Suatu hari, Ardiansyah mendapat undangan untuk berpartisipasi dalam konferensi bisnis besar di luar negeri. Meskipun dia tahu bahwa ini bisa menjadi peluang besar bagi bisnis mereka, dia juga merasa cemas karena harus meninggalkan keluarganya selama beberapa hari."Apa aku harus pergi?" Ardiansyah bertanya pada Lidya, yang sedang duduk di sampingnya - di sofa."Kalau ini baik untuk bisnis kita, aku mendukungmu, kok." Lidya menjawab dengan tersenyum lembut.Namun Rafael nampak kebingungan, "Apa artinya Papa, akan pergi?" tanyanya memastikan.Rafael seperti tidak ingin berpisah dengan papanya, sebab ia sedang ingin bersenang-senang dengan papanya yang mengajarinya bermain mobil remote."Papa harus pergi ke tempat jauh untuk bisnis kita, Sayang," jawab Lidya dengan lembut - menjelaskan dan menasehati.Rafael memandang kedua orang tua, tapi tatapannya tampak seperti sedang dalam keadaan cemas. Tapi ia sendiri tidak tahu, kenapa ia tidak ingin papanya pergi jauh dan meninggalkan dirinya dal
"Aku ingin kembali ke Indonesia secepatnya. Tolong pesan tiket pulang yang paling cepat," ucap Ardiansyah pada asistennya."Baik, Pak Ardiansyah. Saya akan segera memesan tiket secepat mungkin," jawab asistennya dengan sigap.Setelah berbicara dengan Lidya dan merasa khawatir akan kondisi putranya, Ardiansyah langsung merasa bahwa ia harus segera pulang ke Indonesia. Ia langsung menelepon asistennya dan meminta bantuan untuk memesan tiket pulang ke Jakarta secepat mungkin.Meskipun baru beberapa hari di luar negeri, ia merasa tidak kuat untuk meninggalkan keluarganya begitu lama. Apalagi tadi ia mendengar perkataan putranya - menambah keinginannya untuk segera pulang ke rumah.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya asisten Ardiansyah memberikan kabar bahwa tiket pulang sudah berhasil dipesan."Terima kasih," ucap Ardiansyah yang merasa lega karena tidak perlu menunggu terlalu lama untuk bertemu keluarganya.Kepastian untuk pulang sudah didapatkan, Ardiansyah memutuskan untuk membatal
Keesokan paginya, Ardiansyah memutuskan untuk mengajak istri dan putranya berkunjung ke kantor pribadinya yang baru-baru ini ia renovasi. Ia ingin menunjukkan pada keluarganya, khususnya pada sang istri, jika keberhasilannya dalam bisnis ada peran Lidya juga. Ia ingin memperlihatkan betapa pentingnya keluarga dalam hidupnya.Ketika tiba di kantor, Ardiansyah membuka pintu masuk dan mengundang keluarganya masuk ke dalam. Ia memperlihatkan semua fasilitas yang tersedia di kantor, dengan bangga menunjukkan setiap ruangan yang nyaman meskipun nantinya ada putranya yang ikut ke kantor."Wow, ini sangat istimewa! keren, Ard!" puji Lidya karena terkesima."Wah, ada tempat mainan!" seru Rafael dengan mata berbinar-binar melihat ruangan kaca yang penuh dengan mainan."Mainannya masih sedikit, sayang. Tapi nantinya pasti akan semakin banyak lagi," ujar Ardiansyah dengan senyum saat melihat wajah anaknya yang bahagia.Padahal, di ruang kaca tersebut sudah penuh dengan banyaknya macam jenis maina
Beberapa saat kemudian, semuanya sudah siap. Setelah mandi dan menyiapkan makan malam, mereka berkumpul untuk menikmati makanan yang tersedia.Mereka duduk di sekitar meja makan yang sudah disiapkan oleh pelayan di ruang makan. Lidya dan Rafael duduk di sebelah Ardiansyah, dengan kakek Hendra duduk di sebelah Rafael. Pemandangan di sekitar ruangan sangat klasik, dengan banyak lukisan kuno di dinding dan perabotan mewah yang terdapat di sekitar ruangan."Apa yang Rafael makan? Apakah Rafael suka?" tanya Kakek Hendra pada cicitnya - Rafael."Umm, semangka, telur dadar dan ayam goreng, eyang. Rasanya enak," jawab Rafael dengan antusias - dengan sesekali mengunyah makanannya."Rafael memang suka makan ayam goreng, Kek," tambah Lidya dengan tersenyum."Aku tahu itu, sayang. Aku juga ingat ketika kamu masih kecil. Kamu selalu meminta ayam goreng ketika makan malam bersama," ujar Kek Hendra dengan senyum hangat.Ardiansyah ikut tertawa, mengingat masa kecil mereka - saat mendengar perkataan
