BAB : 107Mulai Mengatur Rencana***“Ahaaaa …!” Sumi terpekik dengan menjentikkan jari di depannya. Ia terlihat senang seolah mendapatkan ide brilian kali ini. Daffa melotot kesal. “Biasa aja! Gue kaget denger suara lo!” Daffa menjitak kening Sumi, tentu saja Sumi langsung terlihat manyun dengan mengelus keningnya pelan.Sedangkan Restu tampak menggeleng kepala pelan dengan melengkungkan senyumnya sedikit. Mungkin melihat tingkah Sumi yang aneh dan gokil menurutnya.“Perusahaanku juga ada kerjasama dengan media massa terbesar di kota ini. Dan salah satu orang penting yang bekerja di sana adalah teman Papa. Namun renggang semenjak Koswara hadir di tengah tengah kami. Kalau kalian mau, kalian bisa menemui beliau, Pak Adam Galin namanya.” Lean berpendapat.“Ide bagus. Jadi maksudmu, kita diam-diam menghubunginya dan mengklarifikasi semua tuduhan tuduhan yang membuatmu terpojok seperti ini, begitu? Tanpa harus memperlihatkan dirimu di depan mereka. Aku setuju dengan pendapat Lean. Menur
BAB : 108Bingungnya Kinara atas kepergian Daffa.***Pagi ini terlihat sangat cerah. Sinarnya pun tak segan menghiasi kamar Daffa di balik celah celah jendela. Tentu saja secerah hati Daffa saat ini, ia tampak sangat bersemangat dalam menjalankan aktivitasnya. Kemeja warna krem ditambah dengan jas yang sudah menempel di badannya, semakin terlihat keren. Dengan data data yang sudah dipersiapkan sejak kemarin, hari ini Daffa ingin pergi ke tempat sesuai dengan petunjuk Lean. Ya, media massa adalah tujuannya kali ini.Daffa turun dari kamarnya dengan sudah terlihat rapi. Luka di keningnya masih sedikit kentara, namun sudah mulai mengering. Dan sepertinya Daffa pun sudah tak mempermasalahkan hal itu. Mama dan Papanya sudah berada di ruang makan. Sedangkan Bi Nina sedang menata makanan di meja. Daffa celingukan mencari Sumi. Kemana Sumi? Ia dengan tergesa melangkah ke dapur, dan benar Daffa menemukan Sumi yang sedang mencuci piring.Daffa tersenyum, lantas menghampiri Sumi yang tak melih
BAB : 109Bertemunya Daffa dengan Pak Azam Galin.***Kinara nelangsa melihat punggung Daffa yang semakin jauh. Bagaimana mungkin ia ditinggal begitu saja, sedangkan ia saja baru merebahkan pantatnya di rumah Daffa. Ia melirik wajah Zeanna yang terlihat biasa saja. ‘Kenapa Tante Zeanna biasa saja melihat Daffa pergi? Biasanya juga aku disuruh ikut, tapi ini kenapa nggak? Fix, ini aneh. Pasti ada sesuatu!’ Pikir Kinara yang merasa kecewa.Kinara merasa kecewa, entah kecewa dengan siapa yang jelas suasana sudah tak mendukung dirinya. Nyatanya kini Zeanna pun sudah tak begitu peduli lagi Namun bagaimana dengan hatinya? Kinara sendiri sudah merasa suka dengan Daffa. Dan sekarang justru Daffa meninggalkannya begitu saja oleh Kinara. Sungguh, pagi ini merupakan pagi yang apes buat Kinara.***Siang ini dengan gagahnya Daffa memasuki kantor di mana saat ini banyak para wartawan tengah laporan dengan hasil surveinya masing masing. Dengan santai Daffa melangkah mencari seseorang yang bernama
BAB : 110Hati yang mulai mencair, dan mulai ada rasa ketergantungan, membuat hidup Daffa kembali berwarna.***Macet yang menemani Daffa selama dalam perjalanan membuat ia tak bisa bergerak dengan leluasa. Kota memang tempatnya macet, ia menyadari itu. Namun Daffa terlihat gelisah karena masih banyak yang harus diurusnya. Daffa ingin segera sampai rumah, agar bisa menjalankan misi berikutnya. Daffa termenung sejenak, saat berada dalam kemacetan. Entah apa yang dipikirkan, ia ingin segera sampai ke rumah. ia mengambil ponselnya, lalu menelpon seseorang setelah memasang Handsfree headset untuk menelpon seseorang. Ia ingin menghubungi Restu mengenai rencananya hari ini. Di sisi lain, nampak Sumi tengah sibuk membersihkan rumah, sedangkan Bi Nina tengah mempersiapkan makan malam seperti biasa. Majikan mereka akhir akhir ini sibuk sehingga rumah pun sering sepi, hanya ada Sumi dan Bi Nina yang tengah beberes. “Kamu itu kenapa toh, Sum, dari tadi kok kelihatan murung terus. Adakah yang
