Home / Horor / SUSUK TERATAI PUTIH / BAB-24  TAWARAN

Share

BAB-24  TAWARAN

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi-pagi Fatimah dan Anggara sudah berada di depan Masjid Tiban. Anggara merasakan hal yang aneh karena Masjid Tiban yang biasanya bersih kini nampak kotor sekali. Daun-daun kering yang berguguran menghiasi halaman masjid. Rumput-rumput pun tumbuh dengan suburnya padahal biasanya halaman masjid begitu rapi dan bersih seolah ada yang membersihkannya setiap hari walaupun Masjid Tiban sama sekali tak ada yang menggunakannya.

"Apa ini masjidnya, Kak? Kenapa kotor sekali?"

"Ya Fatimah, tapi ini aneh, biasanya Masjid ini sangat bersih walaupun tak ada yang memakainya. Tapi mengapa sekarang Masjid ini menjadi sangat kotor, seolah sudah bertahun-tahun tak terurus.”

Ketika dirinya masih bingung dengan suasana Masjid Tiban, tiba-tiba Anggara merasa seorang kakek tua yang dulu ditemuinya kini tengah berdiri di belakangnya sambil membisikkan kata-kata. Setelahnya sang kakek menghilang entah kenapa

"Aku sudah tak ada perjanjian dengan pemilik Masjid ini. Pemilik Masjid ini telah berganti dan ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-25 KEPUTUSAN ANGGARA

    "Kanjeng Ratu nimbali kawula?” (Kanjeng ratu memanggil saya?)Seekor ular hitam sebesar pohon kelapa dengan tanduk emas di kepalanya menundukkan kepalanya di hadapan penguasa Rawa Ireng yang cantik jelita. Ratu Lintang Pethak. Sang Ratu tengah menghadap danau yang airnya jernih dan memantulkan cahaya bulan yang keemasan.Biasanya dirinya ditemani oleh Nyai Mutik sang dayang abadinya. Namun karena dia sudah meninggal kini dirinya memanggil si Ireng. Tak Mungkin Sang ratu memanggil Sumirah, karena bagi sang ratu wanita tersebut ibaratkan sebuah mainan yang sangat menyenangkan baginya saat ini. Sang ratu melepaskan kepalanya namun memegang erat ekor Sumirah. Membiarkan dia seolah bebas namun sebenarnya mempermainkan nasibnya sesuka hati."Perang yang sangat mendebarkan sebentar lagi akan terjadi Ireng. Sama seperti 200 tahun yang lalu.""Nggih, Kanjeng Ratu.""Tapi aku juga sudah kehilangan dayang setiaku Ir

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-26 PENGAKUAN SUMIRAH

    Hari yang ditentukan pun tiba. Anggara dan Fatimah perlahan berjalan beriringan menuju tempat perjanjian. Fatimah dan Anggara hanya diam membisu, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada di antara mereka yang ingin membuka percakapan.Dalam diam, Fatimah teringat dengan percakapan semalam antara dirinya dengan sang suami, yang tak lain dan tak bukan percakapan itu berisi tentang asal muasal sorban yang akan diberikan kepada Sumirah."Kak? Dari mana Kakak, mendapatkan sorban ini? Apa pemberian langsung dari kakek buyutmu?"Fatimah bertanya sambil melipat sorban yang akan ditukarkan besok pagi sambil sesekali dahinya berkerut. Sebab seteliti apapun dirinya melihat, bagi Fatimah sorban yang tengah ia sentuh saat ini tetaplah sebuah sorban biasa. Tak ada istimewanya sama sekali. Sama seperti sorban pada umumnya. Dirinya kebingungan, kenapa Sumirah begitu terobsesi dengan sorban milik suaminya ini. Sungguh perem

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-27 TERTANGKAPNYA FATIMAH

    "Benar sekali Kangmas Anggara, aku terluka karena serangan darimu kala itu dan asal kau tahu, umurku hanya sampai di ujung purnama."Sang bayu lagi melintas di antara mereka bertiga, menerbangkan sekuntum bunga kamboja yang menghiasi gelungan rambut Sumirah.Anggara terdiam, sungguh saat ini hatinya dipenuhi oleh rasa bersalah karena membuat wanita di hadapannya kini terluka begitu parah. Bahkan dia mengatakan jika umurnya hanya sampai di ujung purnama."Maafkan aku Sumirah!" Anggara mengucap kata maaf.Sumirah tersenyum lebar, merasa apa yang dirinya katakan telah mempengaruhi lelaki di hadapannya itu. Namun saat mulutnya akan kembali terbuka untuk mengobrak-abrik perasaan Anggara, Fatimah yang sudah merasakan akal licik dari Sumirah segera memotong pembicaraan antara Sumirah dan suaminya."Tak perlu Kakak meminta maaf. Ingatlah Kak, Kakak melakukan hal tersebut karena dalam bahaya. Fatimah mohon Kak Anggara. Sadarlah! Jangan lagi Ka