"Baiklah, sekarang kamu main sama eyang Hendra dulu, ya? Nanti papa akan membawakan makanan kecil untukmu," kata Ardiansyah sambil memeluk putranya yang tersenyum senang."Gak boleh cengeng dan merepotkan eyang, ya!" pesan Lidya, mengingatkan putranya.Rafael tersenyum bahagia karena keinginannya dikabulkan. Ia segera menganggukkan kepalanya mendengar nasehat yang dikatakan mamanya, sambil berlari kembali ke kamar kakek Hendra. Ia memanggil eyangnya agar bisa bermain dengannya, dan memberikan kabar bahwa malam ini ia akan menginap lagi di rumah ini.Sekarang, Ardiansyah dan Lidya kembali melanjutkan pembicaraan mereka tentang bisnis mereka. Mereka membicarakan rencana ke depan bagi bisnis mereka dan bagaimana mereka bisa membangun bisnis mereka menjadi lebih baik lagi, memperluas dan memperbesar perusahaan Kusuma Group."Aku berpikir untuk membuka cabang baru di kota besar lainnya, Misalnya di daerah Kalimantan atau Sulawesi." Ujar Ardiansyah mengusulkan."Itu ide yang bagus, Ard. Tap
"Hallo Lidya, sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya?" kata seseorang sambil tersenyum sinis."K-amu?" Lidya merasa terkejut, tidak menyangka akan kedatangan tamu - yang ternyata adalah Natali di kantornya. Padahal ia tidak pernah mengusik kehidupan Natali, setelah selesainya proses mereka waktu itu.Mereka berdua pernah berjuang bersama-sama di masa lalu, ketika Lidya masih aktif sebagai artis. Namun, hubungan mereka tidak berakhir dengan baik karena Natali memilik masalah dengannya secara hukum dan akhirnya dipenjara beberapa tahun lalu. Lidya sendiri tidak pernah ingin mengingat kembali masalah itu, sehingga ia memilih untuk menjaga jarak dengan Natali - meskipun dulu mereka sangat dekat sebagai sahabat di luar pekerjaan profesional mereka."Apa yang kamu inginkan, Natali?" tanya Lidya, mencoba mempertahankan sikapnya yang profesional, apalagi saat ini ia sedang berada di kantornya.Natali tersenyum lebar, seperti menikmati ketidaknyamanan Lidya. "Hm, aku mendengar bahwa kau seka
"Lidya, apa yang terjadi?" teriak Ardiansyah segera berlari mendekati istrinya yang terjatuh di tangga."Apa yang terjadi, sayang? Apa kau baik-baik saja?" tanya Ardiansyah lagi, begitu tiba di samping istrinya.Lidya merasakan sakit di kakinya dan merasa sedikit pusing. "Aku baik-baik saja, cuma sedikit terpeleset," jawabnya sambil mencoba bangkit dari lantai.Namun, Ardiansyah tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit untuk memeriksa kondisinya. Mereka menempuh perjalanan singkat ke rumah sakit, di mana Lidya menjalani pemeriksaan dan mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.Setelah melewati pemeriksaan dalam beberapa jam, dokter memberikan hasil pemeriksaan pada Lidya."Kondisi fisik Anda baik-baik saja, tapi saya merekomendasikan untuk istirahat selama beberapa hari ke depan. Hal ini untuk memastikan tidak ada masalah yang lebih serius," tutur dokter kepada Lidya."Terima kasih, Dok." Lidya berterima kasih pada dokter dan kemudian memandang ke arah Ar
Beberapa hari kemudian, Ardiansyah dan Lidya menghadiri pertemuan dengan pengacara mereka untuk membahas masalah penipuan dan uang yang hilang.Setelah berdiskusi dan mengumpulkan semua bukti yang diperlukan, pengacara mereka mengatakan bahwa mereka memiliki kemungkinan besar untuk memenangkan kasus tersebut.Berbeda dengan Ardiansyah, Lidya tetap masih merasa khawatir dan cemas karena persidangan tersebut akan berlangsung dalam waktu dekat. Ia merasa sedikit takut dengan risiko kehilangan segalanya, termasuk nama baik keluarganya."Percayalah, sayang. Semuanya akan baik-baik saja. Kamu juga harus percaya padamu, termasuk percaya pada dirimu sendiri, sayang. Kamu adalah orang yang kuat dan cerdas, kamu pasti bisa mengerti dan memahami posisi kita saat ini." Ardiyansyah mencoba menghibur istrinya, dengan meminta semangat dan dukungan agar Lidya tidak putus asa."Ya, maaf, Ard. A-ku, hanya sedikit cemas sebab yang kita hadapi ini bukanlah orang biasa tapi seorang mafia," tutur Lidya men