Share

Alma Panik

Author: Aisyah J. Yanty
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"BUNDA ... BANGUUUN BUNDAAA," pekik Marwah terdengar membahana di ruangan tersebut.

"Maaf ya, mbak. Tunggu di luar dulu. Supaya kami bisa lebih leluasa dalam bekerja," ucap seorang perawat yang merangkul pundak gadis itu kemudian menuntunnya ke luar.

"Suster, tolong bunda saya. Selamatkan bunda saya ...." Bibir Marwah bergetar. 

Mendadak Marwah seperti kehilangan keseimbangan dan nyaris limbung ke lantai, jika Randy tidak sigap menahan tubuh Marwah

Sedangkan Firman duduk di bangku dengan kedua tangan menutupi wajahnya.

"Jangan begini, Dek. Nanti kalau kamu sakit gimana?" ujar Randy yang menepuk-nepuk lembut pipi adiknya.

Marwah hanya terisak di dada kakak lelaki semata wayangnya itu.

Dari balik kaca pintu, Marwah dapat melihat, alat kejut listrik di letakkan di dada bundanya. Mencoba merangsang detak jantung agar kembali berdetak.

*

"Aku dimana ini?" tanya Alma. Tempat itu terasa tidak asing. Seperti berada di sebuah lorong. Ini kan koridor rumah sakit. Tapi terlihat sangat sepi. Hanya satu dua orang saja yang nampak lalu lalang di sana.

Alma terus berjalan sembari memandangi tubuhnya yang mendadak sehat. Langkahnya terhenti di depan pintu sebuah kamar yang terbuka. Tampak olehnya seorang gadis berhijab menangis meronta-ronta di pelukan seorang lelaki.

Wanita yang saat itu mengenakan piyama putih tersebut, berjalan mendekati gadis yang tengah menangis. Rasa penasaran membuatnya untuk menghampiri. Mencari tahu apa yang membuat gadis itu menangis histeris.

"Astaghfirullah," ucapnya sembari menutup mulutnya. Alma terkejut melihat orang yang terbaring di ranjang rumah sakit itu. Begitu mirip dengan dirinya. Atau memang dia?

"Ya Allah, ada apa ini? Apa aku mimpi? Kenapa ada aku di sana? Apa aku ...? Alma memukul pipinya. Sakit! Berarti ini bukan mimpi! 

"Aku sudah mati? Ya Allah, tidak mungkin." Dipandangi kedua tangannya yang memang terlihat berwarna putih dan sangat pucat, seperti ... mayat.

Matanya berpaling ke gadis yang menangis tadi. Ia semakin terkejut, menyadari yang menangis histeris itu adalah Marwah--putrinya.

"Marwah ... Randy ... Mas Firman?" Matanya menatap satu persatu keluarga kecilnya yang menangisi jasadnya yang terbujur. Dokter dan perawat begitu sibuk meletakkan sebuah alat mirip setrika di dada jasad yang terbujur itu.

Tangan ibu tiga anak itu berusaha menggapai kedua anak dan suaminya.

Tapi ... kenapa? Kenapa aku tidak bisa menyentuh mereka? batin Alma panik.

"Marwah, ini bunda, Nak. Bunda masih hidup." 

Marwah masih bergeming di pelukan sang kakak. Ia terus menangis dalam pelukan Randy. 

Alma semakin panik dengan situasi yang ia hadapi. Didekatinya sang suami yang terduduk di sofa dekat ranjang dimana jasadnya terbaring. Bersimpuh di dekat kaki pria bertubuh tegap itu.

"Mas, ini aku ... istrimu. Aku masih hidup, Mas. Mas bisa dengar suaraku kan?" Alma menjerit panik pada sang suami seraya memukuli dadanya sendiri. Namun, Firman tetap pada posisinya yang memangku dagu dengan tangannya.Dan seakan benar ia tak melihat ada Alma yang berlutut dihadapannya.

Alma berlari keluar. Menangis, menjerit hingga jatuh berlutut dan memekik histeris.

"Kalau saja memang benar aku sudah meninggal, bagaimana dengan Shafa? Aku belum bertemu dengan anakku yang hilang. Entah dia dimana sekarang pun aku tak tahu," ujarnya lirih.

Wanita yang berusia hampir setengah abad itu menangis di tengah lorong. Dirinya terlonjak kaget, karena merasa bed dorong itu menabraknya. Tapi, seperti seorang manusia hologram, bed dorong yang dibawa seorang perawat, dapat menembus tubuhnya.

