Home / Horor / SUSUK TERATAI PUTIH / BAB-7 PERINGATAN

Share

BAB-7 PERINGATAN

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2023-11-09 09:54:36

"Ingat perjanjian kita! Jangan kotori tempat ini. Bagianmu di luar masjid. Jika ingin bertarung carilah tempat yang lain, Mutik!"

"Cih! Baiklah, aku akan pergi, dan kau anak muda, aku akan menemuimu lagi!"

Sang kakek tersenyum kepada Anggara lalu perlahan menepuk bahu lelaki muda tersebut.

"Anak muda memang lebih berani dalam mengambil sikap, namun cenderung tergesa-gesa. Tidak segala sesuatu itu harus diselesaikan dengan tenaga, terkadang kita harus menggunakan otak dan kepintaran kita!"

Sang kakek melepaskan tangannya. Perlahan langkah kakinya bergerak mundur dengan tatapan masih di Anggara.

"Pulanglah Nak! Berhati-hatilah dengan perempuan cantik!"

"Hah...!"

Anggara terbangun. Ternyata dirinya tertidur sambil duduk bersila. Entah mengapa mimpi barusan terasa sangat nyata. Lalu apa maksud dari perkataan sang kakek tadi yang menyuruhku agar berhati-hati terhadap perempuan cantik? Anggara bermonolog dengan dirinya sendiri

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-8 LAMARAN

    "Jadi begini, Nak Anggara. Saya ingin mengajukan lamaran kepada Nak Anggara agar mau mempersunting anak saya, Lastri. Apakah Nak Anggara bersedia?"Anggara mendesah pelan, ini bukanlah sesuatu hal yang patut untuk dirinya banggakan, dikejar-kejar anak gadis kepala Desa Kalimas. Menikah bukanlah prioritasnya saat ini. Lastri memang seorang gadis dengan paras yang cantik dan tubuh indah tanpa cacat idaman para lelaki. Namun sayangnya tak ada rasa sedikitpun untuk Lastri dihati Anggara. Dirinya harus fokus dengan amanah mendiang kakek buyutnya. Selain itu juga hatinya sudah terisi nama perempuan lain.Pak Purnomo yang membaca ekspresi Anggara langsung mengerti."Jangan terburu-buru. Kami tidak meminta jawaban Nak Anggara saat ini juga. Nak Anggara boleh berpikir dengan tenang terlebih dahulu.""Maafkan saya Pak Purnomo. Sebenarnya….""Apa Kangmas Anggara menolakku karena perempuan lain?"Lastri langsung memotong

    Last Updated : 2023-11-09
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-9 LASTRI

    Pagi-pagi Anggara sudah berdiri di depan Masjid Tiban. Dirinya mematung."Apa yang harus aku lakukan?""Tahajudlah Nak! Berpuasalah!"Tiba-tiba ada suara kakek tua yang berbisik di telinganya. Anggara tersentak. Dirinya merasa lalai. Kenapa saat hatinya gundah dirinya justru menjauh dari sang pencipta. Tidak ada kekuatan yang lebih besar daripada kekuatan Allah Swt.Hujan turun deras dengan tiba-tiba. Anggara berlari menuju rumahnya. Dirinya mengurungkan niatnya untuk masuk ke Masjid Tiban hari ini. Sesampainya di depan rumah Anggara melihat perempuan yang memakai penutup wajah berdiri di depan rumahnya, seolah menunggu kedatangannya.Anggara merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi jika ia mendekati perempuan tersebut, sehingga dirinya membiarkan tubuhnya terus diguyur air hujan. Anggara berdiri di depan pagar rumahnya sementara si Perempuan dengan penutup wajah itu berdiri tepat mengha

    Last Updated : 2023-11-09
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-10 PERTEMPURAN

    Malam ini Anggara tengah bersimpuh memohon petunjuk. Tugasnya terasa sangat berat. Apakah dirinya harus menyerah saja? Dimulai dari Masjid Tiban, lalu Sumirah yang misterius yang telah membuatnya jatuh hati, dan terakhir masalah Lastri. Anggara rasa-rasanya ingin menyerah.Anggara tanpa terasa tertidur dan bermimpi, dalam mimpinya dirinya bertemu dengan almarhum kakek buyutnya. Sang kakek memberikan sorbannya lalu membisikkan kata-kata. Di akhir pertemuan sang kakek menyuruh Anggara untuk menikah. Dengan menikah Anggara akan terbebas dari godaan perempuan dari Desa Kalimas maupun godaan dari lelembut yang menyerupai perempuan. Setelah kata-kata terakhir sang kakek buyut terucap, Anggara terbangun dari tidurnya."Jadi aku harus kembali ke Pulau Seberang untuk menikah?"Anggara meremas dadanya yang terasa nyeri. Dirinya merasa seolah tak rela, dirinya juga merasa seseorang akan sangat kecewa jika ia menikah.Anggara yang masih tidak yakin terus melakukan sholat malam dan hasilnya masih

