BAB : 65Kembalinya Daffa.***"Daffa, Daffa, bangun sayang! Daffa anak Mama beneran pulang ternyata."Sayup-sayup terdengar suara sang Mama membuat mata Daffa mengerjap. Matanya mendadak silau karena hordeng yang berada di kamarnya ditarik oleh sang Mama. Ya, tidur dini hari membuat Daffa terserang kantuk luar biasa. Setelah melakukan kewajiban dua rakaat, Daffa melanjutkan kembali mimpi di ranjangnya."Mama kenapa semalam bohongi, Daffa?" setelah mengumpulkan nyawa dan menguasai keadaan, Daffa bertanya pada Mamanya."Maaf, Daffa, habisnya Mama kangen sama kamu. Kamu kalau nggak digituin pasti nggak pulang, iya 'kan?" "Iya tapi kan nggak gitu juga, Ma." "Udah, nggak usah pake tapi. Sekarang kamu dah di rumah nggak boleh pergi-pergi lagi. Mandi, habis itu turun, Mama sama Papa tunggu di bawah!"Belum dijawab oleh Daffa, sang Mama lantas pergi meninggalkan anak laki-lakinya yang masih terlihat lesu. Zeanna, adalah pemilik nama sang Mama yang menolak tua tersebut. Energik, serta gesit
BAB : 66Kasus yang tengah diperbincangkan.***Zeanna tampak kaget dengan kehadiran sang anak yang ia rindukan, dan kini berada di hadapannya. Sang anak yang sangat ia dambakan agar segera menikah. Mata Zeanna pun tak luput dari penampilan anaknya yang terlihat gagah, dengan mengenakan baju berbahan kaos dilapisi oleh jas hitam yang menempel di badannya, serta celana cargo yang menambah badan kekarnya terlihat semakin keren. Begitulah pemikiran Zeanna melihat Daffa Biantara, anaknya laki-lakinya kali ini."Eh, Daffa ngagetin aja. Duduk dulu, Sayang!" titah Zeanna kikuk. Zeanna terlihat salah tingkah ketika anak lelakinya memergoki sedang bermesraan. Walaupun Daffa sendiri sudah terbiasa melihat orang tuanya seperti itu. Pun sang Papa, terus menggaruk rambutnya yang mendadak gatal. Mungkin."Tadi Mama sama Papa katanya ingin bicara, ada apa? Tumben sesiang ini Papa ada di rumah, nggak ke kantor?" tanya Daffa setelah duduk di hadapan orang tuanya."Nanti siangan ajalah, Daff, nggak ad
BAB : 67Tentang Koswara Herlambang.***"Hei, dah dari tadi?" tanya Daffa ketika sudah berada di tujuan. "Sorry gue telat." "Hei, belum lama, baru satu jam yang lalu. Hahaha …." Kelakar Restu dengan menepuk pelan pundak sahabatnya."Oh ya, kapan lo balik? Masih betah menjomblo?" tanya Restu setelah mereka merebahkan pantatnya di kursi. Ia ingin mengulik sedikit kisah Daffa sebelum ke arah pembahasan yang lebih serius."Baru semalam, itu pun karena tipu daya Mama. Biasa," Sejenak mereka bercengkrama setelah menikmati cappucino yang baru saja dipesan. Cafe ternama dengan ruangan yang sedikit tertutup itulah kini mereka berada. Karena yang akan dibahas pun berita penting dan tentang pekerjaan penting mereka tentunya. Namun mereka terbiasa saling bertanya kabar terlebih dahulu. Seperti saat ini, Restu justru fokus pada pribadi Daffa yang seperti anti perempuan. Dingin sama perempuan, begitulah Restu menilainya."Parah lo, menghindari perjodohan sampai kabur begitu. Emang lo nggak penge
BAB : 68Ketika Dipaksa Cinta.Daffa memutar bola mata setelah tahu siapa yang menelponnya. Ia tak lantas mengangkatnya, justru malah menghela nafas panjang. "Siapa? Kenapa nggak lo angkat?" tanya Restu menyelidik. Ia penasaran dengan ekspresi Daffa yang terlihat tak bersemangat."Mama, nelpon. Bentar, aku angkat dulu." Daffa mengangkat telpon yang sejak tadi melambai meminta sang empunya nomor untuk mengangkatnya. Ia lantas menekan tombol agar segera terhubung dengan Mamanya yang sejak tadi menelponnya."Assalamualaikum, iya Mah, gimana?" tanya Daffa."Waalaikumsalam, Daffa, kamu dimana? Ini Papa dan Mama udah jalan, kamu gimana sih? Kan sekarang kita ada janji mau makan siang bareng." gerutu sang Mama terdengar dari telepon.Daffa menghela nafas berat. Sejenak, Daffa mendengar repetan sang Mama yang semakin membuatnya pusing. "Kita janjian di tempat biasa. Kamu tahu kan? Nggak ada acara telat atau Mama menunggu lama!"Tit.Setelah mendengar ceramah panjang lebar dari sang Mama, t
