Pulang sekolah.
Sadena mengintip di balik pohon rindang dekat pagar makam, cowok itu mampir karena tidak sengaja melihat mobil hitam dengan plat nomor persis seperti milik ayahnya terparkir di depan area makam.
Dan ternyata benar, Dian sedang bersimpuh di depan sebuah makam. Menaburkan banyak kelopak bunga lalu kemudian berdoa.
Sadena berbalik dan menyembunyikan diri ke semak-semak ketika Dian hendak beranjak pergi dari sana. Menahan napas sesaat Dian melangkah melewatinya.
Setelah memastikan ayahnya itu benar-benar pergi. Sadena bergegas menghampiri makam yang tadi Dian kunjungi itu. Lalu membaca nama yang tertulis di nisannya.
'Hana Gisyella.'
--Sadena--
"YEAY KEMAH!!"
Suara itu terdengar sepanjang lorong sekolah, bahkan sampai ke tel
"Telat lima menit," celetuk Sadena, menatap Selin yang baru saja sampai dengan berlari tergopoh-gopoh. "Lama amat. Pantes aja lo gue sebut, keong." "Enak aja. Ini karena Pak Marwan lama banget keluarnya, terus kaki gue terlalu pendek tauu." Selin menggerutu. Napasnya masih ngos-ngosan. "Baru nyadar?" tanya Sadena sambil memasang helmnya. Tersenyum kecut. Pulang sekolah ini, seperti rencana mereka pagi tadi, akan menyempatkan diri menjenguk Ankaa yang sedang sakit. "Au ah," Selin mengibaskan rambutnya, pongah. Greget. Ingin sekali rasanya menjejal mulut Sadena dengan seribu cabai paling pedas di muka bumi ini. Biar cowok itu tahu bahwa sepedas apa kata-katanya sampai menyakiti hati orang lain. "Yaudah cepet naik! Gue nggak suka buang-buang waktu," ujar Sadena yang telah menyalakan mesin motornya. Selin manyun tapi tetap menurut. Ia naik ke boncengan, sebelum kemudian memasang
Seminggu telah berlalu. Seperti yang di rencanakan, hari ini kelas XII mengadakan camping tahunan sekolah yang bertempat di bumi perkemahan Ranca Upas, Bandung, Jawa Barat. Sebab itu pagi-pagi sekali, Selin sudah bangun untuk bersiap-siap. Mengemas barang apa saja yang diperlukan untuk kebutuhannya selama tiga hari di sana. Pakaian cewek itu terkemas rapi di dalam tas jinjing besar berwarna hitam putih.  Sementara kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman, Selin masukan ke dalam tas punggung berukuran sedang yang berwarna pink. "Selin, sudah siap?" tanya Kevin yang menunggu di lantai dasar. Selin yang sedang mengecek penampilan di cermin itu menjawab, "Sebentar lagi, Pah." Selesai bersiap, Selin segera menuruni tangga untuk menemui papanya. Lalu berpamitan dengan Raya. "Kamu hati-hati
Berapa lama pun waktunya, aku akan setia menunggu kamu menyadari perasaan itu. 🌺🌺🌺  Langkah cowok itu tepat berhenti di depan toilet perempuan. Dengan terpaksa ia memasuki toilet tersebut membuat penghuninya yang sedang bercermin menoleh dan membulatkan mata, kaget. Namun Sadena tidak pedulian. Ia justru bergerak cepat mencek semua bilik toilet. Dan hasilnya kosong. Tidak ada Selin di sana. Sadena mengacak rambutnya frustasi. Ia pun menatap deretan siswi di depan cermin itu yang juga menatapnya. "Liat cewek pake sweater pink masuk sini nggak?" tanya Sadena. Deretan siswi itu kontan menggeleng. Sadena mengangguk singkat dan segera beranjak pergi. Tetapi, beberapa la
"Sepi ya rumah kita?" ucap Aldevab yang melangkah menuruni tangga. Ia baru saja selesai mandi, handuk putih kecil melingkari lehernya. Mery yang asik nyemil sambil duduk di sofa itu menoleh. Tersenyum sekilas. Di depannya, TV besar menyala menampilkan drama Korea. "Iya. Kira-kira mereka udah sampai belum ya?" "Mungkin." Aldevan menjawab usai duduk di samping istrinya. Mengulurkan handuk kecil tadi. Lalu berkedip manja. "Keringin rambut aku dongg." Mery terkekeh sesaat namun tetap menurut, sebelum menerima handuk itu. Ia bersihkan dulu tangannya menggunakan tisu. "Manja banget sih kamu." "Kesempatan, mumpung si kembar nggak ada. Hehe." Aldevan nyengir. Mery mendengus geli. Tangannya mulai bergerak di puncak kepala Aldevan. "Aku kangen banget sama mereka. Kamu?" "Ya kangenlah. Aku kan bapaknya," jawab Aldevan. Ia mengusapi pipi Mery. "Nambah yang cewek yuk, Ry!"
