Part 35 (Alasannya?)**** POV Zeen "Zeen, apa adikmu itu tidak jijik dengan Salma? Istrinya itu kan sering open B*? Apa dia tidak takut kalau sewaktu-waktu kena penyakit kelamin?" tanya Nana sembari menggekoriku ke kamar. Terdengar suara Mama yang masih berusaha mengusir Reza. Mereka bersikeras untuk tinggal di sini. Astaga, entah mimpi apa aku semalam. Kehadiran Reza membuatku tidak tenang. Aku takut Nana kembali menempel pada kutu itu. "Reza udah pasti jijik Na, tapi ego dan gengsinya tinggi," jawabku tanpa meliriknya. Aku mengenal betul watak adikku itu seperti apa. Ia anti menjilat ludah sendiri. Padahal sudah jelas, Salma tidak pantas untuk ia pertahankan. "Maksudnya? Dia bertahan karena gengsi?" Alis Nana bertaut, ia mengikutiku kenapa pun kaki ini melangkah. "Iya. Kamu lihat sendiri kan tadi. Dia lebih memilih bertahan, karena kalau dia bercerai, dia merasa menjadi bahan olok-olokan."Nana manggut-manggut mendengar penjelasanku, ia menarik napas, kemudian menghembuskannya
Part 36 (Ancaman!)****"Bukti yang kemarin kau bawa itu kau kumpulkan jadi satu, taruh ditempat yang aman, jangan sampai ada orang yang mengambilnya. Karena setelah kita ketemu dengan pelakunya, semua bukti akan kita lempar ke polisi." Aku berujar pada Haris. Setelah selesai berbicara dengan Pak Teguh kami meninggalkan restoran. Cerita dari Pak Teguh tadi setidaknya mengurangi rasa penasaranku. Aku tak lagi bertanya-tanya tentang alasan Idro membenci Nana, karena sudah kutemukan jawabannya. Dendam di masa lalu yang membuat Nana menjadi korban keganasan orang tuanya. Aku kini tinggal memburu pelaku yang mesabotase mobilku. Ia bisa menjadi sanksi kuat untuk menjebloskan Idro ke penjara. Ia juga satu-satunya orang yang bisa membuat Idro tak berkutik. Karena Idro lah yang membayarnya seperti halnya yang Idro lakukan pada Pak Ari Kusuma.Sejauh ini aku sudah mengantongi identitasnya, berupa nama, dan sebuah foto yang kudapatkan dari Jordan. Tinggal melacak keberadaan orang tersebut, dan
Part 37 (Kenyataan Pahit) *****POV Nana.Sejak mimpi buruk itu, aku sama sekali tidak bisa tenang. Berbagai prasangka turut mengisi benak ini. Dalam mimpiku, aku melihat Zeen berbaring di rumah sakit dengan ditopang alat-alat medis. Rasa khawatir dan cemas selalu datang menghantuiku, terlebih saat aku sedang jauh darinya. Seperti hari ini. Aku bahkan sampai nekat menyusul Zeen ke kantor demi mengobati rasa cemasku yang berlebihan itu. Aku tidak mau hal buruk terjadi padanya. "Kamu antar makan siang Zeen?" tanya Mama setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban, lalu meletakkan susu kotak yang habis kuseruput itu di meja, lantas mengusap sudut bibirku yang sedikit belepotan. "Berarti kamu masak tadi itu buat Zeen?" tanya Mama Reni lagi. Tatapan matanya penuh selidik. Aku tersenyum canggung sembari mengangguk malu-malu. "Iya, Ma.""Ada apa kalian datang ke sini?" Zeen menyela, ia menatap pasangan suami istri itu bergantian. "Papa mau bicara pen
Part 38 (Dia, Lah?)****Tak berselang lama taksi yang kupesan datang. Bergegas aku masuk, dan duduk di jok belakang. Tanganku bergerak menyeka buliran bening yang membasahi pipi. Aku tidak menyangka, kalau Ayahku lah penyebab kecelakaan Atarik 5 tahun yang lalu. Pantas saat itu Ayah menemuiku, dan mengatakan, jika aku tidak akan pernah bertemu dengan Atarik lagi. Bodoh, harusnya aku peka! Harusnya aku mencari tahu keberadaan Atarik. Bukannya malah diam, dan berlabuh pada hati yang salah. Dan ini lah yang kudapatkan. Aku dibuat menyesal akibat ulah ayahku sendiri. Lucu bukan?"Bu Nana ya?" tanya sopir sembari menatapku. Aku mengangguk pelan, jantungku masih berdegup kencang. Sesak ini kian mendera dada. Apa salahku? Kenapa tidak ada yang mau menjelaskan di mana letak kesalahanku. Kenapa mereka membenciku Tuhan? Kenapa?"Sudah siap Bu?""Sudah, Pak," jawabku lagi. Perlahan-lahan taksi yang kutumpangi mulai berjalan meninggalkan parkiran kantor, aku pergi tanpa seizin Zeen. Tidak bisa
