Dokter segera menuliskan resep lalu memerintahkan perawat untuk segera mempersiapkan ruang rawat inap. Sementara itu sesaat setelah membaca hasil laboratorium, Dylan mengerutkan kening begitu mengetahui bahwa tipe darah pasien adalah AB negatif.Tipe darah ini adalah jenis darah yang langka dan jarang tersedia stok darah tersebut di rumah sakit. Sama persis dengan tipe darahku, batin Dylan sambil berharap agar kondisi pasien segera bisa membaik.Pasien sudah dipindah ke ruang rawat inap. Pak Gunadi adalah satu-satunya pihak keluarga terdekat pasien. Dia adalah asisten pribadi Nyonya Marina Alston."Sus, tolong minta pihak keluarga untuk temui saya di ruang praktek!"pinta Dylan kepada perawat sebelum meninggalkan ruangan Nyonya Marina."Baik, Dok."Dylan berjalan menuju ruangannya lalu segera duduk sambil menyandarkan punggung. Seharusnya, dia sudah bisa istirahat untuk memulihkan tenaga karena seharian kerja di hotel. Apalagi setelahnya sibuk mengurusi drama penculikan yang berakhir d
"Kamu kaga usah pesimis. Yang kutahu, Alena telah memaafkan kamu. Buktinya dia sempat mencari kamu. Mungkin saat ini hatinya sedang tergoncang. Tunggu saja sampe hatinya longgar kembali. Semangat, Bro!""Oke. Aku akan mengurus semua berkas pernikahan kami. Bantu aku untuk luluhkan hati dia lagi, Rendi.""Sudah pasti aku bantu. Dokter Pamela pun telah kasih lampu hijau untuk kamu. Dia ingin segera melihat Alena menikah dengannu. Setelah acara pemakaman, cobalah dekati Alena lagi. Aku support selalu kalian agar segera bisa bersatu,"ucap Rendi memberi dukungan terhadap teman semasa kuliah dulu.Doorr!Tiba-tiba dari arah lobby rumah sakit terdengar suara tembakan. Para penghuninya berhamburan keluar karena panik. Wajah mereka pucat pasi, hingga ada yang pingsan saking takutnya. Semua berteriak histeris, membuat suasana hiruk-pikuk."Tolooong! Ada teroris!""Ada yang disandera!"Dylan dan Rendi kaget dan langsung berdiri untuk melihat kekacauan yang terjadi. Suara sirene polisi dan ambula
Aksi teror ini membuat heboh seluruh Indonesia serta dapat tanggapan beragam dari negara-negara asing. Dylan dan Rendi telah sampai di halaman rumah sakit dan berlutut. Lima belas menit kemudian, Alena datang dengan didampingi oleh Dokter Pamela.Tak berapa lama, empat orang berpakaian anti peluru mendekat ke arah empat orang tersebut. Dua orang menyuruh Alena untuk masuk lobby dan Dokter Pamela memaksa ikut. Itu pun didukung oleh Dylan dan Rendi."Gimana kalo kami berempat ke rooftop?" Dylan sengaja mengulur-ulur waktu untuk memberi kesempatan Densus 88 dan tim Gegana beraksi.Empat orang berpakaian anti peluru ini pun langsung menghubungi atasannya. Rupanya Big Bos tidak setuju. Dia tetap meminta Alena harus sendiri menuju rooftop. Dokter Pamela berlinang air mata mendengar penjelasan salah seorang berpakaian anti peluru tersebut."Apa maksud semua ini? Kalian bisa jamin anakku selamat dan tidak dilecehkan di atas sana?"Dokter Pamela begitu marah dengan penjelasan si pria. Dylan me
"Beruntung helikopter yang disewa masih milik perusahaan yang aku kenal,"ucap Dylan."Ini ceritanya tadi helikopter disabotase?"tanya Alena."Ya, agar belok haluan. Mari masuk! Kita temui Papa dan Mama juga Nyonya Marina Alston.""Nyonya Marina Alston itu siapa?"tanya Alena."Dia itu pasien aku. Disandera bareng orang tuaku. Aku kenalkan ke beliau sekalian sungkem ke calon mertua," ucap Dylan yang disambut cubitan oleh Alena.Drrt! Drrtt!Ponsel Dylan berbunyi dan langsung diangkatnya. Pada layar tertera nama Dokter Abimana sedang memanggil. Kedua matanya langsung mendelik lalu kasih lihat layar kepada Alena."Kamu pikir permainan apa lagi yang dia lakukan?"tanya Dylan dengan nada geram."Lalu yang di kafe siapa, dong?"Alena balik bertanya. Dia geleng-gelengkan kepala. "Sebaiknya kamu angkat saja, Sayang."Panggilan 'Sayang' dari Alena barusan, membuat hati Dylan berbunga-bunga. Namun, dirinya harus segera menerima panggilan masuk untuk menuntaskan rasa penasaran."Selamat siang, Dokt