Alma terus menangis dengan posisi bersujud. Mencoba utk menerima sepenuhnya kenyataan yang ada.

.

"BUNDA ... BANGUUUN BUNDAAA," pekik Marwah terdengar membahana di ruangan tersebut.

"Maaf ya, mbak. Tunggu di luar dulu. Supaya kami bisa lebih leluasa dalam bekerja," ucap seorang perawat yang merangkul pundak gadis itu kemudian menuntunnya ke luar.

"Suster, tolong bunda saya. Selamatkan bunda saya ...." Bibir Asma bergetar. Andaikan tak ada pegangan, sudah pasti tubuhnya rasanya akan jatuh ke lantai.

Namun dengan sigap Fikri menahan tubuh Asma. Rachmat duduk di bangku dengan tangan memijat-mijat dahinya.

"Dek, berdoa saja untuk bunda ya. Jangan begini. Nanti kalau kau sakit gimana?"

Asma hanya terisak di dada kakak lelaki semata wayangnya itu.

Dari balik kaca pintu, Asma dapat melihat, alat kejut listrik di letakkan di dada bundanya. Mencoba merangsang detak jantung agar kembali berdetak.

*

"Aku dimana ini?" tanya Khadijah. Tempat itu terasa tidak asing. Seperti berada di sebuah lorong. Ini kan koridor rumah sakit. Tapi terlihat sangat sepi. Hanya satu dua orang saja yang nampak lalu lalang di sana.

Khadijah terus berjalan dan langkahnya terhenti di depan pintu sebuah kamar yang terbuka. Tampak olehnya seorang gadis berhijab menangis meronta-ronta di pelukan seorang lelaki.

Wanita yang saat itu mengenakan piyama putih tersebut, berjalan mendekati gadis itu. Rasa penasaran membuatnya untuk menghampiri. Apa yang membuat gadis itu menangis histeris.

"Astaghfirullah," ucapnya sembari menutup mulutnya. Khadijah terkejut melihat orang yang terbaring di ranjang rumah sakit itu. Begitu mirip dengan dirinya. Atau memang dia?

"Ya Allah, ada apa ini? Apa aku mimpi? Kenapa ada aku di sana? Lalu aku ...?"

Khadijah memukul pipinya. Sakit! Berarti ini bukan mimpi! 

"Aku sudah mati? Ya Allah, tidak mungkin." Dipandangi kedua tangannya yang memang terlihat berwarna putih dan sangat pucat, seperti ... mayat.

.

Aisyah J. Yanty

Jangan lupa berikan vote dan review bintang lima nya yaa😘

| Like

Related chapters

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Mimpi

    "Alma, anakku ...." Alma terhenyak. Seperti suara almarhumah ibundanya. "Mama ...?" Sosok wanita renta itu tersenyum dan tangannya terulur ke arah putrinya. "Kenapa? Kau bingung melihat mama di sini? Bangunlah!" Alma menyambut uluran tangan wanita yang dipanggilnya mama tersebut. Lalu menghambur ke pelukannya. "Ma ...." "Kau wanita kuat dan tegar, nak. Mama yakin itu. Anak-anakmu sungguh beruntung memiliki ibu seperti dirimu. Begitu pun Firman. Sungguh beruntung dia pernah memiliki istri yang luar biasa sepe

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Maureen dan Marwah

    "Halo, Maureen, kau sudah dimana?" suara serak Sonya terdengar di seberang telepon. "Sudah di Hotel Asoka, Bu," jawab gadis cantik yang menggunakan dress ketat merah menyala itu. "Bagus. Layani James dengan baik. Tadinya dia itu langganan tetapnya Bella. Tapi dengan keadaan muka si Bella yang babak belur itu, mana mungkin dia melayani tamu setajir dan seroyal Pranoto. Lagian, mau coba-coba lari dari Sonya. Sama saja bunuh diri," ujarnya pongah. Maureen hanya terdiam mendengar kepongahan sang ibu. Profesinya yang merupakan mucikari besar, dengan uang yang banyak, ia merasa begitu sangat berkuasa. "Dan kau … Ibu tekankan padamu juga. Kau jangan macam-macam. Walaupun kau anak ibu, tapi jika kau mencoba membangkang dariku. Atau, nasibmu tidak ada bedanya dengan tikus-tikus peliharaanku itu. Paham?) "Sangat paham, Bu." "Good, Sw