    Last Updated : 2023-11-12
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 ANGGARA DAN SUMIRAH

    "Kau!"Anggara tak percaya melihat siapa yang kini muncul di hadapannya. Seseorang yang selalu ada di belakangnya dan tak mau menunjukkan wajahnya."Sumirah!"Sumirah mencekal kuat tangan Anggara yang hendak menyentuh kepala Nyai Mutik."Jadi, kau keturunan Mbah Parman, Kangmas Anggara?”Sumirah menghempaskan kasar tangan Anggara lalu berdiri di depan Nyai Mutik yang terduduk lemas. Berusaha melindunginya dari serangan Anggara."Jangan ganggu Nyai Mutik, segeralah pergi dari Desa Kalimas. Tak cukupkah selama ini aku memberimu peringatan kangmas Anggara!""Aku tahu jika selama ini yang ada di belakangku adalah kau Sumirah. Kenapa engkau tak pernah mau menunjukkan wajahmu?""Aku peringatkan sekali lagi. Jangan ganggu urusan kami. Pergilah, dan urungkan niatmu untuk membuka Masjid tiban kembali!""Maafkan aku Sumirah, aku sudah berjanji dengan almarhum kakek buyutku. Jadi aku mohon jangan halangi aku. Sungguh, aku tak ingin sedikitpun menyakitimu!""Hemph…. Manusia! Pulanglah kau ke Pula

    Last Updated : 2023-11-12
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 PENGKHIANATAN

    Sumirah meniupkan serbuk hijau ke mata Anggara. Anggara yang lengah tak lagi mampu menghindar."Lihatlah dengan mata kepalamu sendiri betapa kejamnya mereka padaku, Kangmas Anggara!"Anggara menjerit kesakitan sambil menutup matanya yang terasa terbakar akibat dari serbuk hijau yang ditiupkan oleh Sumirah tepat di kedua matanya. Kaki Anggara mundur beberapa langkah hingga akhirnya tubuhnya limbung dan duduk tersungkur di atas pasir Pantai Laut Kidul.Sumirah diam menatap lelaki yang dia cinta itu tengah menahan sakit. Hatinya sedang berperang sendiri, akankah dirinya membiarkan Anggara hidup atau harus membunuh lelaki tersebut.Ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri pertarungan ini. Anggara sedang dalam posisi yang lemah."Bunuh dia Sumirah, demi kelangsungan bangsa kita. Bangsa lelembut Rawa Ireng. "Sumirah menoleh ke belakang, entah sejak kapan Kanjen

    Last Updated : 2023-11-12
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-13 KILAS BALIK

    Anggara berdiri di sebuah bangunan rumah yang begitu megah dan besar. Rumah yang kokoh, menggambarkan status dari si Empunya. Rumah dengan gaya klasik, khas rumah Bangsawan Jawa.Saat Anggara sibuk menatap megahnya bangunan itu, tiba-tiba seorang anak perempuan dengan muka khas pribumi berlari sambil tertawa riang. Anak kecil yang sangat cantik dengan berpakaian anak-anak khas Belanda. Di belakangnya menyusul seorang pria yang terlihat begitu priyayi, auranya terlihat begitu berkarisma. Anggara berpikir jika pria itu pasti ayah dari anak kecil tadi, muka mereka begitu mirip.Anggara kini melihat anak cantik tadi bersama ayahnya duduk di sebuah gazebo sambil memakan buah anggur."Bagaimana rasanya, Nduk? Enak?""Enak Rama. Sumirah suka. Sumirah suka buah anggur." Dahi Anggara berkerut mendengar percakapan ayah dan anaknya itu."Sumirah? Jadi anak kecil ini Sumirah?" Anggara bergumam. Kenapa dirinya bisa melihat Sumirah, wanita yang dicintainya itu. Anggaran melihat Sumirah dikala w

    Last Updated : 2023-11-15
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-14 PERMANA DAN GENDIS

