"Sudah aku letakkan di sana," ucap Bill seraya menunjuk ke arah tumpukan kado yang ada di dekat pintu bagian kanan.Peter Green berkata, "Ah, aku begitu ingin melihatnya.""Ya, benar. Aku juga. Apa yang akan diberikan oleh adik ipar tersayangku ini?" ujar George sambil mengedipkan sebelah matanya. Tetapi, kedipan matanya tampak terlihat sebagai sebuah ejekan yang begitu jelas, sampai-sampai adik bungsunya, Shirley tertawa mencibir.Namun, seperti biasa, Bill masih bersikap tenang dan tidak terpengaruh dengan gangguan kecil itu. Sang pengantin perempuan pun berbicara, "Apa kita harus membuka kado dari tamu sekarang, Sayang?"Shirley Wood menatap sang suami dan melempar senyum sensual yang memikat. Peter membalas dengan sebuah kecupan singkat di bibir, "Jika kau ingin, ayo kita lakukan, Sayang.""Baiklah, ayo minta pembawa acara mengumumkannya," ucap Shirley.Sebelum sepasang pengantin baru itu meninggalkan Bill dan Cassandra, Shirley menyempatkan diri berkata, "Jangan pikir aku berha
Cassandra menggigit bibir bawahnya, "Bill, kau yakin kado itu tidak akan mempermalukan kita kan? Kalau kau tidak yakin, aku sudah menyiapkan kado untuk mereka. Aku sudah membeli kalung perak, memang tidak terlalu mahal tapi aku yakin mereka tidak akan berani menghinanya. Aku ... aku-""Sayang, tenanglah! Sekali lagi, kau tidak usah cemas. Percayalah padaku kali ini saja!" ucap Bill lembut.Cassandra susah mempercayainya, tapi karena tidak memiliki pilihan apapun ia pun mengangguk. Setelahnya, Shirley mulai membuka kado berbungkus hitam itu dan matanya terbelalak kaget.Dengan tangan gemetar ia menyentuh sebuah kepingan emas yang terukir sebuah nama di sana. Ia tidak tahu apakah itu emas murni sehingga tidak tahu bagaimana harus berkomentar. Peter pun mengambil piringan emas yang cukup besar itu dan mulai membaca dengan suara agak bergetar, "Jenderal Mackenzie. Ini kan potretnya. Iya, ini tidak salah lagi. Ini gambar jenderal perang Kerajaan Ans De Lou."Peter meneliti piringan itu de
"Ya, hanya tiga.""Dia tidak salah hitung kan?" George masih begitu berharap hal yang dikatakan oleh Bryan itu salah.Bryan membalas, "Kalau salah hitung, dia pasti sudah digantung oleh Raja Keannu."Ah, benar juga. Seorang pengawal kerajaan pastilah tidak mungkin dipilih dengan begitu mudahnya. Serangkaian tes pasti telah dilalui, rasanya tidak mungkin pengawal itu akan melakukan kesalahan dalam hitung menghitung.George dengan terpaksa bertanya lagi, "Lantas, yang satunya ada di mana?""Kata rekanku yang bertugas menjaga tempat itu, Andrew Reece mendapatkan perintah dari Jenderal Mackenzie untuk memberikan benda itu pada orang yang bernama ... tunggu sebentar, aku tanya lagi. Aku lupa namanya," jawab Bryan.Aura Christopher sudah menggelap bagaikan burung gagak yang ingin mencakar mangsanya. Sementara George terlihat mulai gelisah hingga menggenggam ponsel miliknya dengan lebih erat. Ia sangat resah, tidak ingin apa yang terjadi tidak sesuai dengan keinginannya.Di bagian aula di ma
Christopher terhenyak untuk sesaat. Kata-kata yang dilontarkan oleh Bill terdengar begitu dingin dan membuatnya merinding. Ini pertama kalinya Bill seperti itu. Christopher bahkan merasa jika aura Bill tampak berbeda. Lebih memiliki power dan sanggup membuat orang lain terdiam.Kakek tua itu bahkan harus menelan ludah dan membasahi bibirnya guna mengatasi ketidaknyamanannya saat mendengar perkataan Bill."Kau ... tetap-""Tidak. Aku tidak akan pernah menceraikan Cassie. Dan Kakek tidak berhak menyuruh Cassie melakukan itu. Ayolah, jangan menjilat ludah sendiri, Kek!"Christopher membelalakkan mata, "Kurang ajar. Aku tidak-""Tidak menjilat ludah sendiri tapi pura-pura lupa akan kesepakatan yang baru saja diucapkan sekitar satu jam yang lalu?" sela Bill."Atau memang tidak menganggap kata-kata tadi serius?" lanjut Bill.Christopher menjawab, "Kau sekarang pintar sekali memainkan kata-kata. Apa ini yang kau dapat dari menghilang selama satu bulan lebih?"Bill tersenyum dingin, "Anggap s