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Ulang tahun

    "Assalamualaikum …," ucap Marwah setiba di rumah. "Wa'alaikumsalam …." Terdengar suara sahutan sang bunda dari belakang. Sepertinya dari dapur. Marwah membuka sepatunya dan melangkah ke dapur. Ia mendapati sang bunda sedang berkutat di sana. Cup! Sebuah kecupan mendarat di pipi wanita berusia empat puluh sembilan tersebut. "Bunda, kok pakai masak segala? Bunda lupa ya, kata dokter Bunda gak boleh capek-capek. Harus banyak istirahat. Memangnya Mbak Irah kemana? ujar Marwah sambil mencuci kedua tangannya di washtafel. Kemudian gadis itu menuangkan air ke gelas dan meneguknya. Alma, sang bunda, mematikan kompor. Ditatapnya sejenak putri bungsunya itu. "Bunda bosan hanya bisa tiduran saja di kamar. Pengen sekali-kali masak buat suami dan anak-anak bunda. Lagian tadi Irah juga bantuin bunda kok. Mema

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Mencoba Kabur

    - Dua puluh empat tahun silam …. - Sumiyati datang bersama Inah, ART sebelah rumah mereka. Alma memang meminta dicarikan seorang baby sitter untuk membantu mengurus bayi kembarnya. Saat itu Shafa dan Marwah baru berusia satu bulan. "Ini yang namanya Sumiyati, tetangga saya di kampung, Nyonya. Katanya dia mau mencari pekerjaan," ujar Inah memperkenalkan wanita bertinggi sekitar 160 cm itu. Tubuhnya agak sedikit gempal dengan celana kulot hitam dan kaos. "Sudah pernah mengurus bayi sebelumnya?" tanya Alma. Tangannya sibuk menggendong Marwah kala itu. Tubuhnya bergoyang-goyang menyerupai ayunan. Marwah sedikit rewel karena badannya demam. "Saya sempat punya anak, Bu. Perempuan. Tapi, di usianya setahun, anak saya meninggal karena demam tinggi," jawab Sumiyati. "Innalillahi. Terus suami kamu di mana?" tanya Alma prihatin.

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Alma Meninggal?

    SURVIVOR "Ampuuun, Mamiii. Sakiiittt … ampuuunnn," pekik Indri kesakitan karena api rokok Sonya disulutkan ke kulit tangannya yang mulus. "Itu hukuman akibat kau mau coba-coba bermain-main dengan Mami Sonya. Ini belum seberapa. Karena aku masih memiliki perasaan kasihan terhadapmu." Mucikari berhati iblis itu berjalan mondar-mandir dengan pongahnya, sembari menghisap rokok filternya. Asap dihembuskan ke udara hingga membentuk bulatan-bulatan. "Sudah kukatakan. Siapa pun yang sudah masuk dalam kandang Sonya, jangan coba-coba untuk lari. Atau nyawamu taruhannya. Kau paham itu?" Sonya mencengkeram dagu Indri yang ketakutan. "Iya, paham, M

Latest chapter

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Mimpi

    "Alma, anakku ...." Alma terhenyak. Seperti suara almarhumah ibundanya. "Mama ...?" Sosok wanita renta itu tersenyum dan tangannya terulur ke arah putrinya. "Kenapa? Kau bingung melihat mama di sini? Bangunlah!" Alma menyambut uluran tangan wanita yang dipanggilnya mama tersebut. Lalu menghambur ke pelukannya. "Ma ...." "Kau wanita kuat dan tegar, nak. Mama yakin itu. Anak-anakmu sungguh beruntung memiliki ibu seperti dirimu. Begitu pun Firman. Sungguh beruntung dia pernah memiliki istri yang luar biasa sepe

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Alma Panik

    "BUNDA ... BANGUUUN BUNDAAA," pekik Marwah terdengar membahana di ruangan tersebut. "Maaf ya, mbak. Tunggu di luar dulu. Supaya kami bisa lebih leluasa dalam bekerja," ucap seorang perawat yang merangkul pundak gadis itu kemudian menuntunnya ke luar. "Suster, tolong bunda saya. Selamatkan bunda saya ...." Bibir Marwah bergetar. Mendadak Marwah seperti kehilangan keseimbangan dan nyaris limbung ke lantai, jika Randy tidak sigap menahan tubuh Marwah Sedangkan Firman duduk di bangku dengan kedua tangan menutupi wajahnya. "Jangan begini, Dek. Nanti kalau kamu sakit gimana?" ujar Randy yang menepuk-nepuk lembut pipi adiknya. Marwah hanya terisak di dada kakak le

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Alma Meninggal?