Alena menuntun tangan Dylan yang memeluk pinggangnya untuk meraba bagian depan bukit kembar, perlahan Alena menggerakkan tangan si pria di kedua bukit. Wanita ini membantu tangan Dylan untuk membuat sentuhan-sentuhan lembut satu persatu ke bukit kembarnya.Darah Dylan yang bergejolak lalu menarik kaitan dress yang dikenakan Alena dan membuat dress itu terjatuh di lantai. Alena hanya mengenakan penutup dada dan celana dalam berwarna hitam yang kontras dengan kulit putihnya.Dylan mengerang menahan gejolak darah yang tiba-tiba sudah berada di ubun-ubun menatap tubuh Alena yang membuat pikirannya semakin liar.Alena menarik gesper celana dan membukanya hingga Dylan hanya mengenakan boxernya saja. Tampak tonjolan besar dari balik boxer itu. Alena menelan ludah membayangkan benda keras di balik boxer yang akan menembus daerah sensitifnya.Dylan yang sudah tidak tahan dengan gejolak dalam dada langsung membopong tubuh Alena menuju kamar tamu. Dia tidak akan membawa ke kamar pribadinya karen
Bangunan apa ini? Alena bingung dan terus berlari mencari jalan keluar.Ting! Terdengar bunyi keras dan ada lampu merah menyala tiap kali, wanita ini mendapat jalan buntu.Dalam sebuah ruangan dengan beberapa televisi untuk memantau semua lorong dan ruang, terdengar tawa seorang pria menggema."Ayolah, Sayang! Kamu pasti bisa cari jalan."Sementara itu di kediaman Dylan. Semua sudah bangun dalam keadaan bingung karena tertidur di ruang keluarga. Dylan duduk mengumpulkan kesadaran lalu mencari keberadaan Alena. Dia pun langsung panik. "Alena!"teriak Dylan yang buru-buru bangkit lalu berjalan menyusuri semua ruangan.Begitu pun dengan ketiga orang yang lain. Dua orang wanita berada di kursi roda, sehingga hanya Tuan Albert Binar yang bisa menyusul langkah Dylan."Apa yang terjadi dengan kita?"tanya Nyonya Kusumasari dengan ekspresi cemas. "Alena diculik orang.""Asisten saya juga gak ada. Apa mungkin mereka keluar cari pertolongan?" Nyonya Marina Alston memberi pendapat sembari mencoba
"Eum, maaf!" Alena mundur selangkah.Pak Gunadi tidak menjawab. Hanya saja pandangannya tertuju kain pada bagian dada yang lumayan basah. Sadar diperhatikan, gegas Alena menyilangkan kedua lengan di dada."Kenapa basah-basahan begitu?" tegur Pak Gunadi datar."Eum, badan lengket semua." Alena menunduk canggung."Entar malam, mau dibuat lebih lengket lagi?"tanya Pak Gunadi sambil menatap Alena liar. Bahu Alena langsung bergidik. Wanita ini menatap tajam ke arah pria yang dianggap manusia baik tersebut."Apa maksud Bapak? Kenapa tega sama saya?"Pak Gunadi tidak menjawab, justru semakin tertawa menggoda ke arah Alena. Wanita ini seketika merapatkan selimut yang membalut tubuhnya. Dia melihat ada sebuah potongan besi tak jauh dari situ. Tangan Alena dengan cekatan mengambilnya. "Aku sudah tidak takut apa pun sekarang, termasuk membunuh manusia biadab macam kamu."Namun, pria separuh baya tersebut tidak meladeni kemarahan Alena. Dia melangkah buru-buru masuk ruangan lalu mengunci pintu. A
