BAB : 102Bertemunya Daffa dan Lean, dengan segala kesedihannya. ***Dalam keheningan yang menyelimuti, Daffa tengah merenung seorang diri di dekat jendela kamarnya. Hatinya hambar hingga saat ini, entah kapan kekosongan hatinya akan terisi. Nyatanya setelah kepergian sang mantan beberapa tahun lalu, Daffa Biantara namanya, masih tetap menyendiri padahal banyak perempuan yang menghampiri. Padahal bintang berhias indah di langit menemani kesendirian Daffa di kamarnya, namun tak mampu mengobati rasa sepi di dalam hatinya.Entah pada siapa cintanya akan berlabuh, hatinya pun masih terombang ambing mencari muara. Jodoh adalah misteri Illahi yang Daffa sendiri tak akan bisa mengetahuinya. Bukan Daffa menghindar, namun kecocokan hati menjadi kunci utama, hingga kini Daffa pun belum menemuinya.Bahkan seorang model ternama yang bernama Kinara Andalena saja tak mampu menggoyahkan kebekuan hati Daffa. Namun akhir-akhir ini justru pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang bernama Lean. Mungkin k
BAB : 103Lean, Sumi, dan kemungkinan yang terjadi setelahnya.***Lean menunduk. Tak lama, matanya mengembun karena mengingat keadaannya yang terombang ambing saat ini.“Hei, kenapa jadi sedih seperti ini?” Daffa mengangkat dagu Lean. Dan benar saja, pipi Lean telah basah dengan air mata. Daffa yang melihatnya merasa teriris, hatinya pilu, seakan merasakan penderitaan yang Lean alami. Padahal Lean belum menceritakan apapun pada Daffa. Namun air matanya sudah menceritakan bagaimana kondisinya saat ini.“Jangan menangis!” Daffa mengusap pelan pipi Lean, berharap air mata itu kering dan tak pernah datang lagi. “Air matamu terlalu berharga untuk kau tumpahkan seperti ini. Aku akan membantumu semampuku. Kita berjuang bersama sama. Ya?” “Makasih, Mas. Makasih banyak,” “It is Okay. Makasih udah muncul di hadapanku.” Daffa tersenyum, manis sekali. Dan itu sukses membuat hati Lean sedikit tenang. “Jadi, apa rencana kamu selanjutnya, Lean?” tanya Daffa setelah Lean merasa tenang.“Nggak tau
BAB : 104Curahan hati Lean, serta mencairnya hati yang mulai membeku.***“Jadi, sebelum Mamamu menghilang, kamu sempat berdebat dengannya?” tanya Daffa yang kini sedang bersama dengan Lean. Mereka kini berdiskusi di dalam kamar Daffa karena saat ini kamarnya Daffa adalah tempat yang paling aman bagi mereka. Untuk keluar pun tak memungkinkan, karena selain pengintai di mana-mana, nama Daffa pun ikut dipertaruhkan karena kasus terbaru Lean. KIni ia pun lebih berhati-hati dalam bertindak ke depannya.“Koswara adalah Papa tiriku, laki-laki yang sangat Mama cintai ketika aku masih berumur sekitar 7 tahunan. Itu pun mereka sudah pacaran lama setelah Papa kandungku meninggal karena sakit, dan tak lama Papa Koswara hadir berniat menggantikan posisi Papa, dengan membawa seorang anak perempuan yang umurnya tidak terlalu jauh dariku.” Lean menghela nafas sejenak, seolah mengeluarkan rasa sesak yang mendera. Tarikan nafasnya pun terdengar berat, menandakan bahwa hatinya tidak dalam keadaan ba
BAB : 105Kebekuan Hati yang Mulai Mencair.***Daffa kini kembali dalam kesendirian. Setelah banyak informasi yang ia dapatkan dari Lean, Ia kini mondar mandir di kamarnya. Menimang dan berpikir langkah apa yang akan diambilnya nanti. Karena lawannya pun bukanlah orang sembarangan, dan bahkan lebih licik dari yang ia pikirkan sebelumnya.Apalagi mendengar kejadian demi kejadian yang baru saja Lean ceritakan tadi, cukup membuatnya ngilu hati. Daffa tak menyangka, seorang pengusaha terkenal serta kaya raya yang tak lain adalah Koswara Herlambang, ternyata adalah seorang perampok cerdik bagi keluarga Leandita Herlambang.‘“Restu, aku harus menghubungi Restu sekarang!” Setelah mendapat keputusan, Daffa menyambar ponsel lalu menghubungi Restu. Restu pun sekarang pergerakannya dibatasi karena mendapat teguran dari atasannya. Tentu saja menjadi pertimbangan sendiri untuk Daffa dalam membawa kasus ini nanti. Ia menghubungi Restu setelah mendapat banyak informasi dari Lean.“Hallo Daff, gima