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-28 SUMIRAH DAN FATIMAH

    "Jika kau ingin istrimu kembali, temui aku di Rawa Ireng! Kangmas Anggara!"Setelah mengucap kata-kata terakhirnya, kepala ular raksasa jelmaan Sumirah menyelam sepenuhnya ke dalam sungai dan akhirnya menghilang.Meninggalkan Anggara yang linglung, bingung antara sedih, kecewa dan marah. Dirinya merasa dibodohi oleh Sumirah sekaligus merasa menjadi suami dan ayah yang gagal."Cepat ambil sorban itu dan kejar, Sumirah! Sebelum nyawa istrimu dan calon anakmu menjadi tumbal keserakahan wanita itu!"Suara serak kakek tua terdengar di telinga, Anggara segera membalik badan ke belakang. Entah Sejak kapan telah berdiri kakek tua penjaga masjid tiban."Cepat Nak! waktumu tak banyak! Segera ambil sorban peninggalan sahabatku, dan segera tolong istrimu."Lagi terdengar sang kakak memperingatkan Anggara yang tengah linglung karena Sumirah. Anggara yang sadar segera beristighfar."Astagfirullah!" Anggara bergegas berdiri, d

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-29 RITUAL SUNGSANG SUKMA

    "Ayo kita mulai ritualnya, Fatimah!"Lidah bercabang milik Sumirah menjulur keluar masuk mulutnya. Tangannya mengambil tusuk konde yang menancap di gelungan rambut yang membuat rambutnya tergerai. Kemudian mengarahkan ujungnya yang runcing tepat di kepala Fatimah. Fatimah hanya pasrah, menutup matanya sambil berdoa meminta pertolongan kepada Allah. Sumirah tersenyum sinis melihat tingkah Fatimah."Bersiaplah, mari kita mulai ritual Sungsang Sukma ini Fatimah. Tuhanmu takkan bisa menolongmu ha ha ha!"Sumirah tertawa terbahak-bahak. suaranya menggelegar ke penjuru Rama Ireng. Sumirah tak tahu jika dirinya tengah diawasi oleh penguasa Rawa Ireng yang dia sembah. Ratu yang jelita itu tengah memantau gerak-gerik Sumirah dari pantulan cermin. Dirinya tengah duduk di singgasananya dengan elegan dan anggun. Para dayang dan pengawal berdiri berjajar dengan rapi.Hanya penghuni asli Rawa Ireng yang diperbolehkan oleh Kanjeng Ratu Lintang Pethak untuk memasuki istana megahnya. Manusia biasa tak

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-30 PERTEMPURAN TERAKHIR

    "Fatimah!"Anggara berteriak kencang tatkala melihat sang istri tergeletak di atas meja batu dengan hanya berbusana sehelai kain kemben. Tanpa penutup kepala hingga auratnya terbuka. Hati Lelaki tersebut terasa tercabik-cabik melihat keadaan sang istri yang begitu mengenaskan. Detik kemudian pandangannya beralih menatap tajam kearah perempuan yang bertubuh separuh manusia dan separuhnya lagi bertubuh ular. Perempuan yang namanya pernah dia sebut diam-diam."Sumirah! Keterlaluan sekali kau! Apa yang kau lakukan pada istriku!""Ha ha, dasar lelaki bodoh!" Sumirah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Anggara.Puas tertawa, matanya kembali nyalang menatap Anggara yang dengan bodohnya datang ke Rawa Ireng. Tak tahukah dia kalau Rawa Ireng adalah rumahnya lelembut. Tabu bagi manusia biasa untuk memasukinya. Jika nekat masuk, nyawa taruhannya."Lepaskan istriku sekarang juga, Sumirah!""Untuk apa, Kangmas? Bukankah engkau

