Setelah makan malam, mereka membicarakan rencana untuk ekspansi bisnis ke kota lain. Namun, Lidya merasa cemas dan khawatir tentang bagaimana mereka akan mengelola bisnis mereka di luar kota Jakarta."Tapi bagaimana kalau kita tidak berhasil di luar kota Jakarta, Ard?" tanya Lidya, wajahnya penuh dengan kekhawatiran."Aku percaya kita bisa, sayang. Selama kita bekerja keras dan mengambil kerugian dan keuntungan dengan bijak, maka kita pasti bisa menyelesaikannya dengan baik." Ardiansyah meyakinkan istrinya.Mereka meneruskan diskusi hingga tengah malam, berbagi ide dan mengatasi segala tantangan yang muncul di hadapan mereka. Namun, ketika malam semakin larut, mereka harus pulang - tetapi tanpa disadari, mobil yang mereka parkir di depan restoran telah dicuri.Mereka linglung dan terkejut, terutama karena di dalam mobil tersebut ada beberapa dokumen bisnis penting, seperti rencana bisnis dan juga uang tunai yang baru saja mereka ambil dari ATM. Ardiansyah dan Lidya langsung menghubungi
Hari terus berganti, dan saat ini adalah hari Minggu yang indah. Lidya dan Ardiansyah telah merencanakan perjalanan menyenangkan ke kebun binatang bersama anaknya - Rafael, yang berusia lebih kurang tiga tahuan."Di sana ada gajah, singa, buaya juga ya, pa?" Rafael bertanya dengan antusias.Ardiansyah mengangguk mengiyakan, kemudian bercerita sedikit tentang situasi dan beberapa jenis hewan.Saat ini, mereka sedang berada di dalam mobil menuju kebun binatang. Sang anak yang ceria dan sudah pandai berbicara, membicarakan tentang hewan-hewan yang akan dilihatnya. Ardiansyah tentu saja mendengarkan dengan tetsenyum lembut, dan Lidya meraih tangan Rafael lalu dipeluknya dengan hangat."Apakah kamu ingin melihat singa dan harimau, sayang?" Lidya bertanya.Mata Rafael membesar dengan kegembiraan. "Iya! Dan monyet juga!" dia berteriak kegirangan."Pasti kita lihat, sayang." Ardiansyah mengacak rambut anaknya dengan gemas.Keluarga itu tiba di kebun binatang, dan saat mereka berjalan-jalan, Ar
Suatu hari, Ardiansyah mendapat undangan untuk berpartisipasi dalam konferensi bisnis besar di luar negeri. Meskipun dia tahu bahwa ini bisa menjadi peluang besar bagi bisnis mereka, dia juga merasa cemas karena harus meninggalkan keluarganya selama beberapa hari."Apa aku harus pergi?" Ardiansyah bertanya pada Lidya, yang sedang duduk di sampingnya - di sofa."Kalau ini baik untuk bisnis kita, aku mendukungmu, kok." Lidya menjawab dengan tersenyum lembut.Namun Rafael nampak kebingungan, "Apa artinya Papa, akan pergi?" tanyanya memastikan.Rafael seperti tidak ingin berpisah dengan papanya, sebab ia sedang ingin bersenang-senang dengan papanya yang mengajarinya bermain mobil remote."Papa harus pergi ke tempat jauh untuk bisnis kita, Sayang," jawab Lidya dengan lembut - menjelaskan dan menasehati.Rafael memandang kedua orang tua, tapi tatapannya tampak seperti sedang dalam keadaan cemas. Tapi ia sendiri tidak tahu, kenapa ia tidak ingin papanya pergi jauh dan meninggalkan dirinya dal
"Aku ingin kembali ke Indonesia secepatnya. Tolong pesan tiket pulang yang paling cepat," ucap Ardiansyah pada asistennya."Baik, Pak Ardiansyah. Saya akan segera memesan tiket secepat mungkin," jawab asistennya dengan sigap.Setelah berbicara dengan Lidya dan merasa khawatir akan kondisi putranya, Ardiansyah langsung merasa bahwa ia harus segera pulang ke Indonesia. Ia langsung menelepon asistennya dan meminta bantuan untuk memesan tiket pulang ke Jakarta secepat mungkin.Meskipun baru beberapa hari di luar negeri, ia merasa tidak kuat untuk meninggalkan keluarganya begitu lama. Apalagi tadi ia mendengar perkataan putranya - menambah keinginannya untuk segera pulang ke rumah.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya asisten Ardiansyah memberikan kabar bahwa tiket pulang sudah berhasil dipesan."Terima kasih," ucap Ardiansyah yang merasa lega karena tidak perlu menunggu terlalu lama untuk bertemu keluarganya.Kepastian untuk pulang sudah didapatkan, Ardiansyah memutuskan untuk membatal
