BAB : 67Tentang Koswara Herlambang.***"Hei, dah dari tadi?" tanya Daffa ketika sudah berada di tujuan. "Sorry gue telat." "Hei, belum lama, baru satu jam yang lalu. Hahaha …." Kelakar Restu dengan menepuk pelan pundak sahabatnya."Oh ya, kapan lo balik? Masih betah menjomblo?" tanya Restu setelah mereka merebahkan pantatnya di kursi. Ia ingin mengulik sedikit kisah Daffa sebelum ke arah pembahasan yang lebih serius."Baru semalam, itu pun karena tipu daya Mama. Biasa," Sejenak mereka bercengkrama setelah menikmati cappucino yang baru saja dipesan. Cafe ternama dengan ruangan yang sedikit tertutup itulah kini mereka berada. Karena yang akan dibahas pun berita penting dan tentang pekerjaan penting mereka tentunya. Namun mereka terbiasa saling bertanya kabar terlebih dahulu. Seperti saat ini, Restu justru fokus pada pribadi Daffa yang seperti anti perempuan. Dingin sama perempuan, begitulah Restu menilainya."Parah lo, menghindari perjodohan sampai kabur begitu. Emang lo nggak penge
BAB : 68Ketika Dipaksa Cinta.Daffa memutar bola mata setelah tahu siapa yang menelponnya. Ia tak lantas mengangkatnya, justru malah menghela nafas panjang. "Siapa? Kenapa nggak lo angkat?" tanya Restu menyelidik. Ia penasaran dengan ekspresi Daffa yang terlihat tak bersemangat."Mama, nelpon. Bentar, aku angkat dulu." Daffa mengangkat telpon yang sejak tadi melambai meminta sang empunya nomor untuk mengangkatnya. Ia lantas menekan tombol agar segera terhubung dengan Mamanya yang sejak tadi menelponnya."Assalamualaikum, iya Mah, gimana?" tanya Daffa."Waalaikumsalam, Daffa, kamu dimana? Ini Papa dan Mama udah jalan, kamu gimana sih? Kan sekarang kita ada janji mau makan siang bareng." gerutu sang Mama terdengar dari telepon.Daffa menghela nafas berat. Sejenak, Daffa mendengar repetan sang Mama yang semakin membuatnya pusing. "Kita janjian di tempat biasa. Kamu tahu kan? Nggak ada acara telat atau Mama menunggu lama!"Tit.Setelah mendengar ceramah panjang lebar dari sang Mama, t
BAB : 69 Bertemunya Dua Keluarga. *** "Kinara sekarang kegiatannya apa?" tanya Zeanna pada gadis bergaun salem tersebut. Namanya cantik, tentulah secantik orangnya. Rambutnya yang sedikit curly dengan tergerai indah, membuat penampilannya terlihat sempurna. "Kerja, Tante. Bantuin Ayah di kantor," jawabnya Kinara singkat. "Setelah lulus kuliah, Kinara memang membantu Ayahnya, Jeng. Tapi ya gitu, saya sendiri sebagai Ibu was-was juga dengan Kinara yang masih sendiri. Padahal umurnya sudah hampir kepala tiga. Pusing saya, Jeng!" Mama Kinara mengeluh. Kinara menyenggol lengan Mamanya. "Mama, ih!" tegurnya kesal. "Malu tau!" gumamnya lirih. Kinara pun juga dapat paksaan dari orang tuanya untuk mengikuti ajakan mereka. Hanya kenalan saja, selanjutnya terserah kamu. Begitulah ucapan kedua orang tuanya sebelum berangkat tadi. Namun ia tak menemukan sosok yang akan diperkenalkan dengannya. Mengetahui Kinara mulai gelisah, Zeanna melirik arloji yang berada di pergelangan tangannya. S
BAB : 70Wanita yang diam-diam mengagumi Daffa.***"Saya permisi ke belakang dulu, ya, Mah!" ucap Daffa karena ada yang mendesak menuntut untuk segera dikeluarkan.Kinara memperhatikan Daffa yang pergi meninggalkan ruangan. Ia terus memandang punggung Daffa hingga tak terlihat, sedangkan Mama Papa serta yang lainnya, sibuk memulai makan siang yang kesiangan tersebut."Mah, Pah, Kinara mau ke kamar mandi dulu, sebentar."Setelah berpamitan Kinara lantas pergi ke belakang berharap bisa bertemu dengan laki-laki yang membuatnya penasaran. Kinara penasaran dengan sosok Daffa yang terlihat cuek dengannya. Kinara bahkan sudah tampil maksimal namun sepertinya tak bisa menggetarkan hati Daffa. Kinara Andalena, adalah wanita energik juga cantik yang kini tengah disibukkan dengan banyak kegiatan. Anak satu-satunya yang terpaksa untuk membantu mengurus perusahaan sang Ayah. Terpaksa, karena Kinara merasa anak satu-satunya dan tak terlalu tertarik untuk terjun ke dunia bisnis, seperti Papanya. N