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-31 TUMBANGNYA SUMIRAH

    "Mati kau! Anggara!"Mulut ular Sumirah terbuka lebar, siap menelan Anggara hidup-hidup.Terdengar ledakan sangat keras tatkala mulut sang ular tinggal sedikit lagi menyantap mangsanya, yaitu Anggara.Mulut ular Sumirah terbakar, dan mau tak mau Anggara yang terlilit ekornya harus dia lepaskan. Ular Sumirah meraung kesakitan. Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru tempat para lelembut itu tinggal."Bedebah kau lelaki bodoh! Berani-beraninya kau melukaiku, hah! Mati kau! Lelaki sialan!"Kepala ular Sumirah yang telah terluka membuat penglihatannya kabur tak jelas. Ekor runcingnya sengaja diakibatkan ke segala arah dengan sangat brutal. Itu karena dirinya tak mampu melihat keberadaan Anggara dengan jelas.Pepohonan di sekitar tumbang dengan keadaan yang kacau balau. Rawa Ireng porak-poranda karena serangan Sumirah yang membabi-buta tersebut. Anggara yang sedikit kesulitan menghi

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-32 RITUAL MALIH RUPA

    "Cah Ayu, anakku, masuklah kau ke Rawa Ireng tempat kau mengambil teratai putih. Dengan begitu kau akan selamat."Sumirah tersentak mendengar bisikan dari ratunya. Tak bisakah junjungannya itu menariknya saja agar terbebas dari serangan Rajawali api jelmaan sorban peninggalan Mbah Parman yang kini ada di tangan Anggara. Tanpa harus dirinya berendam ke Rawa Ireng.Sumirah paham akan resiko yang harus dirinya tanggung jika menceburkan diri ke Rawa Ireng tempat dirinya dulu memetik teratai putih guna menjadi cantik kembali. Dirinya akan malih rupa dan harus bertapa bahkan tertidur dalam wujudnya yang baru. Bahkan tak dapat dipastikan kapan dirinya akan terbangun dari tidurnya itu. Bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun bahkan 1000 tahun atau kemungkinan terburuknya dirinya akan tertidur dalam pertapaannya selamanya."Kanjeng Ratu, tolong saya Kanjeng Ratu. Saya mohon!"Sumirah masih terus mengemis memohon pertolongan dari ratunya. Namun ratu yang menjadi junjungannya itu tak lagi menjawab pe

Latest chapter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-19 KAMAR RAHASIA

    “Bapak ….” Seruni yang sudah sadar menyebut nama bapaknya. Sementara itu Pak Ahmad memeluk tubuh Seruni dengan tangan yang gemetar. Lelaki itu begitu senang karena anaknya itu telah kembali dengan selamat.“Bapak kenapa? Kenapa bapak menangis?” Lagi Seruni bertanya, kini tangannya dengan pelan mengusap pipi ayahnya yang telah basah oleh air mata.“Nggak apa-apa. Ayah tidak apa-apa. Kamu masih kepanasan?” Paman Ahmad tentu saja tidak ingin mengaku jika dirinya begitu mengkhawatirkan anaknya yang tiba-tiba menjerit kepanasan seperti tenggelam dalam kobaran api.“Panas? Aku nggak kepanasan kok, Pak?” Nampaknya Seruni sama sekali tidak ingat dengan apa yang telah terjadi dengan nya barusan. Paman Ahmad yang mengerti pun langsung melepaskan pelukannya dari tubuh anak semata wayangnya itu.Paman Ahmad yang melihat anak gadisnya telah melupakan semuanya sedikit lega. Yang mana itu berarti Seruni yang ada di hadapannya saat ini adalah Seruni yang tubuhnya benar-benar berisi jiwa Seruni yang a

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-18 SUMIRAH BEBAS

    “Apa yang kamu lakukan, Kyai Ibrahim!” Paman Ahmad berteriak.Kyai Ibrahim kaget kenapa bisa bapak Seruni itu bisa berada di dunia yang bukan dunianya manusia.Paman Ahmad yang belum juga mendapatkan jawaban pun berlari mendekati sang Kyai dan begitu sampai Paman Ahmad langsung menarik pergi tangan Kyai agar menjauh dari hadapan sosok ular Sumirah yang sedang terbakar oleh api yang berkobar.“Ada apa ini sebenarnya, Kyai? Kenapa ada makhluk mengerikan itu di sana?” Paman Ahmad mengulang kembali pertanyaannya sambil menatap ular Sumirah.“Aku sedang berusaha mengembalikan sukma Satria ke tempat yang seharusnya, Pak Ahmad. Dan ini sangat mendesak. Aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar sekarang.” Kyai Ibrahim berusaha menjelaskan dengan singkat dan jelas.“Satria? Bagaimana bisa?” Paman Ahmad masih belum percaya dengan ucapan sang Kyai.“Lihatlah disana.” Kyai Ibrahim menunjuk ke arah mana Satria masih duduk bengong tak bergerak sama sekali.“Itu Satria, Kyai?!” Paman Ahmad kaget kena

