Home / Horor / SUSUK TERATAI PUTIH / BAB-30 PERTEMPURAN TERAKHIR

Share

BAB-30 PERTEMPURAN TERAKHIR

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Fatimah!"

Anggara berteriak kencang tatkala melihat sang istri tergeletak di atas meja batu dengan hanya berbusana sehelai kain kemben. Tanpa penutup kepala hingga auratnya terbuka. Hati Lelaki tersebut terasa tercabik-cabik melihat keadaan sang istri yang begitu mengenaskan.  Detik kemudian pandangannya beralih menatap tajam kearah perempuan yang bertubuh separuh manusia dan separuhnya lagi bertubuh ular. Perempuan yang namanya pernah dia sebut diam-diam.

"Sumirah! Keterlaluan sekali kau! Apa yang kau lakukan pada istriku!"

"Ha ha, dasar lelaki bodoh!" Sumirah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Anggara.

Puas tertawa, matanya kembali nyalang menatap Anggara yang dengan bodohnya datang ke Rawa Ireng. Tak tahukah dia kalau Rawa Ireng adalah rumahnya lelembut. Tabu bagi manusia biasa untuk memasukinya. Jika nekat masuk, nyawa taruhannya.

"Lepaskan istriku sekarang juga, Sumirah!"

"Untuk apa, Kangmas? Bukankah engkau

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-31 TUMBANGNYA SUMIRAH

    "Mati kau! Anggara!"Mulut ular Sumirah terbuka lebar, siap menelan Anggara hidup-hidup.Terdengar ledakan sangat keras tatkala mulut sang ular tinggal sedikit lagi menyantap mangsanya, yaitu Anggara.Mulut ular Sumirah terbakar, dan mau tak mau Anggara yang terlilit ekornya harus dia lepaskan. Ular Sumirah meraung kesakitan. Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru tempat para lelembut itu tinggal."Bedebah kau lelaki bodoh! Berani-beraninya kau melukaiku, hah! Mati kau! Lelaki sialan!"Kepala ular Sumirah yang telah terluka membuat penglihatannya kabur tak jelas. Ekor runcingnya sengaja diakibatkan ke segala arah dengan sangat brutal. Itu karena dirinya tak mampu melihat keberadaan Anggara dengan jelas.Pepohonan di sekitar tumbang dengan keadaan yang kacau balau. Rawa Ireng porak-poranda karena serangan Sumirah yang membabi-buta tersebut. Anggara yang sedikit kesulitan menghi

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-32 RITUAL MALIH RUPA

    "Cah Ayu, anakku, masuklah kau ke Rawa Ireng tempat kau mengambil teratai putih. Dengan begitu kau akan selamat."Sumirah tersentak mendengar bisikan dari ratunya. Tak bisakah junjungannya itu menariknya saja agar terbebas dari serangan Rajawali api jelmaan sorban peninggalan Mbah Parman yang kini ada di tangan Anggara. Tanpa harus dirinya berendam ke Rawa Ireng.Sumirah paham akan resiko yang harus dirinya tanggung jika menceburkan diri ke Rawa Ireng tempat dirinya dulu memetik teratai putih guna menjadi cantik kembali. Dirinya akan malih rupa dan harus bertapa bahkan tertidur dalam wujudnya yang baru. Bahkan tak dapat dipastikan kapan dirinya akan terbangun dari tidurnya itu. Bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun bahkan 1000 tahun atau kemungkinan terburuknya dirinya akan tertidur dalam pertapaannya selamanya."Kanjeng Ratu, tolong saya Kanjeng Ratu. Saya mohon!"Sumirah masih terus mengemis memohon pertolongan dari ratunya. Namun ratu yang menjadi junjungannya itu tak lagi menjawab pe

  • SUSUK TERATAI PUTIH    (SEASON-3) BAB-1 SATRIA

    "Kangmas!" "Kangmas!" "Kangmas! Kemari lah!" "Kemarilah, Kang Mas! Aku disini kesepian karena menunggumu." Satria berjalan di atas jalan setapak yang tersusun rapi dari tatanan batu bata merah. Dirinya mengikuti asal suara yang sejak tadi memanggilnya. Suara lembut perempuan yang terus berulang memanggil namanya itu seolah memaksa satria untuk berjalan ke sumber suara. Satria yang tidak sadar apapun dengan bodohnya terus saja melangkahkan kakinya menuju ke arah suara tersebut. Selam Satria Berjalan. lingkungan kiri kanan jalan setapak ditumbuhi oleh pohon jati yang tak terhitung jumlahnya. Pohon jati menjulang tinggi dengan daun yang rimbun dan hanya menyisakan sedikit celah agar sinar matahari bisa menembus gelapnya hutan. Semakin lama Satria berjalan maka semakin rimbun pula pepohonan yang ada. namun, lagi-lagi satria tak merasa aneh sedikitpun dan tanpa ragu masih terus berjalan. "Mbak!" Satria berteriak berharap suara panggilannya itu dijawab oleh suara perempuan yang sejak