BAB : 71Sikap Dingin Seorang Daffa Biantara***"Mah, lusa Kinara mau pergi ke Bandung. Ada acara sebentar di sana, jadi ya nanti Kinara nggak ngantor dulu." Kinara berucap seraya memasukkan makanan ke mulutnya. "Yang penting hati-hati aja bawa mobilnya Ki, Bandung juga lumayan jaraknya. Ingat kamu perempuan!" Bu Dania merespon ucapan Kinara. "Memangnya Kinara ke Bandung ada acara apa? Nggak papa kok, kalau Daffa yang nganter, pasti dia nggak akan keberatan. Iya kan, Sayang?" Timpal Zeanna dengan melirik Daffa.Mata Daffa membulat mendengar ucapan sang Mama. Ia tak habis pikir dengan tawaran sang Mama yang menurutnya konyol itu. Sedangkan Kinara tersenyum menang. Memang itulah tujuannya ia berbicara seperti itu di depan keluarga Daffa. "Daffa sibuk, Ma, Daffa sekarang lagi bantu Restu untuk menuntaskan suatu kasus." Daffa berusaha menolak, namun melihat antusias sang Mama ia hanya mendesah pelan. Ia tak tahu lagi harus bagaimana, yang jelas ingin rasanya segera pergi dari tempat
BAB : 72Antara Kinara, Salma, dan desakan dari orang tuanya.***“Enak sekali kamu Daff, bisa sesantai ini sekarang?” tanya Zeanna menghampiri Daffa ke kamarnya. Ia berkacak pinggang dan terus menggeleng melihat tingkah laku Daffa.Zeanna meradang melihat sang anak yang kini tengah berbaring santai dengan memainkan ponselnya. Daffa terlihat begitu santai seperti tanpa beban pikiran, itulah yang menyebabkan Ibu dari dua anak tersebut kesal. Bagaimana tidak, sikap Daffa yang begitu angkuh pada Kinara saat pertemuan tadi masih membekas di pikirannya. Namun sang anak justru bersikap santai seolah tidak melakukan kesalahan apapun.Daffa menaruh ponselnya, lantas memandang Mamanya sejenak. “Ada apa sih, Ma, kan tadi Daffa dah ngikutin kemauan Mama.” Dengan tanpa merasa bersalah Daffa berucap. “Seharusnya Daffa yang marah loh, Mama dah bohong sama Daffa!” imbuhnya lagi, dengan menatap manik mata sang Mama berharap ada pengertian di dalam sana.Zeanna menghembuskan nafas kasar untuk menetral
BAB : 73Bayang-bayang masa lalu.***“Kita turun dulu, Ma. Biarkan Daffa istirahat.” Sang Papa menuntun Mamanya untuk keluar dari kamar Daffa.Daffa kini kembali dengan kesendirian di kamarnya. Ia terlihat bingung dengan keadaan yang menimpanya saat ini. Cinta tidak bisa dipaksa bukan? Namun sepertinya keadaan telah memaksanya untuk memilih dan segera mengambil keputusan atas cinta tersebut. Sungguh, perjodohan adalah hal yang tak diinginkan oleh Daffa sama sekali. Tidak mungkin ia pergi meninggalkan orang tuanya kembali. Namun kisah ruwetnya yang membuat Daffa sendiri kini dilanda dilema. Daffa berusaha memejamkan matanya berharap rasa lelah serta bingungnya hati segera menghilang seiring berjalannya waktu. Namun wajah perempuan yang pernah menguasai hatinya berkelebat sejenak di pikirannya. “Salma,” Daffa bergumam pelan.Daffa mengusap wajahnya, berharap bayangan itu hilang dari pikirannya. Namun justru bayangan itu semakin kuat. Walaupun hatinya sangat kuat dengan nama perempua
BAB : 74Sang Bibi yang pulang kampung***Melihat ponselnya yang terus berdering Zeanna berinisiatif mengangkatnya sejenak. Walaupun tanda tanya asih menyelimuti, ia sempatkan untuk melirik sang suami serta anak bungsunya yang mereka pun sama penasaran.“Kok nggak langsung diangkat, Mah? Memang siapa yang nelpon?” tanya Pak Aksa penasaran.“Bentar, Mama angkat dulu!” Tidak memberi jawaban Zeanna justru melipir dari ruangan makannya. Ia lantas mengangkat telpon yang masih dalam keadaan berdering dengan nyaringnya.“Assalamualaikum, Nyah?” Terdengar suara dari sana setelah telepon tersambung.“Waalaikumsalam, ada apa, Bi, apakah ada hal mendesak? Atau apa? Tumben Telpon,” tanya Zeanna khawatir.Sang Bibi tak pernah telepon jika sedang pulang kampung apalagi masih sepagi ini. Dan hal itu membuat Zeanna khawatir, karena memang tak biasa. Tentulah ada hal mendesak yang membuat asistennya itu berani menelpon.“Hmm … begini, Nyah,” Terdengar hembusan nafas sang Bibi yang terasa berat. Enta