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-17 BERTEMUNYA SUMIRAH DAN KYAI IBRAHIM

    "Kenapa kamu kesini! Kamu tidak aku undang!" Wanita yang memeluk Satria langsung memasang wajah marah."Kembalikan apa yang seharusnya kamu kembalikan. Dia dan kamu bukan lah makhluk yang sama. Seberapapun kerasnya kamu berusaha takdir kalian tidak akan pernah bersama." Kyai Ibrahim dengan tegas meminta wanita cantik itu melepaskan Satria yang ada di cengkramannya."Tidak! Kangmas Satria akan ikut bersamaku dalam keabadian. Di dalam tubuhnya mengalir darah kekasihku! Selamanya dia akan menjadi milikku. Pergi lah kau wahai tua bangka! Aku benci auramu itu!" Lagi suara perempuan yang memeluk Satria menggelegar."Dia bukan milikmu, Sumirah! Jangan paksa aku untuk bertarung denganmu!" Kyai Ibrahim menyodorkan tasbih yang dirinya genggam ke arah Sumirah."Kau menantangku! Dasar tua bangka! Tak sadarkah kamu bahwa kamu sebentar lagi akan masuk ke liang lahat?! Jangan urusi urusanku dan pergilah, urusi saja umurmu yang tak lama lagi itu!" Sumira menatap dengan tatapan yang begitu tajam.“Kam

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-16 TUSUK KONDE EMAS DAN LUKISAN

    Bu Hafsah yang kebingungan melihat keadaan anaknya yang duduk bersandar di tembok dalam keadaan pingsan pun nekat pergi ke rumah Kyai Ibrahim menggunakan sepeda yang ada di rumahnya. Bu Hafsah melepaskan mukena nya dengan tergesa dan memakai kerudungnya. "Tunggu ibu, sebentar." Bu Hafsah menatap anaknya sebentar baru kemudian pergi keluar dari rumahnya. Di perjalanan menuju ke rumah Kyai Ibrahim Bu Hafsah tidak mempedulikan dirinya sendiri yang seolah dirinya tengah di tatap oleh ratusan pasang mata. Di pikiran Bu Hafsah saat ini adalah bagaimana caranya agar dirinya bisa segera sampai di rumah Kyai Ibrahim dan meminta tolong kepada beliau. Di pertengahan jalan, Bu Hafsah dihadang oleh seekor ular hijau yang ujung ekor dan kepalanya berwarna merah terang sebesar pohon bambu. "Astagfirullah!" Bu Hafsah menghentikan sepeda yang dirinya kendarai secara mendadak. Ular yang menghadang Bu Hafsah melotot tajam sambil menjulurkan lidahnya yang bercabang dan terus berdesis. Kepala ular ter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-15 IBU, LARI!

    Bu Hafsah duduk termenung di pinggir tempat tidurnya. Ibu paruh baya tersebut merasa jika dirinya sudah keterlaluan karena membiarkan anak lelakinya itu begitu saja di depan rumah, padahal Bu Hafsah sangat yakin jika anak semata wayangnya itu pasti belum makan karena satria hilang sejak subuh tadi. Tadi pagi, setelah sholat subuh, Bu Hafsah ingin membangunkan anak lelakinya yang sering kesiangan itu, Namun, alangkah kagetnya jika ternyata anak lelakinya tidak ada di kamarnya. Tentu saja Bu Hafsah kebingungan dan mencari anaknya. Ternyata anaknya itu benar-benar pergi dari rumah. Bu Hafsah pun resah. Namun, ketika sudah tenang, wanita tersebut berpikir jika anak lelakinya itu mungkin saja ada urusan mendadak jadi tidak sempat untuk pait dengannya. Tapi siapa sangka jika ternyata Saria itu pergi ke reruntuhan pondok pesantren. Padahal Bu Hafsah sudah melarang keras agar anaknya itu tidak pergi kesana. Namun, ternyata Satria nekat pergi kesana dan tidak berpamitan. Tentu saja Bu Hafsa

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-14 BUNUHLAH!