Keesokan paginya, Ardiansyah memutuskan untuk mengajak istri dan putranya berkunjung ke kantor pribadinya yang baru-baru ini ia renovasi. Ia ingin menunjukkan pada keluarganya, khususnya pada sang istri, jika keberhasilannya dalam bisnis ada peran Lidya juga. Ia ingin memperlihatkan betapa pentingnya keluarga dalam hidupnya.Ketika tiba di kantor, Ardiansyah membuka pintu masuk dan mengundang keluarganya masuk ke dalam. Ia memperlihatkan semua fasilitas yang tersedia di kantor, dengan bangga menunjukkan setiap ruangan yang nyaman meskipun nantinya ada putranya yang ikut ke kantor."Wow, ini sangat istimewa! keren, Ard!" puji Lidya karena terkesima."Wah, ada tempat mainan!" seru Rafael dengan mata berbinar-binar melihat ruangan kaca yang penuh dengan mainan."Mainannya masih sedikit, sayang. Tapi nantinya pasti akan semakin banyak lagi," ujar Ardiansyah dengan senyum saat melihat wajah anaknya yang bahagia.Padahal, di ruang kaca tersebut sudah penuh dengan banyaknya macam jenis maina
Beberapa saat kemudian, semuanya sudah siap. Setelah mandi dan menyiapkan makan malam, mereka berkumpul untuk menikmati makanan yang tersedia.Mereka duduk di sekitar meja makan yang sudah disiapkan oleh pelayan di ruang makan. Lidya dan Rafael duduk di sebelah Ardiansyah, dengan kakek Hendra duduk di sebelah Rafael. Pemandangan di sekitar ruangan sangat klasik, dengan banyak lukisan kuno di dinding dan perabotan mewah yang terdapat di sekitar ruangan."Apa yang Rafael makan? Apakah Rafael suka?" tanya Kakek Hendra pada cicitnya - Rafael."Umm, semangka, telur dadar dan ayam goreng, eyang. Rasanya enak," jawab Rafael dengan antusias - dengan sesekali mengunyah makanannya."Rafael memang suka makan ayam goreng, Kek," tambah Lidya dengan tersenyum."Aku tahu itu, sayang. Aku juga ingat ketika kamu masih kecil. Kamu selalu meminta ayam goreng ketika makan malam bersama," ujar Kek Hendra dengan senyum hangat.Ardiansyah ikut tertawa, mengingat masa kecil mereka - saat mendengar perkataan
"Baiklah, sekarang kamu main sama eyang Hendra dulu, ya? Nanti papa akan membawakan makanan kecil untukmu," kata Ardiansyah sambil memeluk putranya yang tersenyum senang."Gak boleh cengeng dan merepotkan eyang, ya!" pesan Lidya, mengingatkan putranya.Rafael tersenyum bahagia karena keinginannya dikabulkan. Ia segera menganggukkan kepalanya mendengar nasehat yang dikatakan mamanya, sambil berlari kembali ke kamar kakek Hendra. Ia memanggil eyangnya agar bisa bermain dengannya, dan memberikan kabar bahwa malam ini ia akan menginap lagi di rumah ini.Sekarang, Ardiansyah dan Lidya kembali melanjutkan pembicaraan mereka tentang bisnis mereka. Mereka membicarakan rencana ke depan bagi bisnis mereka dan bagaimana mereka bisa membangun bisnis mereka menjadi lebih baik lagi, memperluas dan memperbesar perusahaan Kusuma Group."Aku berpikir untuk membuka cabang baru di kota besar lainnya, Misalnya di daerah Kalimantan atau Sulawesi." Ujar Ardiansyah mengusulkan."Itu ide yang bagus, Ard. Tap