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-2 PAMAN AHMAD

    Satria berjalan keliling desa dengan kamera yang terus tergantung di lehernya. Dia ingin mengenang kembali masa-masa indah saat dirinya masih tinggal di desa. Sesekali tangannya sibuk mengambil gambar lingkungan desa dengan kamera kesayangannya.Banyak warga yang berbisik-bisik saat berpapasan dan bertukar sapa dengan Satria di jalan. Kebanyakan dari mereka menunjukkan raut wajah kaget saat tahu jika lelaki gagah yang mereka temui adalah Satria.Satria hanya tersenyum ramah menanggapi mereka yang begitu antusias saat melihat perubahan dirinya yang signifikan, terutama para ibu-ibu. Mereka langsung bertanya apakah Satria sudah mempunyai calon istri atau belum. Mereka juga bertanya apakah Satria mau dijodohkan dengan anak gadis mereka.Satria terus melangkahkan kakinya hingga sampai di sebuah sungai yang airnya masih jernih lima tahun yang lalu. Satria tersenyum kecut saat memandang riak airnya."Kenangan buruk!" Satria bergumam pelan.Satria bukannya pergi, tapi justru mengambil kamera

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-3 SATRIA dan TUSUK KONDE EMAS

    "Kangmas!""Kangmas!""Tolong aku!"Satria kini berada di sungai yang tadi pagi dirinya kunjungi. Pria itu berdiri sambil berputar-putar di tempat, mencari sosok yang sedari tadi memanggilnya.Suara halus perempuan yang terus berulang itu bagaikan sihir yang membuat Satria tergoda untuk mencarinya."Kangmas, kemarilah!"Lagi suara perempuan terdengar."Kau di mana, Mbak!"Satria berteriak kencang.Tapi kali ini tak ada sahutan. Lelaki itu mulai kelelahan karena mencari sesuatu yang tak kunjung dapat ditemukan olehnya.Tanpa sadar lelaki itu sampai di tepi sungai yang cukup besar tapi tak curam. Satria memandangi air sungai yang jernihnya memantulkan sinar matahari. Tanpa sadar Satria semakin mendekati pinggiran sungai, lalu berjongkok agar bisa melihat pantulan wajahnya sendiri di air sungai tersebut."Aku merindukanmu, Kangmas Anggara!"Suara perempuan kembali terdengar, bersamaan dengan munculnya bayangan secara tiba-tiba dari pantulan air sungai yang mana terlihat jelas sosok peremp

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-4 FOTO

    "Aku merindukanmu, Kangmas."Satria terus terngiang-ngiang dengan perkataan dari wanita cantik di mimpinya. Bahkan Satria juga tidak bisa melepaskan bayang rupa dari wanita yang begitu jelita itu."Siapa wanita itu sebenarnya?"Tanpa sadar Satria bergumam.Satria duduk di bale bale bambu di teras rumahnya, di sampingnya ada secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap.Pandangan Satria lurus ke depan, menatap jalanan desa yang telah diaspal. Sesekali Satria menganggukkan kepala saat ada orang yang menyapa dirinya.Tiba-tiba ekspresi wajah Satria berubah seolah mengingat sesuatu yang begitu penting. Satria bergegas berdiri dan mengambil kamera yang ada di dalam kamar, lalu kembali duduk di teras rumah.Satria mulai melihat hasil jepretannya kemarin sewaktu dirinya mengabadikan pemandangan di sekitar sungai dengan kameranya tersebut.Hingga akhirnya jemarinya berhenti bergerak saat ada foto yang begitu menarik perhatiannya. Foto yang diambil dengan tidak sengaja itu terasa sangat a

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-5 WANITA CANTIK

    Semenjak pulang kampung Satria hanya berada di rumah atau berkeliling di sekitar rumahnya. Lelaki itu terlalu lama pergi merantau sehingga tidak begitu akrab dengan warga sekitar. Warga yang seumuran dengannya pun kebanyakan juga pergi meranta di kota-kota besar sehingga Satria tidak ada teman kumpul untuk melepas jenuh. Jika adapun yang menyapa maka kebanyakan yang menyapa adalah orang tua yang ingin memperkenalkannya dengan anak gadis mereka.Satria yang bosan di rumah diam-diam pergi ke sungai. Lelaki itu sengaja tidak berpamitan dengan sang ibu karena takut ibunya kan khawatir dengannya.Terkadang Satria juga merasa jengkel terhadap ibunya yang terus menganggapnya seperti anak kecil dan akan hilang jika pergi terlalu jauh dari rumah, padahal dirinya juga sudah hampir tiga puluh tahun, dimana usia tersebut sudah bukan lagi anak kecil. namun, Satria juga bisa memahami kenapa ibunya bersikap demikian. Satria berpikir mungkin saja ibunya itu hanya ingin menunjukkan perhatian karena se

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-6 SANG KYAI

    "Nak! Nak! Bangun, Nak!" Satria membuka matanya saat pipinya terasa ditepuk berkali-kali oleh seseorang. Satria juga mendengar suara kakak tua yang menyuruhnya untuk bangun. "Ah, kepalaku sakit!" Satria berusaha bangun. Ternyata dirinya terbangun dengan posisi tengkurap di atas tanah. Terlihat sesekali Satria menggelengkan kepalanya. "Aku di mana? Kepalaku pusing sekali!" Satria bergumam pelan. Setelah sadar, Satria yang matanya telah terbuka sempurna memindai sekitar. Penglihatannya sedikit menyipit saat melihat jika ada kakek-kakek tengah duduk di sampingnya. "Kakek yang menolong saya?" Satria bertanya dengan ragu. Sang kakek tidak menjawab pertanyaan Satria. Namun, beliau justru tersenyum dan membantu Satria untuk berdiri. "Ayo, Nak. Kakek antar kamu pulang. Kenapa kamu bisa pingsan di sini?" Sang kakek memapah tubuh Satria yang masih sempoyongan karena kepalanya yang pusing. Di ingatan Satria terakhir kali dirinya pagi-pagi datang ke sini hanya untuk membuang rasa stress d

Latest chapter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-19 KAMAR RAHASIA

    “Bapak ….” Seruni yang sudah sadar menyebut nama bapaknya. Sementara itu Pak Ahmad memeluk tubuh Seruni dengan tangan yang gemetar. Lelaki itu begitu senang karena anaknya itu telah kembali dengan selamat.“Bapak kenapa? Kenapa bapak menangis?” Lagi Seruni bertanya, kini tangannya dengan pelan mengusap pipi ayahnya yang telah basah oleh air mata.“Nggak apa-apa. Ayah tidak apa-apa. Kamu masih kepanasan?” Paman Ahmad tentu saja tidak ingin mengaku jika dirinya begitu mengkhawatirkan anaknya yang tiba-tiba menjerit kepanasan seperti tenggelam dalam kobaran api.“Panas? Aku nggak kepanasan kok, Pak?” Nampaknya Seruni sama sekali tidak ingat dengan apa yang telah terjadi dengan nya barusan. Paman Ahmad yang mengerti pun langsung melepaskan pelukannya dari tubuh anak semata wayangnya itu.Paman Ahmad yang melihat anak gadisnya telah melupakan semuanya sedikit lega. Yang mana itu berarti Seruni yang ada di hadapannya saat ini adalah Seruni yang tubuhnya benar-benar berisi jiwa Seruni yang a

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-18 SUMIRAH BEBAS

    “Apa yang kamu lakukan, Kyai Ibrahim!” Paman Ahmad berteriak.Kyai Ibrahim kaget kenapa bisa bapak Seruni itu bisa berada di dunia yang bukan dunianya manusia.Paman Ahmad yang belum juga mendapatkan jawaban pun berlari mendekati sang Kyai dan begitu sampai Paman Ahmad langsung menarik pergi tangan Kyai agar menjauh dari hadapan sosok ular Sumirah yang sedang terbakar oleh api yang berkobar.“Ada apa ini sebenarnya, Kyai? Kenapa ada makhluk mengerikan itu di sana?” Paman Ahmad mengulang kembali pertanyaannya sambil menatap ular Sumirah.“Aku sedang berusaha mengembalikan sukma Satria ke tempat yang seharusnya, Pak Ahmad. Dan ini sangat mendesak. Aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar sekarang.” Kyai Ibrahim berusaha menjelaskan dengan singkat dan jelas.“Satria? Bagaimana bisa?” Paman Ahmad masih belum percaya dengan ucapan sang Kyai.“Lihatlah disana.” Kyai Ibrahim menunjuk ke arah mana Satria masih duduk bengong tak bergerak sama sekali.“Itu Satria, Kyai?!” Paman Ahmad kaget kena