    "Nggih, Bu. Saya dari reruntuhan pondok pesantren peninggalan Eyang Kakung Anggara." Satria berkata sambil menundukkan kepalanya karena takut melihat sorot tajam dari mata ibunya. Lelaki itu tak bisa untuk membohongi ibunya."Kamu ...!" Bu Hafsah berkata sambil menunjuk wajah anak semata wayangnya itu menggunakan jari telunjuk yang bergetar karena menahan emosi yang meluap-luap."Bu, ada apa toh ini sebenarnya. Saya ini sudah dewasa, Bu. Kenapa ibu begitu banyak menyimpan rahasia?" Satria memberanikan diri untuk menatap wajah ibunya yang sedang marah."Lupakan!" Bu Hafsah menarik telunjuknya dengan kasar, lalu membalik badannya hendak meninggalkan anaknya."Ibu, tunggu!" Satria mencengkram erat pergelangan tangan ibunya sehingga Bu Hafsah terpaksa menghentikan langkahnya."Ibu, Ibu kenapa toh? Kenapa Ibu tidak mau berterus terang kepada saya, Bu?" Satria menuntut penjelasan kepada sang ibu mengapa dirinya terus diperlakukan seperti seorang anak kecil.Namun, Bu Hafsah tetap saja membi

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-13 RERUNTUHAN PESANTREN

    Pagi-pagi sekali Satria berjalan perlahan menuju tempat yang pernah dia datangi di dalam mimpi. Bahkan adzan subuh baru saja berkumandang dan sinar mentari pagi pun baru sedikit terlihat warna jingganya. Lelaki muda tersebut mengendap-ngendap keluar dari rumah ibunya. Tidak ingin membuat sang ibu khawatir. Kemarin setelah siuman dari pingsan Satria sempat beradu pendapat dengan sang ibu. Ibunya yaitu Bu Hafsah sangat menyesali keputusan Satria yang mengusir Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad. Terlebih Satria berkata jika dirinya tidak mempercayai kedua orang tersebut. Padahal justru mereka berdua lah yang sangat perhatian dengan apa yang terjadi pada Satria. "Kamu sudah salah paham, Satria. Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad itu sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Walau memang cara pandang kedua orang itu berbeda tapi ibu yakin jika Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad sangat mengkhawatirkanmu. Mereka peduli denganmu, Satria. Bagaimana mungkin kamu bisa tidak mempercayai mereka." Bu Hafsah terlihat beg

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 RAHASIA TERSEMBUNYI

    Di saat Kyai Ibrahim, Bu Hafsah dan Paman Ahmad bertengkar. Satria yang jiwanya telah lepas justru kini tengah melangkah bersama sosok yang begitu mirip dengan eyang putrinya, Eyang Putri Fatimah. Sosok perempuan cantik dengan gamis melayu dan rok senda, tak lupa juga selendang menutupi kepalanya yang membuat sosok tersebut terlihat anggun walaupun berpenampilan sederhana. Sosok yang begitu berbeda dengan Sumirah yang walaupun cantik tapi terasa begitu berbahaya.Jiwa Satria dibawa pergi ke suatu tempat yang tidak asing bagi Satria."Tempat ini kan ...." Satria tidak melanjutkan perkataannya, tapi justru memandang sosok yang berdiri di sampingnya.Sosok yang bersama Satria itu jarinya menunjuk ke sebuah arah di antara puing-puing bangunan sisa peninggalan dari suaminya. Sosok Fatimah muda tersenyum menatap Satria. Sosok tersebut hanya tersenyum, tapi tak berkata-kata."Aku harus ke sana?" Satria menunjuk dirinya sendiri.Sosok Fatimah mengangguk."Tapi disana tidak ada apapun, Eyang?"

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 WADAH BARU

    "Pak Ahmad! Pak! Bapak tidak apa-apa?" Kyai Ibrahim menepuk pelan pundak Paman Ahmad yang sedari tadi membisu. Paman Ahmad menepis kasar tangan sang kyai yang menempel di pundaknya. Paman Ahmad kembali membuang muka sambil tangannya bersedekap. "Mari kita lupakan dulu permasalahan antara Saeruni dan Nur, Pak Ahmad. Terpenting untuk saat ini kita harus menyelamatkan Satria. Karena akar dari permasalahan ini ada pada Satria." Paman Ahmad mengendurkan raut wajahnya yang kaku. Terdengar hembusan nafas pelan. "Lalu, apa saranmu, Kyai?" Paman Ahmad berbicara dengan nada yang lebih lembut walaupun masih terkesan ketus. "Satria itu masih muda. Dia adalah lelaki yang berada di usia yang mana nafsunya sebagai seorang lelaki sedang berada di puncaknya. Satria sangat lemah jika berhadapan dengan kecantikan wanita. Jujur saja ini sangat berat mengingat yang mengikat jiwanya adalah perempuan yang jelita." Kata-kata dari Kyai Ibrahim seketika membuat bu Hafsah lemas karena kehilangan harapan un

DMCA.com Protection Status