BAB : 69 Bertemunya Dua Keluarga. *** "Kinara sekarang kegiatannya apa?" tanya Zeanna pada gadis bergaun salem tersebut. Namanya cantik, tentulah secantik orangnya. Rambutnya yang sedikit curly dengan tergerai indah, membuat penampilannya terlihat sempurna. "Kerja, Tante. Bantuin Ayah di kantor," jawabnya Kinara singkat. "Setelah lulus kuliah, Kinara memang membantu Ayahnya, Jeng. Tapi ya gitu, saya sendiri sebagai Ibu was-was juga dengan Kinara yang masih sendiri. Padahal umurnya sudah hampir kepala tiga. Pusing saya, Jeng!" Mama Kinara mengeluh. Kinara menyenggol lengan Mamanya. "Mama, ih!" tegurnya kesal. "Malu tau!" gumamnya lirih. Kinara pun juga dapat paksaan dari orang tuanya untuk mengikuti ajakan mereka. Hanya kenalan saja, selanjutnya terserah kamu. Begitulah ucapan kedua orang tuanya sebelum berangkat tadi. Namun ia tak menemukan sosok yang akan diperkenalkan dengannya. Mengetahui Kinara mulai gelisah, Zeanna melirik arloji yang berada di pergelangan tangannya. S
BAB : 70Wanita yang diam-diam mengagumi Daffa.***"Saya permisi ke belakang dulu, ya, Mah!" ucap Daffa karena ada yang mendesak menuntut untuk segera dikeluarkan.Kinara memperhatikan Daffa yang pergi meninggalkan ruangan. Ia terus memandang punggung Daffa hingga tak terlihat, sedangkan Mama Papa serta yang lainnya, sibuk memulai makan siang yang kesiangan tersebut."Mah, Pah, Kinara mau ke kamar mandi dulu, sebentar."Setelah berpamitan Kinara lantas pergi ke belakang berharap bisa bertemu dengan laki-laki yang membuatnya penasaran. Kinara penasaran dengan sosok Daffa yang terlihat cuek dengannya. Kinara bahkan sudah tampil maksimal namun sepertinya tak bisa menggetarkan hati Daffa. Kinara Andalena, adalah wanita energik juga cantik yang kini tengah disibukkan dengan banyak kegiatan. Anak satu-satunya yang terpaksa untuk membantu mengurus perusahaan sang Ayah. Terpaksa, karena Kinara merasa anak satu-satunya dan tak terlalu tertarik untuk terjun ke dunia bisnis, seperti Papanya. N
BAB : 71Sikap Dingin Seorang Daffa Biantara***"Mah, lusa Kinara mau pergi ke Bandung. Ada acara sebentar di sana, jadi ya nanti Kinara nggak ngantor dulu." Kinara berucap seraya memasukkan makanan ke mulutnya. "Yang penting hati-hati aja bawa mobilnya Ki, Bandung juga lumayan jaraknya. Ingat kamu perempuan!" Bu Dania merespon ucapan Kinara. "Memangnya Kinara ke Bandung ada acara apa? Nggak papa kok, kalau Daffa yang nganter, pasti dia nggak akan keberatan. Iya kan, Sayang?" Timpal Zeanna dengan melirik Daffa.Mata Daffa membulat mendengar ucapan sang Mama. Ia tak habis pikir dengan tawaran sang Mama yang menurutnya konyol itu. Sedangkan Kinara tersenyum menang. Memang itulah tujuannya ia berbicara seperti itu di depan keluarga Daffa. "Daffa sibuk, Ma, Daffa sekarang lagi bantu Restu untuk menuntaskan suatu kasus." Daffa berusaha menolak, namun melihat antusias sang Mama ia hanya mendesah pelan. Ia tak tahu lagi harus bagaimana, yang jelas ingin rasanya segera pergi dari tempat
BAB : 72Antara Kinara, Salma, dan desakan dari orang tuanya.***“Enak sekali kamu Daff, bisa sesantai ini sekarang?” tanya Zeanna menghampiri Daffa ke kamarnya. Ia berkacak pinggang dan terus menggeleng melihat tingkah laku Daffa.Zeanna meradang melihat sang anak yang kini tengah berbaring santai dengan memainkan ponselnya. Daffa terlihat begitu santai seperti tanpa beban pikiran, itulah yang menyebabkan Ibu dari dua anak tersebut kesal. Bagaimana tidak, sikap Daffa yang begitu angkuh pada Kinara saat pertemuan tadi masih membekas di pikirannya. Namun sang anak justru bersikap santai seolah tidak melakukan kesalahan apapun.Daffa menaruh ponselnya, lantas memandang Mamanya sejenak. “Ada apa sih, Ma, kan tadi Daffa dah ngikutin kemauan Mama.” Dengan tanpa merasa bersalah Daffa berucap. “Seharusnya Daffa yang marah loh, Mama dah bohong sama Daffa!” imbuhnya lagi, dengan menatap manik mata sang Mama berharap ada pengertian di dalam sana.Zeanna menghembuskan nafas kasar untuk menetral
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin