Belajar bareng yang direncanakan akhirnya berlangsung. Semua sibuk berkutat pada buku masing-masing. Sadena mengajari Ankaa materi kimia yang sulit cowok itu mengerti.
Lain halnya pada Selin, cewek itu malah bersandar di kaki sofa sembari menscroll gawai miliknya. Buku-buku di depannya terbuka semua tapi tidak tersentuh sama sekali.
"Ih lucu bangettt," gumam Selin. Ketika layarnya menampilkan foto sebuah kucing lucu yang tengah mendongak.

Selin tertawa mengingat kecerobohannya tersebut.
"Sibuk banget, ngapain, Sel?" Ankaa ya
Menit demi menit berlalu, dan sekarang hampir menunjukkan pukul 6 sore. Selesai belajar, Sadena, Selin dan Ankaa memutuskan menonton serial kartun Spongebob.Kini, mereka duduk di sofa ruang keluarga. Sadena fokus menonton begitu pun Ankaa, ditemani cemilan keripik udang kesukaan mereka berdua. Sementara Selin, jangan ditanya, cewek yang berada di tengah itu tidur pulas."Yah, Selin ketiduran, Na," ucap Ankaa kaget.Sadena mengangguk sekilas. Ia sebenarnya tahu cewek itu tidur sedari tadi namun ia malas meladeni. "Biarin aja.""Udah hampir jam enam," peringat Ankaa sembari melirik jam dinding."Hah?!" Sadena melotot kaget. Ia melihat jam tangannya sekilas. "Bangke. Ngomong dari tadi kek.""Gue juga baru nyadar, Na. Haha." Ankaa membela diri."Yaudah bangunin tuh si lemot." Beranjak dari duduknya, Sadena mengambil tasnya yang tersandar di kaki sofa.
"Lo harus bersikap baik ke semua cewek. Gimana?" Skakmat. Permintaan Selin barusan benar-benar membuat Sadena melongo. Rasanya ia ingin menjitak kepala Selin habis-habisan.Ankaa yang masih anteng menguping memajukan sedikit kepalanya agar bisa mendengar apa yang kedua sahabatnya bicarakan."Lo masih waras nggak sih?" tanya Sadena, kemudian mengacak rambutnya, frustasi. "Gue nggak bisa."Selin memiringkan kepalanya, heran. "Maksud lo permintaan gue nggak masuk akal?" Lalu berdecak beberapa kali. "Nggak bisanya itu dimana Dena? Lo cuma perlu bersikap sedikit lembut ke mereka. Ngomongnya jangan galak dan nggak usah ngegas. Terus sebelum ngomong itu difilter dulu supaya nggak nyakitin hati orang. Mudah, kan? Kan kan? Mau ya? Ya ya?" Kali ini Selin memasang wajah yang sangat melas. Kedua matanya seolah memancarkan sinar berwarna putih.Sadena yang melihat itu b
Sesampainya di UKS Sadena cepat-cepat membaringkan tubuh Selin di brankar, mukanya panik bercampur bingung. Petugas PMR yang bertugas pun tidak membuang waktu lagi, ia lantas menghampiri Selin dan bertanya pada Sadena. Cowok itu berdiri di samping brankarnya. "Dia sakit apa?" "Kena bola," jawab Sadena ketus seperti biasa. Namun tidak untuk kepanikan di wajahnya yang begitu kentara. "Cepet kasih obat." Petugas PMR itu menggeleng sambil menempelkan punggung tangan ke dahi Selin. "Nggak bisa. Paling cuma dikasih balsem atau minyak kayu putih." "Yaudah cepet kasih. Ribet amat pake mikir segala," perintah Sadena, perasaan cowok itu makin tidak karuan. Mendengar ketegasan dari cowok itu, Dinda-- petugas PMR itu bergegas mengambil balsem dari nakas obat, lalu kembali lagi untuk mengoleskan balsem tersebut ke tengkuk dan belakang telinga Selin sambil memijatnya perlahan.
Sebaik apa pun tujuannya, semua yang dilakukan atas dasar kebohongan itu nggak akan berkah.-Sadena-***Sore ini, hujan deras mengguyur kota Bandung. Tepatnya ketika semua murid diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.Sadena berdiri di koridor laboratorium IPA yang berada di lantai dua. Ia menengadah, menatap langit mendung dan berawan di atas sana. Sesekali Sadena menggosokan kedua tangannya guna menghalau rasa dingin.Di koridor ini dia tidak sendiri. Ada murid-murid lain namun hanya beberapa, sisanya memilih untuk masuk ke dalam kelas atau berteduh di tempat lain. Ada juga yang sudah dijemput menggunakan mobil pribadi."Ba!" Seruan itu terdengar bersamaan tepukan keras di pundaknya.Sadena tidak terkejut membuat Selin menghela napasnya dan berdiri di samping Sadena. Cewek itu tersenyum, memberikan cengiran khasnya.
Pulang sekolah. Sadena mengintip di balik pohon rindang dekat pagar makam, cowok itu mampir karena tidak sengaja melihat mobil hitam dengan plat nomor persis seperti milik ayahnya terparkir di depan area makam. Dan ternyata benar, Dian sedang bersimpuh di depan sebuah makam. Menaburkan banyak kelopak bunga lalu kemudian berdoa. Sadena berbalik dan menyembunyikan diri ke semak-semak ketika Dian hendak beranjak pergi dari sana. Menahan napas sesaat Dian melangkah melewatinya. Setelah memastikan ayahnya itu benar-benar pergi. Sadena bergegas menghampiri makam yang tadi Dian kunjungi itu. Lalu membaca nama yang tertulis di nisannya. 'Hana Gisyella.' --Sadena-- Keesokan paginya. "YEAY KEMAH!!" Suara itu terdengar sepanjang lorong sekolah, bahkan sampai ke tel
"Telat lima menit," celetuk Sadena, menatap Selin yang baru saja sampai dengan berlari tergopoh-gopoh. "Lama amat. Pantes aja lo gue sebut, keong." "Enak aja. Ini karena Pak Marwan lama banget keluarnya, terus kaki gue terlalu pendek tauu." Selin menggerutu. Napasnya masih ngos-ngosan. "Baru nyadar?" tanya Sadena sambil memasang helmnya. Tersenyum kecut. Pulang sekolah ini, seperti rencana mereka pagi tadi, akan menyempatkan diri menjenguk Ankaa yang sedang sakit. "Au ah," Selin mengibaskan rambutnya, pongah. Greget. Ingin sekali rasanya menjejal mulut Sadena dengan seribu cabai paling pedas di muka bumi ini. Biar cowok itu tahu bahwa sepedas apa kata-katanya sampai menyakiti hati orang lain. "Yaudah cepet naik! Gue nggak suka buang-buang waktu," ujar Sadena yang telah menyalakan mesin motornya. Selin manyun tapi tetap menurut. Ia naik ke boncengan, sebelum kemudian memasang
Seminggu telah berlalu. Seperti yang di rencanakan, hari ini kelas XII mengadakan camping tahunan sekolah yang bertempat di bumi perkemahan Ranca Upas, Bandung, Jawa Barat. Sebab itu pagi-pagi sekali, Selin sudah bangun untuk bersiap-siap. Mengemas barang apa saja yang diperlukan untuk kebutuhannya selama tiga hari di sana. Pakaian cewek itu terkemas rapi di dalam tas jinjing besar berwarna hitam putih.  Sementara kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman, Selin masukan ke dalam tas punggung berukuran sedang yang berwarna pink. "Selin, sudah siap?" tanya Kevin yang menunggu di lantai dasar. Selin yang sedang mengecek penampilan di cermin itu menjawab, "Sebentar lagi, Pah." Selesai bersiap, Selin segera menuruni tangga untuk menemui papanya. Lalu berpamitan dengan Raya. "Kamu hati-hati
Berapa lama pun waktunya, aku akan setia menunggu kamu menyadari perasaan itu. 🌺🌺🌺  Langkah cowok itu tepat berhenti di depan toilet perempuan. Dengan terpaksa ia memasuki toilet tersebut membuat penghuninya yang sedang bercermin menoleh dan membulatkan mata, kaget. Namun Sadena tidak pedulian. Ia justru bergerak cepat mencek semua bilik toilet. Dan hasilnya kosong. Tidak ada Selin di sana. Sadena mengacak rambutnya frustasi. Ia pun menatap deretan siswi di depan cermin itu yang juga menatapnya. "Liat cewek pake sweater pink masuk sini nggak?" tanya Sadena. Deretan siswi itu kontan menggeleng. Sadena mengangguk singkat dan segera beranjak pergi. Tetapi, beberapa la