BAB : 22 Bertemunya Daffa, Restu, dan Lean serta diskusi panas mereka hingga menemukan titik terang.***Restu nampak memperhatikan Sumi sejak tadi. Ia masih bingung dan mencerna mengapa Daffa membawa bersamanya juga. Daffa membuka jendela kamar yang ia tutup karena silaunya cahaya yang memasuki kamarnya. Sedangkan Sumi yang kini tengah duduk di sofa, nampak merunduk dalam. Ia tahu saat ini ia akan kembali menjadi Lean, dan jelas pembicaraan mereka kali ini akan lebih jauh.Ya, saat ini mereka tengah berada di kamar Daffa untuk mendiskusikan masalah mengenai Lean. Namun yang membuat Restu heran, mengapa Daffa justru membawa asistennya? Apakah ini yang dibilang kemarin, seseorang yang ia curigai mirip Lean? Restu menggeleng kepala pelan, nantilah biar ia tanyakan langsung untuk apa Daffa membawanya kesini. Pikir Restu.“Perkenalkan, Res, ini Lean,” ucap Daffa seraya memegang punggung Sumi.Restu menganga. “Jadi, waktu yang lo bilang itu benar?” tanya Restu. Sedangkan Lean semakin te
BAB : 107Mulai Mengatur Rencana***“Ahaaaa …!” Sumi terpekik dengan menjentikkan jari di depannya. Ia terlihat senang seolah mendapatkan ide brilian kali ini. Daffa melotot kesal. “Biasa aja! Gue kaget denger suara lo!” Daffa menjitak kening Sumi, tentu saja Sumi langsung terlihat manyun dengan mengelus keningnya pelan.Sedangkan Restu tampak menggeleng kepala pelan dengan melengkungkan senyumnya sedikit. Mungkin melihat tingkah Sumi yang aneh dan gokil menurutnya.“Perusahaanku juga ada kerjasama dengan media massa terbesar di kota ini. Dan salah satu orang penting yang bekerja di sana adalah teman Papa. Namun renggang semenjak Koswara hadir di tengah tengah kami. Kalau kalian mau, kalian bisa menemui beliau, Pak Adam Galin namanya.” Lean berpendapat.“Ide bagus. Jadi maksudmu, kita diam-diam menghubunginya dan mengklarifikasi semua tuduhan tuduhan yang membuatmu terpojok seperti ini, begitu? Tanpa harus memperlihatkan dirimu di depan mereka. Aku setuju dengan pendapat Lean. Menur
BAB : 108Bingungnya Kinara atas kepergian Daffa.***Pagi ini terlihat sangat cerah. Sinarnya pun tak segan menghiasi kamar Daffa di balik celah celah jendela. Tentu saja secerah hati Daffa saat ini, ia tampak sangat bersemangat dalam menjalankan aktivitasnya. Kemeja warna krem ditambah dengan jas yang sudah menempel di badannya, semakin terlihat keren. Dengan data data yang sudah dipersiapkan sejak kemarin, hari ini Daffa ingin pergi ke tempat sesuai dengan petunjuk Lean. Ya, media massa adalah tujuannya kali ini.Daffa turun dari kamarnya dengan sudah terlihat rapi. Luka di keningnya masih sedikit kentara, namun sudah mulai mengering. Dan sepertinya Daffa pun sudah tak mempermasalahkan hal itu. Mama dan Papanya sudah berada di ruang makan. Sedangkan Bi Nina sedang menata makanan di meja. Daffa celingukan mencari Sumi. Kemana Sumi? Ia dengan tergesa melangkah ke dapur, dan benar Daffa menemukan Sumi yang sedang mencuci piring.Daffa tersenyum, lantas menghampiri Sumi yang tak melih
BAB : 109Bertemunya Daffa dengan Pak Azam Galin.***Kinara nelangsa melihat punggung Daffa yang semakin jauh. Bagaimana mungkin ia ditinggal begitu saja, sedangkan ia saja baru merebahkan pantatnya di rumah Daffa. Ia melirik wajah Zeanna yang terlihat biasa saja. ‘Kenapa Tante Zeanna biasa saja melihat Daffa pergi? Biasanya juga aku disuruh ikut, tapi ini kenapa nggak? Fix, ini aneh. Pasti ada sesuatu!’ Pikir Kinara yang merasa kecewa.Kinara merasa kecewa, entah kecewa dengan siapa yang jelas suasana sudah tak mendukung dirinya. Nyatanya kini Zeanna pun sudah tak begitu peduli lagi Namun bagaimana dengan hatinya? Kinara sendiri sudah merasa suka dengan Daffa. Dan sekarang justru Daffa meninggalkannya begitu saja oleh Kinara. Sungguh, pagi ini merupakan pagi yang apes buat Kinara.***Siang ini dengan gagahnya Daffa memasuki kantor di mana saat ini banyak para wartawan tengah laporan dengan hasil surveinya masing masing. Dengan santai Daffa melangkah mencari seseorang yang bernama
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin