan sebelah alisnya dan menatap sinis pada Riley, "Bagaimana mungkin dia tidak tahu?" Riley tersenyum sebal, "Dia bisa saja tidak memiliki waktu untuk mengurusi hidup orang lain." James mendecakkan lidah. Alen Smith berkata, "Astaga! Jangankan putra dari Jenderal Mackenzie yang tidak memiliki waktu untuk mencari tahu tentang kau, kami saja juga tidak punya." "Benar. Kami bahkan tidak mengira kalau Jenderal Gardner memiliki seorang putra," ucap Diego jujur. James Gardner menatap ketiga orang yang satu asrama dengannya itu, tetapi dia tidak menemukan sebuah kebohongan di mata ketiganya. Pemuda berusia 22 tahun itu pun mendesah lelah. "Ibuku memang tidak pernah menikah dengan ayaku." Riley amat sangat terkejut mendengar pengakuan yang terlalu jujur itu. Sungguh dia tidak pernah mengira bila James akan langsung terbuka seperti itu. Alen dan Diego saling berpandangan, t
Alen langsung maju dengan penuh emosi tapi Riley cepat-cepat mencegah pemuda itu dengan berkata, "Tahan dirimu!" Alen berusaha melepaskan diri dari Riley tapi Riley tetap menahan lengannya. "Kenapa harus aku yang menahan diri, sementara dia seenaknya sendiri berkata-kata yang membuat orang kesal?" ucap Alen, terlihat tidak terima. Riley berucap pelan, "Karena dia hanya memancing kemarahanmu saja. Paham tidak?" Alen terdiam sehingga Riley pria muda itu sudah lebih tenang dan kemudian dia pun melepaskan diri. Diego pun sudah hampir kehilangan kesabaran menghadapi James tapi belum bertindak apapun. James malah sudah berdiri dan bersedekap, seakan menantang Alen untuk berkelahi. Riley segera berdiri di depan Alen dan berkata dengan nada tajam, "Apa hanya ini yang kau bisa lakukan?" James menatap Riley dengan ekspresi bingung. "Kau melakukan ini, membuat orang lain kesal dan menantang mereka untuk berkelahi denganmu agar kau tidak terlalu banyak mendapatkan musuh di seleksi penerima