Setelah sekian lama baru kali ini Tara kembali melangkahkan kaki di dermaga. Hari masih pagi dan beberapa kapal besar mulai merapat menurunkan tangkapan yang sedang ramai hingga para penimbang juga terlihat kerepotan menangani antrian. Tara jadi ingat ketika dirinya dulu juga duduk di samping timbangan seperti itu. Musim ikan seperti ini adalah berkah untuk semua orang yang hidup di dermaga.
Tara memperhatikan kapal-kapal besar yang baru merapat. Sebagian besar masih tetap merupakan milik Haji Sofyan yang sepertinya memang semakin kaya raya. Tara juga mendengar jika sekarang Haji Sofyan memiliki dua pabrik pengalengan ikan. Nama Larisa selalu tertulis di masing-masing sisi lambung kapal layaknya nama keberuntungan bagi semua bisnis ayahnya. Tara segera berpaling bukan karena takut memikirkan wanita itu. Tara hanya tidak mau menjadi pendendam cuma karena kemarahannya sendiri&n
Tara sudah kembali bekerja di pantai ketika Jemy menghampirinya."Kupikir kau sudah kembali ke LA." Nampaknya Tara memang terkejut dengan kemunculan Jemy yang agak ajaib setelah kemarin berpamitan untuk segera pulang."Apa bisa kita bicara sebentar.""Tentu."Tara mengajak Jemy ke kafe tempat mereka bicara tempo hari. Jemy cuma memesan minuman karena dia bilang tidak akan lama."Maaf kemarin aku belum sempat menemui saudariku, dan lupa memberitahumu.""Tidak masalah." Tara menyandarkan punggung ke sandaran kursi sambil mengetukkan ujung jari di tepi meja ketika melihat sepintas jejak kebiruan di sisi leher Jemy yang masih terlihat meskipun dia sudah coba mengenakan pakaian berkrah tinggi."Jadi kau masih berada di Bali seminggu ini?" tanya Tara terdengar tenang meski sebenarnya dia juga sedang sangat penasaran dengan siapa wanita it
Tara mendapat berita dari pamannya jika ibunya baru saja terpeleset jatuh di dekat sumur. Dengan panik Tara segera mencari tiket penerbangan tapi sudah terlambat karena memang cuma ada dua penerbangan dalam sehari, besok pagi baru akan ada penerbangan lagi. Terpaksa Tara pulang dengan mengunakan feri dan bermotor seperti biasanya. Karena bermotor memang lebih cepat sebab juga tidak ada akses angkutan umum yang sampai ke kampungnya kecuali dia harus menyewa taksi gelap. Sebagian besar orang dari kampungnya juga sudah biasa bermotor untuk pergi ke Bali, tapi tetap saja berkendara di tengah malam hingga hampir menjelang pagi memang baru kali ini Tara lakukan.Walau sudah memakai jaket tebal dan sarung tangan tetap saja tangan Tara serasa kebas untuk mencengkram stang motornya. Dua jam perjalanan dari Denpasar ke penyebrangan feri dan dua jam lagi untuk sampai ke rumah Tara. Tara sampai tepat menjelang subuh itu pun setelah dia tidak berhenti sama
"Bagaimana kau bisa sampai kemari?" tanya Tara yang masih sulit percaya Jemy bisa datang sendiri kerumahnya. "Aku mencarimu karena kau sama sekali tidak mau mengangkat teleponku." "Oh , maaf." Tara benar-benar tidak menyangka dan tidak habis pikir jika wanita itu akan nekat datang sendiri jauh-jauh ke mari hanya karena perkara sesepele itu. "Kau sendirian ?" Tara semakin heran karena memang tidak ada siapapun yang nampak bersamanya. Tara segera mempersilahkan Jemy masuk. "Di mana yang lain?" "Ibu beristirahat di kamar, Mina masih kutitipkan pada saudara." "Apa yang terjadi?"