Ucapan Sadena barusan benar-benar membuat Selin mati gaya. Bahkan masih kepikiran sampai sekarang. Dimana sekarang seharusnya ia mengistirahatkan diri usai melakukan kegiatan yang cukup menguras tenaga. Tapi cewek itu malah duduk menekuk lutut sambil memandang langit malam di luar tenda.  "Boleh gabung?" Seseorang dengan suaranya yang pelan bertanya. Selin menoleh, ditemukannya Marsha berdiri di belakangnya. "Boleh." Tanpa babibu lagi, Marsha langsung mendaratkan pantatnya di samping Selin. "Kenapa belum tidur?" tanya Marsha. Selin tersenyum sekilas. "Belum ngantuk. Hehe. Lo sendiri?" "Sama. Jam segini biasanya gue masih liat langit dari jendela kamar," jawab Marsha. Ia tersenyum, tidak kalah manis dari senyumnya Selin. "Ternyata lo suka liat langit juga ya? Apalagi kalau malem, banyak bintangnya
Selin kedinginan gara-gara Sadena, bibirnya gemetaran sampai sekarang. Selin bersumpah, ini rekor pertamanya mandi pukul setengah enam pagi. Satu jam lebih cepat dari biasanya. Kalaupun terpaksa, Selin pasti meminta air hangat dulu pada Raya. "Brrr shttt. Di-dingin bangett," cicit Selin terbata-bata. Khas orang kedinginan. Ia menunjuk wajah Sadena. "A-was yah. De-na. Shtt. Gu-e ba-les entar." Meskipun telah memakai tiga lapis baju, mulai dari tanktop, seragam olahraga yang berbahan tebal, hingga lapisan yang paling luar, sweaternya. Selin masih merasa kedinginan. Sadena mendengus geli. "Seger kali. Gue ngelakuin ini juga demi kebaikan lo. Supaya lo terbiasa mandi pagi. Dan asal lo tau, mandi waktu pagi itu bagus untuk kesehatan," jawab Sadena. "Makanya mulai dari sekarang lo harus nerapin itu." "Yang ada gue malah beku tauuu," gerutu Selin sambil memeluk lengannya. Ia duduk menekuk lutut sama seperti S
Perasaan itu harus disadari lebih cepat sebelum semuanya terlambat.🌺🌺🌺 Suara peluit terdengar sebanyak tiga kali. Itu artinya semua murid diminta berkumpul. Selin baru saja beringsut turun dari gazebo namun, Marsha menghampiri dan langsung menahan lengannya. Selin menoleh dan menatap cewek itu. "Kenapa, Sha?" "Lo udah ngelakuin apa yang gue minta?" tanya Marsha. Sebenarnya ragu. Takut Selin merasa terkekang karenanya. Tetapi, cewek itu justru tersenyum tipis dan mengangguk. "Udah, dan jawaban Dena tetap sama. Dia nggak mau ngasih tau gue alasannya." Marsha menghela napas. Sekali lagi ia merasa gagal. Menyadari raut Marsha berubah kecewa, Selin menyentuh pundak cewek itu. "Lo tenang aja. Gue bakal berusaha membujuk Dena. Nggak usah khawatir, oke?" Marsha mengangguki. Ia meras
Setiap manusia memiliki hak untuk dicintai dan mencintai. Jadi, jangan paksa aku untuk mengakhiri perasaan ini. 🌺🌺🌺  "Ankaa!" panggil Selin pada seorang cowok yang berjalan melewati tendanya. Ankaa menoleh. Dia menghampiri Selin. "Kenapa, Sel?" Selin berdiri. Ia menelisik penampilan Ankaa dari atas ke bawah. "Habis sholat ya?" tanyanya. Dilihat dari Ankaa yang saat ini mengenakan peci. Cowok itu mengangguk. "Emang kenapa?" Selin menggeleng samar. Kemudian matanya menyisir sekitar. "Dena mana?" "Belum selesai sholatnya. Dena mah kalo sholat bacaannya beuhh. Panjanggg," jawab Ankaa. Selin terkikik kecil. Namun dalam hati sangat bersyukur, ternyata selain pintar, Sadena juga tipe cowok yang taat beragama
Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak
Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang
Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang
Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M
Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i
Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman
Memang benar kata orang menjadi seorang istri susah-susah gampang, harus bangun pagi, memasak untuk keluarga, mencuci pakaian ditambah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Terlebih, jika seorang perempuan ini adalah wanita karir sebab dia harus pandai mengatur waktu antara keluarga dan karirnya.Selin termasuk dalam kategori wanita karir tersebut, namun di kurun waktu beberapa hari ini menjadi seorang istri ia belum kesulitan sama sekali mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaannya di butik. Hal itu karena ia didukung penuh oleh kedua mertuanya yang sangat menyayanginya. Mery dan Aldevan, mereka selalu membantu Selin sekecil apa pun kesulitan yang perempuan itu dapatkan.Seperti memasak misalnya. Meskipun Selin lahir dari keluarga yang berkecukupan, dalam hal mengenali bahan masakan ia masih kurang. Bukan tidak bisa, tapi Selin belum menguasai beberapa resep rumahan.Jadi, pagi ini dia meminta Mery membuatkan daftar bahan say
Sinar mentari pagi menyusup masuk dari celah gorden, membuat kedua insan yang masih bergelung dalam selimut itu mulai terjaga.Sadena mengerjapkan matanya berulang kali demi mengumpulkan kesadarannya, kala nyawanya sudah penuh, barulah laki-laki tampan itu bangun dan menggeliat sebentar. Menengok ke samping, Sadena terkekeh geli melihat Selin yang masih tidur nyenyak seolah dunia ini tidak pernah pagi.Imut sekali, Sadena tidak pernah bosan memandangi wajah istrinya itu sejak mereka SMA.Sikap jahilnya pun muncul ketika Selin menggeliat lalu menyamping menghadapnya, Sadena menyingkirkan rambut yang menutupi wajah perempuan itu kemudian mengecup pelan pipinya. Sadena tidak mau Selin ikutan terjaga.Sadena ikut berbaring mensejajarkan wajahnya dengan wajah perempuan itu, disatukannya hidung mereka hingga Sadena dapat merasakan hembusan napas Selin yang teratur.Tidak ia pungkiri memang ada bau-bau khas orang tidur, tapi
Dua minggu usai menggelar acara lamaran dan akad nikah, Selin dan Sadena akhirnya melangsungkan resepsi pernikahan mereka yang bertempat di hotel berbintang di tengah kota. Semuanya dipersiapkan dengan mewah dan matang oleh tim wedding yang dipilih sendiri oleh Selin.Tema resepsi mereka adalah Vintage yang menonjolkan gemerlap tahun 20-an. Mereka sengaja mengusung tema ini agar terkesan lebih berbeda dari pernikahan biasanya. Karena bertema Vintage, maka semua dekorasi kental akan warna putih serta pastel. Menambah kesan kagum, elegan nan mewah bagi para tamu yang hadir. Selain turut menyanjung betapa cantik dan tampannya sang calon mempelai, mereka pun memuji betapa indahnya dekorasi resepsi.Sadena dan Selin berdiri di atas pelaminan untuk menyalimi semua para tamu dengan senyum bahagianya, Selin menerima doa dan ucapan selamat dari mereka semua.Betapa bahagianya perempuan itu, meski demikian rasa lelah mulai menyapa tubuhnya.Ketika tak ada lagi tamu