    Sumirah tersadar dari pingsannya. Tenaganya telah pulih kembali. Anggara masih tetap tidur di pangkuan kakinya. Sumirah yakin saat ini Anggara pasti masih melihat masa lalunya. Sumirah menyeringai tatkala mengingat bagaimana dirinya membunuh sepasang iblis itu. Yaitu Permana dan Gendis.Sementara itu Anggara yang masih melihat kilas balik kehidupan Sumirah kini tengah menatap bagaimana nasib Permana dan Gendis di tangan Sumirah."Sumirah! Sumirah, lepaskan aku!" Klonteng… klonteng… klonteng...."Lepaskan aku, Sumirah. Dasar kau iblis!" Permana terus memukul-mukul kurungan besi yang mengurungnya sambil terus memanggil-manggil nama mantan istrinya itu. Tak lama Sumirah pun datang, Permana yang melihatnya langsung berteriak."Lepaskan aku, Sumirah!" Sumirah berdiri tepat di hadapan Permana, raut wajah Sumirah nampak datar."Kalau aku melepaskanmu, apa yang akan kau lakukan Permana!""Lepaskan aku. Aku harus mencari Gendis!" "Dasar bodoh! Sudah kubilang Gendis sudah hidup bahagia deng

    Last Updated : 2023-11-15
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-15 HADIAH PERPISAHAN

    "Kangmas Permana…!"Gendis berteriak histeris saat tahu jika yang memanggilnya adalah Permana suaminya. Tubuhnya gemetar hebat saat melihat Permana perlahan berjalan mendekatinya."Gendis...!" Permana berteriak memanggil istrinya sambil terus berlari mendekat, dirinya tak peduli dengan banyaknya pasang mata yang menatap heran ke arahnya. Permana sudah kalap karena cemburu melihat wanita yang sangat dia cintai itu menggandeng mesra seorang pria Belanda yang wajahnya tak ia kenal sama sekali."Sini kau!"Permana langsung menarik lengan Gendis dengan kasar. "Kenapa kau di sini! Kenapa kau sama orang Londo itu hah! Mau jual diri kau, hah!" "Bukan begitu, Kangmas. Aku...!" Gendis berusaha menjelaskan namun Permana yang sedang emosi tak tahan Lagi. Dia Mendorong tubuh Gendis ke tanah.Tubuh kurus Gendis terpelanting lalu jatuh tersungkur di tanah."Bukannya kau kabur dengan Meneer sialan itu! Kenapa kau ada di tempat murahan seperti ini Gendis! Kau memang murahan! Sudah aku pungut dari t

    Last Updated : 2023-11-16

Latest chapter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB 30 SIAPA KAMU!

    Pak Ahmad masih duduk termenung di ruang tamu rumahnya. Lelaki itu ingin segera bertemu dengan Kyai Ibrahim agar bisa lebih jelas menanyakan perihal apa yang terjadi dengan Seruni.Namun, entah mengapa, ada keraguan yang menahannya untuk melangkah. Pada akhirnya, ia masih saja tetap duduk di sofa, terpaku dalam lamunannya.“Hah~” Pak Ahmad menghela napas panjang.Tubuhnya terasa begitu lelah. Ia baru saja pulang setelah bertemu dengan Mbah Bejo, dan kini pikirannya kembali dipenuhi kebingungan akibat tingkah aneh Seruni. Lebih parahnya lagi, Kyai Ibrahimlah yang saat itu ada di rumahnya saat kejadian aneh itu terjadi."Apa yang sebenarnya terjadi..." gumam Pak Ahmad sambil memijat pelipisnya yang terasa nyeri karena terlalu banyak beban yang menghimpit pikirannya.Dalam hati, ia ingin sekali menyeruput secangkir kopi hitam kental dan pahit, dengan sedikit gula, serta menikmati sebatang rokok tembakau kesukaannya. Namun, tubuhnya yang letih membuatnya enggan beranjak ke dapur untuk sek

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-29 NASEHAT IRENG

    "Argh! Sialan! Manusia keparat! Dasar Kyai keparat! Berani-beraninya dia membuatku seperti ini! Akan ku bunuh kau!"Sumirah berteriak sambil memegangi wajahnya yang sudah tak elok dipandang.Wajah wanita yang pernah menyerahkan jiwanya kepada iblis itu kini terlihat pecah-pecah, seperti tanah tandus yang merekah di musim kemarau panjang."Kyai Ibrahim! Melihat dia, aku jadi teringat pada tua bangka yang menjadi cinta dari Nyai Mutik yang kini telah musnah itu! Kenapa makhluk-makhluk yang hampir mati itu terus saja mengganggu rencanaku?!" Sumirah terus mengumpat."Arrgh! Keparat! Sialan!" Sumirah kembali berteriak, melampiaskan emosinya yang meluap-luap.Setiap kali ia berteriak, kulit wajahnya yang penuh retakan akan terkelupas, jatuh ke air rawa dengan warna hitam pekat dan bau menyengat yang memuakkan.Ya…Kini Sumirah berada di dimensi lain, sebuah dunia di mana hanya ada malam yang abadi, tempat para lelembut pemuja Kanjeng Ratu Lintang Pethak tinggal.Tempat ini adalah tempat di