"Oke. Semoga bisa tenang di jalan." Dylan memegang erat tubuh Alena lalu mengikat tangan dan kakinya dengan dasi. Dengan terpaksa untuk menghentikan teriakan dan aksi gigitan, Dylan terpaksa menyumbal mulutnya dengan kain. Pria ini dengan hati-hati melakukan injeksi di bahu Alena. Berjarak sekitar lima menit, wanita ini pun telah tak sadarkan diri. Dylan mengelus rambut Alena penuh kasih dengan perasaan haru dan juga rasa penyesalan mendalam. Dirinya adalah salah satu penyebab penderitaan yang dialami oleh Alena. "Sayang, apa pun yang terjadi. Aku akan selalu menjagamu,"ucap Dylan sambil meneteskan air mata. Mobil mulai bergerak meninggalkan lokasi. Tak berapa lama, mobil polisi dan ambulans serta tim damkar datang ke lokasi kebakaran atas laporan Bara. Kedua pria dalam mobil telah memiliki banyak bukti untuk menyeret pelaku penculikan dan rentetan masalah hukum yang menyertainya. Alena yang dulu polos dan cantik telah tersakiti oleh masa lalu dan pembohongan serta pengkhiana
"Rendi, kamu ditangkap!" seru Bara. Rendi mencoba melawan, tetapi Dylan cepat mengatasi situasi tersebut. Rendi dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Bara dan Dylan lega karena berhasil menangkap pelaku. Dokter Pamela dan Alena telah mendengar kabar penangkapan Rendi. Namun, mereka masih cemas tentang motif Rendi dan dampaknya pada keluarga serta reputasi klinik. Beberapa hari kemudian Pengadilan dimulai. Pengacara Umaya berhasil membuktikan bahwa tindakan Umaya kepada Anton adalah murni kecelakaan. Ada rekaman CCTV soal hal itu. Hakim memutuskan bahwa Umaya dibebaskan dari segala tuduhan. Namun ada kewajiban wajib rapor dan tidak boleh keluar kota sementara waktu sampai kasus Anton dan Gopar selesai diusut. Hati Umaya, Alena dan Dokter Pamela belum bisa lega 100% karena harus menunggu keputusan negosiasi interpol dengan pihak kepolisian Singapura soal kasus Alan. Mereka masih harus menunggu kepastian. Pada suatu hari Dokter Pamela menerima panggilan misterius dari seseor
"Dia sedang ambil cuti dua hari untuk riset. Ada apa?"tanya balik Dokter Pamela dengan raut wajah heran. "Sedari pagi hapenya gak aktif. Padahal bilang akan bawain obat buat aku." "Obat apa lagi? Bukankah kamu sudah gak perlu obat lagi?" "Bukan, Mom. Ini obat herbal sekaligus buat terapi." Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Kedua wanita tersebut menoleh ke belakang. Tampak Dylan dan Bara tersenyum ke arah mereka. "Selamat siang,"sapa kedua pria bersamaan. "Selamat siang,"balas dua wanita. Mereka berdiri berhadapan lalu saling menjabat tangan. Dokter Pamela mengajak kedua pria untuk duduk di ruang keluarga. Setelah mereka duduk di tempat masing-masing, barulah Alena bertanya,"Ada apa, nih, kalian barengan kemari?" Dylan segera menjawab,"Yang punya kepentingan si Bara, tuh." Pria yang dimaksud pun tersenyum ke arah kedua wanita. Ia berkata,"Maaf, gak kasih kabar dahulu. Saya dapat kabar mendadak dari kantor." Dokter Pamela dan Alena segera mengara
"Apakah kamu masih mau bersahabat dengan seorang pembunuh?" Alena terkejut dan mundur selangkah. "Apaan, sih, kamu! Apa yang terjadi padamu, Uma?"tanya Alena dengan kedua mata berkaca-kaca. Kini hatinya semakin tidak enak. Ada peristiwa dahsyat yang baru dialami oleh sahabatnya itu. Namun, kata pembunuh yang diucapkan oleh Umaya membuat pikiran Alena sempat oleng. Ia lalu bertanya dengan tubuh gemetar. "Apa maksudmu? Siapa yang kamu bunuh?" Umaya menunduk, air matanya jatuh. "Aku... aku membunuh Bang Anton." Alena terkejut. "Bang Anton? Bagaimana bisa? Kau selalu sangat perhatian padanya." Umaya mengisahkan peristiwa tragis tersebut. "Aku marah karena Bang Anton telah menjebak Alan. Adikku itu sekarang terancam hukuman mati di Singapura. Ia tertangkap tangan sedang membawa paket sabu-sabu seberat 500 gram. Bang Anton sengaja menyelipkan paket sabu-sabu pada makanan kemasan kaleng." "Alan ke Singapura dalam rangka apa?"tanya Alena penasaran. "Ia disuruh Bang Anton untuk mengirim