"Hallo Lidya, sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya?" kata seseorang sambil tersenyum sinis."K-amu?" Lidya merasa terkejut, tidak menyangka akan kedatangan tamu - yang ternyata adalah Natali di kantornya. Padahal ia tidak pernah mengusik kehidupan Natali, setelah selesainya proses mereka waktu itu.Mereka berdua pernah berjuang bersama-sama di masa lalu, ketika Lidya masih aktif sebagai artis. Namun, hubungan mereka tidak berakhir dengan baik karena Natali memilik masalah dengannya secara hukum dan akhirnya dipenjara beberapa tahun lalu. Lidya sendiri tidak pernah ingin mengingat kembali masalah itu, sehingga ia memilih untuk menjaga jarak dengan Natali - meskipun dulu mereka sangat dekat sebagai sahabat di luar pekerjaan profesional mereka."Apa yang kamu inginkan, Natali?" tanya Lidya, mencoba mempertahankan sikapnya yang profesional, apalagi saat ini ia sedang berada di kantornya.Natali tersenyum lebar, seperti menikmati ketidaknyamanan Lidya. "Hm, aku mendengar bahwa kau seka
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud
Setelah memanggil suaminya dan anaknya, Dina mengajak mereka untuk berkumpul di ruang makan dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tapi nyatanya, Lidya masih memikirkan masalah yang belum benar-benar selesai.Saat menyantap makanan, mereka makan dengan lahap tanpa banyak bicara atau pun bicarakan hal-hal yang tidak perlu. Baru setelah selesai menikmati makanan, Lidya bicara dan memberikan usulan setelah Rafael kembali bermain dengan Bu Rahma."Ard, bagaimana kalau kita pergi liburan sejenak saja? Agak jauh dari sini, tapi bukan ke villa. Ini supaya kita bisa menghilangkan rasa cemas dan tegang akhir-akhir ini," ucap Lidya sambil menatap suaminya."Emh, aku setuju, Lid. Kira-kira, kemana kita akan pergi?" tanya Ardiansyah - menanggapi usulan istrinya."Lihat saja nanti, Ard. Yang penting kita mencari tempat yang indah dan tenang untuk keluarga kita," ucap Lidya dengan senyumannya yang lembut."Ok," sahut Ardiansyah ikut tersenyum melihat istrinya yang bahagia.Mereka sepakat unt
"Hm ... aku belum yakin, Lid."Ardiansyah mengambil napas dalam-dalam, mencari jawaban atas pertanyaan istrinya. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak menyakiti orang yang tidak bersalah, apalagi asisten kakeknya itu sudah lama ikut bersama keluarga mereka - menjaga kesehatan kakek Hendra selama ini."Mungkin kita perlu memeriksa kamera pengintai yang tersembunyi di tempat-tempat penting di rumah ini, untuk mencari tahu siapa yang berusaha mencuri dokumen dan mencuri hadiah dari kakek," ujar Ardiansyah setelah memikirkan situasinya."Iya, itu ide bagus, Ard. T-api, bukannya di ruang baca kakek memang tidak ada kamera CCTV?" sahut Lidya dengan wajah tegang.Ardiansyah menghembuskan nafas panjang, lupa jika ruang baca tersebut merupakan ruang pribadi termasuk kamar tidur kakeknya. Jadi, pada saat ada pemasangan kamera CCTV untuk penjagaan pada waktu itu - dari kejahatan Beno, semua kamar tidur dan ruangan yang dianggap privasi memang tidak dipasangi ala
Sementara mereka mencari tahu siapa yang mencoba mencuri hadiah warisan dari kakek Hendra untuk mereka, berbagai praduga terus berputar di kepala Ardiansyah. Dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk berpikir ketika ia menyadari bahwa hal ini bisa jadi tidak berakhir dengan baik."Aku tidak tahu siapa yang mencoba merusak hadiah dari kakek. Tapi aku pikir ada orang terdekat yang telah memperhatikan kakek selama ini," ucap Ardiansyah, berpikir bahwa selama ini kakek Hendra tidak pernah berinteraksi secara intens dengan orang-orang, setelah memutuskan untuk tidak berkecimpung di dunia bisnis karena sakit-sakitan."Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Ard?" tanya Lidya dengan wajah yang penuh kebingungan."Apakah kita harus melapor ke polisi?" tanyanya lagi.Ardiansyah terdiam dan berpikir sejenak, mencari keputusan yang tepat untuk masalah ini - sebab tidak boleh gegabah dalam keadaan seperti ini."Sepertinya tidak perlu, Lidya. Aku tidak ingin hal ini diselesaikan dengan kekerasan