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-28 KILAS BALIK

    “Kiai sudah di sini dari tadi?” Seseorang menepuk pelan pundak Kiai Ibrahim dengan lembut.Kiai Ibrahim menoleh dan tersenyum saat tahu yang menepuknya adalah manusia, bukan jin. “Sudah dari tadi, sekalian nunggu adzan, Fauzi.”Rupanya, yang menepuk pundak sang Kiai adalah Fauzi, marbot masjid sekaligus muadzin yang biasanya mengumandangkan adzan di Masjid Tiban.“Maaf, Kiai. Tadi saya pulang dulu, lapar, lalu mandi,” ujar Fauzi sambil cengar-cengir, tampak malu karena Kiai Ibrahim sudah lebih dulu datang ke masjid.“Tidak apa-apa, Fauzi. Ini sudah masuk waktu sholat. Kamu adzan dulu,” jawab Kiai Ibrahim sambil tersenyum ke arah Fauzi.“Nggih, Kiai.” Fauzi pun bergegas menuju tempat adzan untuk mengumandangkannya, menandakan waktu sholat Ashar telah tiba.Lantunan suara Fauzi yang merdu memenuhi ruang masjid, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Kiai Ibrahim menutup mata sejenak, meresapi setiap lafaz adzan yang terasa sejuk di hati. Meski suasana masjid masih sepi, ada ket

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-27 PERMINTAAN

    Kiai Ibrahim pulang bersama kedua muridnya setelah urusannya dengan Pak Ahmad selesai. Langkah mereka pelan menyusuri jalan yang sunyi, hanya suara serangga malam yang sesekali terdengar.“Kalian berdua jangan sebarkan apa pun tentang apa yang kalian lihat di rumah Seruni. Jika kalian bertamu ke rumah orang lain, maka ketika kalian pulang, mata kalian harus buta, mulut harus bisu, dan telinga harus tuli. Paham, kan?” ujar Kiai Ibrahim dengan nada tegas, pandangannya tajam mengarah pada kedua muridnya.“Baik, Kiai,” jawab kedua murid itu serempak, mengangguk tanpa berani membantah.Perjalanan mereka dilanjutkan dalam keheningan. Kiai Ibrahim berjalan paling depan, sementara kedua muridnya mengikutinya dengan langkah penuh kehati-hatian. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri, terutama Kiai Ibrahim.Hati kiai sepuh itu dipenuhi berbagai tanda tanya. Ia tidak menyangka keadaan Seruni sedemikian mengkhawatirkan. Apakah Pak Ahmad benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya?

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-26 PAK AHMAD PULANG

    “Bapak?” suara Seruni terdengar lirih, wajahnya pucat pasi setelah melalui pengalaman yang melampaui akal sehatnya. Namun, ekspresi lega menyelimuti wajahnya saat melihat sang ayah, Pak Ahmad, berdiri di depan pintu rumah.Pak Ahmad yang baru tiba langsung berlari menghampiri Seruni. Sandalnya bahkan tidak sempat dilepas. Ia memeluk erat anak gadisnya dengan perasaan campur aduk—antara lega, lelah, dan khawatir.Kiai Ibrahim yang menyaksikan momen itu memilih menyingkir, memberikan ruang bagi ayah dan anak tersebut. Beliau bergabung dengan para muridnya yang menunggu di sudut ruangan. Para murid tampak tegang, menyadari situasi yang mungkin berubah menjadi lebih rumit.“Bapak akhirnya pulang,” ucap Seruni sambil terisak. Tubuhnya gemetar, tapi pelukan ayahnya memberinya sedikit ketenangan. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya mengalir deras, membasahi bahu Pak Ahmad.Namun, suasana haru itu tak bertahan lama. Wajah Pak Ahmad yang awalnya penuh kasih berubah menjadi tegang. Ia