    SURVIVOR "Ampuuun, Mamiii. Sakiiittt … ampuuunnn," pekik Indri kesakitan karena api rokok Sonya disulutkan ke kulit tangannya yang mulus. "Itu hukuman akibat kau mau coba-coba bermain-main dengan Mami Sonya. Ini belum seberapa. Karena aku masih memiliki perasaan kasihan terhadapmu." Mucikari berhati iblis itu berjalan mondar-mandir dengan pongahnya, sembari menghisap rokok filternya. Asap dihembuskan ke udara hingga membentuk bulatan-bulatan. "Sudah kukatakan. Siapa pun yang sudah masuk dalam kandang Sonya, jangan coba-coba untuk lari. Atau nyawamu taruhannya. Kau paham itu?" Sonya mencengkeram dagu Indri yang ketakutan. "Iya, paham, M

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Mencoba Kabur

    - Dua puluh empat tahun silam …. - Sumiyati datang bersama Inah, ART sebelah rumah mereka. Alma memang meminta dicarikan seorang baby sitter untuk membantu mengurus bayi kembarnya. Saat itu Shafa dan Marwah baru berusia satu bulan. "Ini yang namanya Sumiyati, tetangga saya di kampung, Nyonya. Katanya dia mau mencari pekerjaan," ujar Inah memperkenalkan wanita bertinggi sekitar 160 cm itu. Tubuhnya agak sedikit gempal dengan celana kulot hitam dan kaos. "Sudah pernah mengurus bayi sebelumnya?" tanya Alma. Tangannya sibuk menggendong Marwah kala itu. Tubuhnya bergoyang-goyang menyerupai ayunan. Marwah sedikit rewel karena badannya demam. "Saya sempat punya anak, Bu. Perempuan. Tapi, di usianya setahun, anak saya meninggal karena demam tinggi," jawab Sumiyati. "Innalillahi. Terus suami kamu di mana?" tanya Alma prihatin.

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Ulang tahun

    "Assalamualaikum …," ucap Marwah setiba di rumah. "Wa'alaikumsalam …." Terdengar suara sahutan sang bunda dari belakang. Sepertinya dari dapur. Marwah membuka sepatunya dan melangkah ke dapur. Ia mendapati sang bunda sedang berkutat di sana. Cup! Sebuah kecupan mendarat di pipi wanita berusia empat puluh sembilan tersebut. "Bunda, kok pakai masak segala? Bunda lupa ya, kata dokter Bunda gak boleh capek-capek. Harus banyak istirahat. Memangnya Mbak Irah kemana? ujar Marwah sambil mencuci kedua tangannya di washtafel. Kemudian gadis itu menuangkan air ke gelas dan meneguknya. Alma, sang bunda, mematikan kompor. Ditatapnya sejenak putri bungsunya itu. "Bunda bosan hanya bisa tiduran saja di kamar. Pengen sekali-kali masak buat suami dan anak-anak bunda. Lagian tadi Irah juga bantuin bunda kok. Mema

  • SURVIVOR (Primadona Lokalisasi)   Maureen dan Marwah

    "Halo, Maureen, kau sudah dimana?" suara serak Sonya terdengar di seberang telepon. "Sudah di Hotel Asoka, Bu," jawab gadis cantik yang menggunakan dress ketat merah menyala itu. "Bagus. Layani James dengan baik. Tadinya dia itu langganan tetapnya Bella. Tapi dengan keadaan muka si Bella yang babak belur itu, mana mungkin dia melayani tamu setajir dan seroyal Pranoto. Lagian, mau coba-coba lari dari Sonya. Sama saja bunuh diri," ujarnya pongah. Maureen hanya terdiam mendengar kepongahan sang ibu. Profesinya yang merupakan mucikari besar, dengan uang yang banyak, ia merasa begitu sangat berkuasa. "Dan kau … Ibu tekankan padamu juga. Kau jangan macam-macam. Walaupun kau anak ibu, tapi jika kau mencoba membangkang dariku. Atau, nasibmu tidak ada bedanya dengan tikus-tikus peliharaanku itu. Paham?) "Sangat paham, Bu." "Good, Sw

DMCA.com Protection Status