Part 38 (Dia, Lah?)***Apa ini ada hubungannya dengan kecelakaan Atarik. "Beri saya waktu tuan!" ucap Pria itu. Ayah beranjak dari kursi, buru-buru kukeluarkan ponselku. Segera aku meluncur ke kamera, dan mencoba mengambil video percakapan mereka. Jangan tanya bagaimana jantungku? Meski takut ketahuan. Aku tidak akan mundur. Terlebih ini menyangkut Atarik. "Saya tidak suka dibantah! Pria yang kau sabotase mobilnya sekarang sedang memburumu! Kau tak mau kan membusuk di penjara!"Aku terlonjak, pupil mataku membesar.Jadi dia orang yang mesabotase mobil Atarik. "Bukan kah kasus itu sudah berakhir Tuan!""Apanya yang berakhir, pria itu masih hidup! Jangan banyak tanya, tinggalkan saja rumah ini. Pergi jauh dari sini!"Rona padam terlihat jelas di wajah Ayah. Napasku tak terasa tersengal-sengal. Buru-buru aku menundukkan kepala saat anak buah ayah melempar tatapan ke arah jendela. "Kita harus pergi ke mana Tuan!""C'k! Itu urusanmu, yang saya mau. Kamu tinggalkan kota ini! Atau tid
Part 39 (Menginterogasi!)****"Siapa itu?" teriak Ayah, suaranya membuatku terperangah. Detik itu juga aku kelabakan. "Van, buruan kamu periksa!" titah Ayah pada anak buahnya. Gawat, bagaimana ini? Aku panik bukan main, berulangkali aku celingukan, tidak ada tempat persembunyian yang aman. Tiba-tiba saja ada yang membekap mulutku dari belakang. Belum usai keterjutanku. Kini aku di seret mundur. Dan bersembunyi di balik pohon mangga."Hmmpp."Aku melawan dengan mencoba melepaskan tangan itu dari mulutku, namun upayaku gagal, kucoba menoleh. Aksiku berhenti saat seorang pria tiba-tiba saja muncul, ia berdiri di samping rumah. Persis seperti posisiku tadi saat menguping. "Tidak ada siapa-siapa, apa mungkin tadi suara kucing." Pikir pria itu, ia menatap sekeliling sembari garuk-garuk kepala. Matanya menelisik sekitar, sepi. "Siapa Van?" Refleks Van menoleh, ia menatap Ayah yang berdiri di belakangnya. "Tidak ada siapa-siapa, Tuan,""Apa mungkin ada yang membuntuti kita?""Tidak mun
Part 40 (Harga Dari Sebuah Kejujuran!)****"Baiklah kalau Anda tidak mau jujur. Saya akan hubungi polisi, dan meminta mereka datang ke sini," ancam Zeen.Mereka berdua tak hanya tegang, melainkan juga ketakutan. Bisa kutangkap beberapa kali wanita di sebelah pria itu meneguk Saliva getir. Tangan kanannya tampak gemetar. Dan parahnya, bocah kecil yang tidak tahu apa-apa itu ikut merasakannya. Ada rasa iba yang diam-diam menyusup, aku seperti melihat diriku saat kecil dulu. Betapa aku sangat takut kala Ibu mendekatiku. Terlalu banyak kenangan buruk yang terekam di kepala ini. Setiap sudut, setiap inci hal yang kualami membekas dalam ingatan. Aku selalu dihantui masa lalu, padahal aku sudah berdamai dengan takdir."Mas, tolong, jangan bawa-bawa polisi. Lebih baik kalian pergi dari sini!""Saya tidak akan mundur, sebelum saya mendapatkan jawaban. Pilihan ada di tangan kalian, berkata jujur atau hancur!" ucap Zeen tenang, meski begitu nada bicaranya terdengar tegas dan jelas. Ini masala
Part 41 (Kegilaan Idro!)****POV IdroSepulangnya dari rumah Aji, aku duduk termenung menghadap jendela, dan mulai bergelut dengan pikiranku sendiri.Aku sudah mengirim seseorang untuk memata-matai Atarik. Pria itu tidak sebod*h yang kukira. Ia bertindak dua langkah di depanku. Hal yang tak pernah kuduga kini ada di depan mata, saat Atarik mulai mengungkap kembali kasus kecelakaan yang terjadi padanya. Bahaya, kalau sampai bukti yang ia punya ia serahkan ke polisi. Aku bisa masuk penjara, dan mungkin akan jadi buronan. Aku meminta Van untuk melacak keberadaannya. Van sendiri adalah kaki kananku, semua masalah yang kuhadapi ini tak akan selesai tanpa bantuannya. Ia menyimpan semua rahasiaku. 5 tahun yang lalu, aku mencoba membunuh Atarik. Ia sahabat putriku. Sudah bertahun-tahun aku mencampakkan anak itu. Dan kini, Nana mulai menemukan kebahagiaannya. Ia mendapatkan kasih sayang penuh dari keluarga Atarik. Itu membuatku cemburu. Pertanyaannya. Apa aku ikut bahagia melihat putriku b