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-25 TERSADAR

    Seruni menggeliat kesakitan di lantai, tubuhnya yang tadi tegang seperti ular kini mulai melonggar. Wajahnya berubah menjadi ekspresi penuh penderitaan. Kedua matanya yang tadi berkilau tajam dengan warna kuning keemasan perlahan mulai memudar, kembali menjadi seperti mata manusia biasa, meskipun pupilnya masih terlihat aneh.Kiai Ibrahim segera berjongkok mendekat, tangannya gemetar namun penuh niat untuk membantu. "Seruni, Nak, bertahanlah! Kamu harus melawan apa pun yang menguasaimu ini!" katanya dengan suara lembut namun tegas.Dua pemuda yang tadi mendampingi Kiai Ibrahim saling berpandangan, bingung dan ketakutan. Namun, mereka tetap mendekat dengan hati-hati, mengikuti aba-aba Kiai Ibrahim.“A-apa yang harus kita lakukan, Kyai?” salah satu dari mereka bertanya dengan nada gemetar.Kiai Ibrahim tidak langsung menjawab. Matanya tetap tertuju pada Seruni yang kini terengah-engah di lantai. Tubuh gadis itu tampak gemetar hebat, seolah sedang berperang melawan sesuatu yang tak terli

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-24 Kyai, Tolong.

    Seruni terlihat sibuk mondar-mandir di ruang tamu rumahnya sambil sesekali menengok ke jendela, berharap bapaknya segera pulang.Sudah tiga hari bapaknya tidak pulang, dan hal itu membuat Seruni semakin khawatir.Malam terakhir sebelum kepergiannya, Seruni sempat melihat sang bapak panik sambil berkata sesuatu yang tidak terlalu ia pahami—"Aku harus ke karang bolong secepatnya." Malam itu pula sang bapak berpamitan, mengatakan bahwa ia harus pergi ke suatu tempat dan akan kembali dalam tiga hari.Seruni sebenarnya tidak terlalu kaget dengan kebiasaan bapaknya. Sejak dulu, Pak Ahmad memang sering pergi ke tempat-tempat yang bahkan ia sendiri tidak tahu. Namun, kali ini berbeda.“Jangan terima tamu siapa pun di malam hari, kecuali itu bapak,” pesan Pak Ahmad sebelum pergi.Seruni hanya mengangguk, melepas kepergian bapaknya tanpa banyak bertanya. Namun, kini dua malam sudah berlalu tanpa ada tanda-tanda kepulangan bapaknya. Ini sudah pagi ketiga, dan Pak Ahmad belum juga kembali.Malam-

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-23 IRENG

    Mbah Bejo mengepulkan asap rokok menyannya tinggi-tinggi sambil memandang ke arah laut dari pintu gubuk tuanya yang terbuka lebar. Matahari mulai tenggelam, mengenakan selendang senja berwarna jingga yang indah namun menyimpan aura mencekam.Gubuk tua itu sunyi, hanya dihuni Mbah Bejo seorang diri setelah Pak Ahmad pulang membawa cerita tentang Sumirah.Di rumah itu juga ada setitik sinar dari lampu teplok minyak tanah yang mana apinya yang berwarna jingga terang itu sesekali bergoyang karena angin cukup kencang padahal nyala api kecil itu dilindungi oleh kaca dari lampu teplok tua itu.Suasana yang tadinya hanya sepi kini mulai berubah. Hawa di sekitarnya menjadi berat, seperti ada sesuatu yang mengintai dari balik bayang-bayang.Mbah Bejo menghisap rokok menyannya dalam-dalam, matanya tak lepas dari laut yang perlahan berubah kelam. Angin dingin tiba-tiba berhembus kencang, membawa aroma asin yang bercampur bau amis. Ia menghela nafas panjang, mengamati bagaimana langit berganti dar

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-22

    "Jadi, makhluk yang bikin kamu jauh-jauh cari ilmu kanuragan sampai rela kasih tumbal tujuh darah perawan itu si Sumirah? Aduh, tobat!" Mbah Bejo tampak frustasi, mengusap wajahnya dengan kesal."Lah, apa salahnya, Mbah? Kan waktu itu Mbah sendiri yang bilang, kalau saya kasih tumbal tujuh darah perawan, Mbah bakal kasih keris wulu ireng. Lagian, keris itu beneran berfungsi, kok," Pak Ahmad masih mencoba membela diri."Tapi waktu itu kamu cuma bilang kalau keponakanmu kesurupan Jin Nasab! Dasar sontoloyo! Kalau tahu begini, aku nggak bakal mau bantu kamu!" Mbah Bejo melotot tajam ke arah Pak Ahmad, suaranya meninggi.Pak Ahmad menunduk dalam, tak berani menatap langsung ke mata Mbah Bejo. Tatapan dukun tua itu seolah-olah menusuk sampai ke tulang, membuat seluruh tubuhnya gemetar. Bahkan, bernafas pun terasa sulit. Dadanya sesak, seperti ada tangan tak terlihat yang meremas jantungnya.Mbah Bejo, yang masih marah, mengambil sebatang rokok menyan dari kantongnya. Ia menyulut rokok itu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status