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-17 BERTEMUNYA SUMIRAH DAN KYAI IBRAHIM

    "Kenapa kamu kesini! Kamu tidak aku undang!" Wanita yang memeluk Satria langsung memasang wajah marah."Kembalikan apa yang seharusnya kamu kembalikan. Dia dan kamu bukan lah makhluk yang sama. Seberapapun kerasnya kamu berusaha takdir kalian tidak akan pernah bersama." Kyai Ibrahim dengan tegas meminta wanita cantik itu melepaskan Satria yang ada di cengkramannya."Tidak! Kangmas Satria akan ikut bersamaku dalam keabadian. Di dalam tubuhnya mengalir darah kekasihku! Selamanya dia akan menjadi milikku. Pergi lah kau wahai tua bangka! Aku benci auramu itu!" Lagi suara perempuan yang memeluk Satria menggelegar."Dia bukan milikmu, Sumirah! Jangan paksa aku untuk bertarung denganmu!" Kyai Ibrahim menyodorkan tasbih yang dirinya genggam ke arah Sumirah."Kau menantangku! Dasar tua bangka! Tak sadarkah kamu bahwa kamu sebentar lagi akan masuk ke liang lahat?! Jangan urusi urusanku dan pergilah, urusi saja umurmu yang tak lama lagi itu!" Sumira menatap dengan tatapan yang begitu tajam.“Kam

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-16 TUSUK KONDE EMAS DAN LUKISAN

    Bu Hafsah yang kebingungan melihat keadaan anaknya yang duduk bersandar di tembok dalam keadaan pingsan pun nekat pergi ke rumah Kyai Ibrahim menggunakan sepeda yang ada di rumahnya. Bu Hafsah melepaskan mukena nya dengan tergesa dan memakai kerudungnya. "Tunggu ibu, sebentar." Bu Hafsah menatap anaknya sebentar baru kemudian pergi keluar dari rumahnya. Di perjalanan menuju ke rumah Kyai Ibrahim Bu Hafsah tidak mempedulikan dirinya sendiri yang seolah dirinya tengah di tatap oleh ratusan pasang mata. Di pikiran Bu Hafsah saat ini adalah bagaimana caranya agar dirinya bisa segera sampai di rumah Kyai Ibrahim dan meminta tolong kepada beliau. Di pertengahan jalan, Bu Hafsah dihadang oleh seekor ular hijau yang ujung ekor dan kepalanya berwarna merah terang sebesar pohon bambu. "Astagfirullah!" Bu Hafsah menghentikan sepeda yang dirinya kendarai secara mendadak. Ular yang menghadang Bu Hafsah melotot tajam sambil menjulurkan lidahnya yang bercabang dan terus berdesis. Kepala ular ter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-15 IBU, LARI!

    Bu Hafsah duduk termenung di pinggir tempat tidurnya. Ibu paruh baya tersebut merasa jika dirinya sudah keterlaluan karena membiarkan anak lelakinya itu begitu saja di depan rumah, padahal Bu Hafsah sangat yakin jika anak semata wayangnya itu pasti belum makan karena satria hilang sejak subuh tadi. Tadi pagi, setelah sholat subuh, Bu Hafsah ingin membangunkan anak lelakinya yang sering kesiangan itu, Namun, alangkah kagetnya jika ternyata anak lelakinya tidak ada di kamarnya. Tentu saja Bu Hafsah kebingungan dan mencari anaknya. Ternyata anaknya itu benar-benar pergi dari rumah. Bu Hafsah pun resah. Namun, ketika sudah tenang, wanita tersebut berpikir jika anak lelakinya itu mungkin saja ada urusan mendadak jadi tidak sempat untuk pait dengannya. Tapi siapa sangka jika ternyata Saria itu pergi ke reruntuhan pondok pesantren. Padahal Bu Hafsah sudah melarang keras agar anaknya itu tidak pergi kesana. Namun, ternyata Satria nekat pergi kesana dan tidak berpamitan. Tentu saja Bu Hafsa

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-14 BUNUHLAH!