"Kau mau kemana?" tanya Jemy begitu melihat Tara memakai helm dan meraih kunci motor dari atas meja."Aku mau keluar sebentar untuk membeli susu dan sereal untuk ibu.""Boleh aku ikut?""Aku naik motor.""Tidak apa-apa aku bisa berpegangan jok motor jika kau tidak mau aku memegangmu.""Jangan konyol!" tepis Tara meski ia tahu Jemy hanya bercanda, tapi jujur saja Tara masih belum seratus persen dapat beradaptasi dengan wanita itu setelah semalam."Jadi aku boleh ikut?""Aku tidak punya helm lagi.""Kulihat banyak yang naik motor tanpa helm," protes Jemy yang memang melihat orang lalu lalang di kampung tanpa helm saat bermotor."Baiklah, pakai saja ini!" Tara memberikan helm teropongnya untuk Jemy."Maksudnya kau justru tidak pakai? ""Sudah pakai saja
Sebenarnya sudah cukup lama Tara tidak melihat Larisa karena sejak terakhir wanita itu menemuinya di klub waktu itu mereka sudah tidak pernah ada komunikasi lagi. Sebenarnya Larisa juga tidak banyak berubah, tentu pinggangnya tak sebesar apa yang dibahas paman dan bibinya kemarin, cuma kali ini wanita itu terlihat marah karena langsung berjalan menghampiri Tara dan langsung bicara lebih dulu bahkan sebelum Tara sempat menyapa."Kau bohong tentang tidak mau berurusan lagi dengan wanita kaya!"Sudah beberapa kali Larisa mendengar Tara pulang dengan wanita hingga lama-lama dia tidak tahan apa lagi setelah tahu jika wanita itu adalah wanita cantik yang juga sedang viral di berbagai media. Larisa sampai ikut mencari tahu mengenai Jemy dan hanya semakin membuatnya marah apa lagi dengan berbagai judul berita yang memang sangat berlebihan mengulas mereka."Kau keterlaluan dengan selalu menjadikan adik dan ibumu sebagai ala
Setelah satu minggu kondisi kaki ibu Tara mulai pulih dan sudah bisa berdiri walau masih harus pelan-pelan untuk berjalan. Tara Juga sudah membuat beberapa rencana untuk memulai usahanya sampai di suatu pagi sang bibi datang tergopoh-gopoh ke rumahnya sambil menangis-nangis."Gudang yang dijaga pamanmu kebakaran."Tara masih syok dan bibinya cuma terus menangis."Bagaimana dengan paman?" tanya Tara yang ikut bergetar memeluk bibinya."Pamanmu dibawa ke kantor polisi."____" Bagaimana jika pamanmu sampai dipenjara?" bibi Tara terus menangis dan bicaranya semakin rancu bercampur gagap karena sesenggukan. "Dia sudah tua dan sakit-sakitan, Bibi sangat takut jika pamanmu dipenjara."
Satu minggu berlalu tapi tetap saja Tara masih belum bisa menemukan jalan keluar, dia juga masih belum menemukan pekerjaan. Memang tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan di kampung jika tidak memiliki modal sendiri, kecuali untuk pekerjaan kasar yang upahnya juga tidak seberapa. Tara semakin dilema, antara dia harus pergi untuk mencari pekerjaan tapi dia tidak bisa juga meninggalkan ibunya yang sudah tua. Kondisinya serba sulit sementara ia juga tidak punya apa-apa lagi, uang tabungannya sudah habis dan mungkin hanya cukup untuk makan keluarganya sampai bulan depan.Semua rencananya memang sudah hancur berantakan. Selain uang tabungan yang rencananya ingin dia gunakan untuk modal usaha, motornya juga sudah ia jual untuk melunasi tiga ratus lima puluh juta yang benar-benar tidak sedikit baginya. Sekarang Tara jadi kerepotan sendiri jika hendak kemana-mana tanpa motor. Untuk menjadi kuli pun dia butuh kendaraan untuk pergi ke tempat kerja.
Sebenarnya Tara masih belum mau pergi tapi keesokan harinya sang paman kembali ikut bicara padanya."Biar kami yang menjaga Mina dan ibumu, atau kalau perlu bibimu biar tidur di sini karena paman akan ikut menjaga keramba mungkin seminggu sekali baru akan pulang."Walau sebenarnya Tara masih berat tapi dia benar-benar sedang tidak memiliki pilihan."Pergilah, Nak. Di sini kau tidak akan memiliki masa depan."Paman Tara benar, karena memang hanya selalu masalah yang ditemuinya di sini hingga Tara sendiri juga sudah merasa sangat jenuh."Aku hanya akan menemui Emy dan belum tahu apa aku bisa langsung mendapatkan pekerjaan. Tapi aku memang harus segera bekerja."