BAB : 111Cukup kamu saja, tak mau yang lain!***Entah apa yang dirasa oleh gadis malang lagi cantik itu, namun pikirannya selalu tertuju pada laki laki yang baru saja menelponnya tadi. Ya, siapa lagi kalau bukan Daffa Biantara. Apakah ini yang namanya cinta? Ia tak tahu, yang jelas ia baru merasakannya sekarang.Pun Daffa yang terus tersenyum dengan mengendarai mobilnya. Hidupnya pun kembali berwarna setelah ada Sumi yang kini tinggal di rumahnya. Ia seakan menemukan lagi semangat hidupnya. Padahal Sumi selalu membuatnya kesal setiap saat, namun ia sendiri tak menyangka kalau rasa bisa berubah seiring berjalannya waktu.“Hemm …hemm….”Sumi terkesiap melihat Bi Nina berdehem di belakangnya. Ia pun menghampiri sang Bibi lalu memberikan ponselnya.“Ciee… yang lagi senang karena habis ditelpon sama sang pujaan,” ledek Bi Nina.“Ish, apaan sih Bi, nggak ah biasa aja.” kilah Sumi dengan pipinya yang tersenyum mengembang.“Yakin, nanti Mas Daffanya diambil orang lo. Eh nggak ding, Mas Daff
BAB : 112Hadirnya cinta di antara mereka.***Kata orang jawa, Tresno jalaran soko kulino. Cinta yang hadir karena terbiasa, begitulah kira-kira artinya. Apakah cinta sudah mulai hadir di hati mereka? Nyatanya justru hidup Daffa dan Lean terlihat lebih bersemangat dan penuh rasa.***“Kamu kenapa Sum? Kok senyum senyum gitu? tanya sang Bibi setelah melakukan sholat subuh. Ia melipat mukena yang masih tergeletak di lantai.“Hah? Nggak, siapa yang senyum senyum sih Bi,” sangkal Sumi, ia beranjak untuk membuka jendela agar udara pagi masuk ke dalam kamarnya. “Sumi tuh seneng karena semalam mimpi bertemu sama Mas Rio Dewanto. Bibi tau kan kalau aku ngefans sama dia,” imbuhnya lagi.“Mimpi? Bukannya semalem udah bertemu dengan Mas Rio Dewanto-mu?” “Hah?” Sumi gelagapan, pura pura tidak mendengar pertanyaan Bibinya.“Iya, bukannya semalem kamu udah bertemu dengan sang pujaan hatimu?” Bibi mengulangi pertanyaannya lagi.“Hah! Bertemu? Semalem kan Sumi tidur sama Bibi. Ah lama lama Bibi ane
BAB : 113Kecurigaan Zeanna pada anak lelakinya. ***Ponsel Daffa berdering, membuat Daffa sedikit berjingkat. Daffa mengernyitkan dahi, siapa yang menelponnya sepagi ini? Daffa mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas, tak lama senyumnya mengembang menyadari siapa yang telah menghubunginya kali ini.“Rama,” gumamnya. “Ada apa Rama telpon sepagi ini?” tanyanya penasaran.“Assalamualaikum, Ram, ada apa? Tumben telpon,” tanya Daffa setelah sambungan telepon terhubung.“Waalaikumsalam, Daff. Tolong kirim alamat rumahmu sekarang! Aku mau ke sana.” “Kamu mau ke sini? Tapi, ada apa? Tumben mendadak seperti ini,” tanya Daffa yang heran dengan rencana Rama yang mendadak.“Kamu katanya habis kecelakaan, Daff, benar?”“Hu’um, tapi udah sembuh. Ini udah mau aktivitas lagi.” “Ada yang mau aku omongin dan tanyain sama kamu, Daff. Aku tetap akan ke rumahmu hari ini juga!” “Oke, aku tunggu!”Daffa mendesah pasrah setelah Rama menutup teleponnya. Ia pun mengurungkan niatnya untuk ke kantor ha
BAB : 114Kedatangan Rama ke Rumah.***Bayang bayang masa lalu yang masih menghantui atau hanya menjadi ketakutan semata? Bukankah itu hanya masa lalu? Dan sepertinya Daffa sudah mulai berdamai dengan hatinya.***Zeanna masih dengan kebingungannya. Ia menerka dan terus mencari tahu tentang perempuan terdekat Daffa saat ini. Sumi? Zeanna menggeleng kepala pelan. Tak mungkin itu Sumi, karena Zeanna pun tak pernah melihat Daffa mendekati Sumi."Mah, kok malah ngelamun. Ayo turun, Rama udah nungguin di depan!" Daffa menegur sang Mama yang masih bengong.Zeanna gelagapan. "Ya udah, ayo!" Mamanya beranjak mengikuti Daffa yang berada di depannya.Daffa melangkah cepat untuk segera menemui Rama. Pun dengan sang Mama yang masih membuntuti dari belakang. Senyum Daffa pun mengembang setelah sosok Rama berdiri di depannya."Eh Ram, nggak nyangka kamu sampai sini juga." Daffa menyalami tamunya. "Ayo, masuk dulu!" Daffa mengajak Rama masuk ke dalam rumah. "Perkenalkan saya Rama, Tante," ucap Ra