    "Nggih, Bu. Saya dari reruntuhan pondok pesantren peninggalan Eyang Kakung Anggara." Satria berkata sambil menundukkan kepalanya karena takut melihat sorot tajam dari mata ibunya. Lelaki itu tak bisa untuk membohongi ibunya."Kamu ...!" Bu Hafsah berkata sambil menunjuk wajah anak semata wayangnya itu menggunakan jari telunjuk yang bergetar karena menahan emosi yang meluap-luap."Bu, ada apa toh ini sebenarnya. Saya ini sudah dewasa, Bu. Kenapa ibu begitu banyak menyimpan rahasia?" Satria memberanikan diri untuk menatap wajah ibunya yang sedang marah."Lupakan!" Bu Hafsah menarik telunjuknya dengan kasar, lalu membalik badannya hendak meninggalkan anaknya."Ibu, tunggu!" Satria mencengkram erat pergelangan tangan ibunya sehingga Bu Hafsah terpaksa menghentikan langkahnya."Ibu, Ibu kenapa toh? Kenapa Ibu tidak mau berterus terang kepada saya, Bu?" Satria menuntut penjelasan kepada sang ibu mengapa dirinya terus diperlakukan seperti seorang anak kecil.Namun, Bu Hafsah tetap saja membi

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-13 RERUNTUHAN PESANTREN

    Pagi-pagi sekali Satria berjalan perlahan menuju tempat yang pernah dia datangi di dalam mimpi. Bahkan adzan subuh baru saja berkumandang dan sinar mentari pagi pun baru sedikit terlihat warna jingganya. Lelaki muda tersebut mengendap-ngendap keluar dari rumah ibunya. Tidak ingin membuat sang ibu khawatir. Kemarin setelah siuman dari pingsan Satria sempat beradu pendapat dengan sang ibu. Ibunya yaitu Bu Hafsah sangat menyesali keputusan Satria yang mengusir Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad. Terlebih Satria berkata jika dirinya tidak mempercayai kedua orang tersebut. Padahal justru mereka berdua lah yang sangat perhatian dengan apa yang terjadi pada Satria. "Kamu sudah salah paham, Satria. Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad itu sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Walau memang cara pandang kedua orang itu berbeda tapi ibu yakin jika Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad sangat mengkhawatirkanmu. Mereka peduli denganmu, Satria. Bagaimana mungkin kamu bisa tidak mempercayai mereka." Bu Hafsah terlihat beg

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 RAHASIA TERSEMBUNYI

    Di saat Kyai Ibrahim, Bu Hafsah dan Paman Ahmad bertengkar. Satria yang jiwanya telah lepas justru kini tengah melangkah bersama sosok yang begitu mirip dengan eyang putrinya, Eyang Putri Fatimah. Sosok perempuan cantik dengan gamis melayu dan rok senda, tak lupa juga selendang menutupi kepalanya yang membuat sosok tersebut terlihat anggun walaupun berpenampilan sederhana. Sosok yang begitu berbeda dengan Sumirah yang walaupun cantik tapi terasa begitu berbahaya.Jiwa Satria dibawa pergi ke suatu tempat yang tidak asing bagi Satria."Tempat ini kan ...." Satria tidak melanjutkan perkataannya, tapi justru memandang sosok yang berdiri di sampingnya.Sosok yang bersama Satria itu jarinya menunjuk ke sebuah arah di antara puing-puing bangunan sisa peninggalan dari suaminya. Sosok Fatimah muda tersenyum menatap Satria. Sosok tersebut hanya tersenyum, tapi tak berkata-kata."Aku harus ke sana?" Satria menunjuk dirinya sendiri.Sosok Fatimah mengangguk."Tapi disana tidak ada apapun, Eyang?"

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 WADAH BARU

    "Pak Ahmad! Pak! Bapak tidak apa-apa?" Kyai Ibrahim menepuk pelan pundak Paman Ahmad yang sedari tadi membisu. Paman Ahmad menepis kasar tangan sang kyai yang menempel di pundaknya. Paman Ahmad kembali membuang muka sambil tangannya bersedekap. "Mari kita lupakan dulu permasalahan antara Saeruni dan Nur, Pak Ahmad. Terpenting untuk saat ini kita harus menyelamatkan Satria. Karena akar dari permasalahan ini ada pada Satria." Paman Ahmad mengendurkan raut wajahnya yang kaku. Terdengar hembusan nafas pelan. "Lalu, apa saranmu, Kyai?" Paman Ahmad berbicara dengan nada yang lebih lembut walaupun masih terkesan ketus. "Satria itu masih muda. Dia adalah lelaki yang berada di usia yang mana nafsunya sebagai seorang lelaki sedang berada di puncaknya. Satria sangat lemah jika berhadapan dengan kecantikan wanita. Jujur saja ini sangat berat mengingat yang mengikat jiwanya adalah perempuan yang jelita." Kata-kata dari Kyai Ibrahim seketika membuat bu Hafsah lemas karena kehilangan harapan un

DMCA.com Protection Status