"Apakah aku perlu memberitahumu soal ini, Gardner?" tanya Keannu.Jelas sekali ini sangat buruk. Keannu Wellington dikenal memiliki tingkat kesopanan yang cukup tinggi dan tidak akan mungkin menyinggung orang lain dengan mulutnya. Jody Gardner pun tersadar jika saat ini sang raja sedang tidak suka dengannya sampai hanya memanggil nama belakangnya saja tanpa titelnya.Tak mau membuat keadaan malah semakin tidak mengenakkan, Jody buru-buru berkata, "Tidak, Yang Mulia. Anda tidak perlu ... memberitahu saya. Ini urusan Anda dengan Jenderal Mackenzie."Sudut bibir Keannu terangkat sedikit, tampak senang dengan jenderalnya yang cepat tanggap."Bagus, kalau kau sudah mengerti," kata Keannu."Terus, ada lagi yang ingin kau tanyakan?" lanjut Keannu."Tidak ada, Yang Mulia," jawa Jody dan ia pun segera undur diri dari istana pribadi sang raja.Ia sedang menahan kemarahannya hingga tidak berbicara sepatah kata pun selama berjalan.Sang jenderal dengan tergesa-gesa ke luar bersama Steven yang se
"Eh, itu ... itu ... tak usah kau hiraukan lagi, aku hanya sedang linglung," jawab Steven tergesa-gesa.Ia baru saja tersadar jika ia terlalu banyak bicara. Bagaimanapun juga, ia adalah anak buah langsung Jenderal Gardner, tidak seharusnya ia membicarakan permasalahan itu dengan orang lain. Ia bisa saja dituduh menyebarkan rahasia sang jenderal.Astaga, apa yang baru saja ia lakukan? Ia sudah menjadi bawahan sang jenderal perang selama 2 tahun lamanya dan selama itu tidak pernah berbuat kesalahan sedikit pun. Lantas, mengapa sekarang ia malah berbuat salah? Sungguh, Steven ingin menjahit mulutnya sendiri agar tak lagi membocorkan keburukan jenderalnya. Meskipun hanya secuil."Ah, tapi tadi kau bilang Jenderal Gardner baru saja melakukan sesuatu. Apa itu? Apakah dia membuat-""Tidak, tidak. Aku salah bicara. Baiklah, aku akan pergi dulu. Ada tugas yang harus aku selesaikan," pamit Steven dengan segera. Wallace terlihat menaruh curiga, tetapi ia memilih untuk tidak memikirkan hal itu d
Bill dengan begitu tenangnya menjawab, "Adik iparku menikah. Apa aku tidak boleh hadir?""Tidak ada yang mengundangmu datang dan tak ada yang mengharapkan kedatanganmu," ucap Shirley sambil menatap malas pada kakak iparnya itu."Aku ingin dia hadir," ujar Cassandra.Bill tersenyum, senang istrinya berkata demikian."Cassie! Jadi, kau yang memberitahunya?" giliran Christopher yang bertanya.Peter Green yang melihat situasi sedang menegang, tidak terlalu memperhatikan. Ia masih setia dengan piringan emas yang selalu dia bawa ke mana-mana."Tidak, Kek. Aku-""Kek, keluarga Wood itu cukup terpandang. Kabar dengan mudahnya menyebar," kata Bill.Christopher mendengus keras, sangat kesal. "Dari mana kau dapatkan piringan emas itu? Awas saja, kalau kau membawa masalah pada kami.""Mengenai hal itu, aku tidak bisa memberitahumu. Tapi, yang pasti benda itu aman," ujar Bill.Peter Green tiba-tiba saja berkata, "Well, Bill. Kau tahu, Jenderal Mackenzie itu idolaku. Aku selalu mengikuti beritanya.
"Tidak. Itu sudah menjadi milikmu," ujar Bill.Peter tersenyum senang, "Kalau begitu, aku akan tetap berada di kamar saja.""Peter!" Shirley mendelik kesal, tapi suaminya bahkan tidak meliriknya sedikit pun. Pria itu malah naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarny.Amarah Shirley pun kian memuncak, dengan jengkel ia mendorong tubuh Bill dengan kekuatan penuh. Tapi Bill itu laki-laki perkasa yang memiliki tubuh yang kokoh sehingga dorongan itu tak membuatnya bisa berpindah satu inci pun. Shirley yang gagal itu semakin menjadi-jadi."Ini semua gara-gara kau! Aku benci padamu!" ucap wanita cantik itu sebelum berlari naik ke atas, menyusul suaminya.Christopher mendesah lelah, "Kalau pernikahan mereka terganggu gara-gara hadiah kecilmu itu, jangan harap aku akan membiarkanmu bernapas dengan tenang, Bill.""Sesungguhnya, itu bukan hadiah kecil, Kek."Tentu saja. Piringan emas itu adalah simbol kemenangannya. Ia tidak sembarangan memberikannya pada orang. Awalnya, Andrew Reece terliha