Di tempat lain, Umaya menatap foto Alena dengan perasaan menyesal. "Alena, maafkan aku. Besok aku jelaskan semua." "Semoga Alena gak kaget melihat keadaan kamu,"sahut Bara yang langsung ditanggapi linangan air mata oleh Umaya. "Saya gak pernah menyangka nasib persahabatan kami harus terpisah,"balas Umaya seraya menyeka sisa air mata. Bara tersenyum lalu berdiri dan menepuk pundak Umaya. Perwira polisi ini berkata,"Kamu telah berjasa terhadap kepolisian. Pasti ada keringanan hukuman. Nanti saya akan sewakan pengacara terbaik." "Terima kasih, Tuan Bara,"balas Umaya yang langsung dikawal seorang polwan masuk ke bagian belakang. *** Pukul 7 pagi Alena telah tiba di kantor polisi dengan diantar oleh Dylan. Dari semalam dokter muda ini tidak nyenyak tidur karena memikirkan kondisi yang terjadi dengan Umaya. "Tuan Bara sama sekali gak kasih bocoran?"tanya Alena kepada Dylan sambil mereka berjalan menuju ruang pemeriksaan. "Bara enggak mau kasih tahu. Katanya biar Umaya ngomong langs
"Kita tinggal ambil rekaman CCTV saat kejadian. Begitu tertangkap langsung bikin laporan,"ucap Rendi yang langsung diacungi jempol oleh Dylan. "Kita akan tahu, modus Pak Gopar merusak kepercayaan Dokter Pamela,"balas Dylan. Dorr! Terdengar tembakan dari arah pintu gerbang. Rendi segera memberi peringatan kepada kedua wanita. "Ma, Alena, tutup semua pintu dan jendela! Kalian bisa jadi incaran penjahat!" Kedua pria membantu menutup jendela dan pintu bagian depan lalu berlari ke halaman. "Ada apa ini?"tanya Dokter Pamela yang muncul dari ruang tengah. Alena berlari menyusul mommynya. Alena juga bingung dengan situasi yang menegangkan tersebut. "Mom, penjahat apa?" "Kita tutup semua jendela dan pintu. Kamu bagian belakang, Mommy cek depan,"ucap Dokter Pamela kepada Alena. Kedua wanita bergerak cepat. Mereka menutup semua pintu dan jendela. Benar yang diucapkan oleh Rendi, begitu terdengar langkah kejar-kejaran lalu suara pintu didobrak dari luar. Brakk! Pyaarr! Beruntung jendela
"Tentu saja benar. Aku sengaja bikin menu favorit Mommy,"balas Alena. "Wah, kebetulan. Hari ini Tuan Dylan akan datang untuk memberikan resep menu khusus untuk kamu. Bisa jadi sambil praktek cara bikinnya." Pernyataan Dokter Pamela barusan, membuat hati Rendi memanas. Bagaimanapun hatinya berharap bisa segera menikah dengan Alena. Sementara waktu, ia diminta Dokter Pamela untuk mengabaikan keinginan itu sampai emosi Alena stabil. Rendi gegas pergi ke luar rumah untuk menghindari hatinya bertambah panas. Hal itu bisa merusak rencana mama angkatnya untuk memberi rasa tenang kepada Alena. Sekitar sepuluh menit kemudian, datang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Dylan. "Apa kabar, Bang?"sapa Dylan begitu keluar dari mobil. Tampak pria ini menenteng sebuah kantong plastik besar. "Baik. Kelihatannya bisnis lo semakin maju,"sahut Rendi sambil menghampiri Dylan. "Masih merintis kedai menu khusus,"balas Dylan sambil menjabat tangan Rendi. "Ini juga mau praktek buat menu khusus Alena. Aban
"Iya. Mama paham. Alena cinta Dylan dan kamu dianggap sebagai Abang." "Buat apa mencintai pria yang sering menyakiti hati? Aku baru kali ini bikin luka hati Alena, itu pun terpaksa kulakukan. Aku ingin Alena hanya untukku dan rasa cinta bisa ditumbuhkan pelan-pelan." Dokter Pamela sudah tidak bisa menanggapi omongan Rendi. Dia akan pasrahkan keputusan akhir kepada Alena. Padahal saat ini kondisi psikis Alena belum stabil. Pemilik klinik kesehatan ini harus pandai-pandai mengatur strategi agar sama-sama nyaman. "Kali ini Mama mohon belas kasihan dari kamu. Tunggu keadaan Alena sampai sehat dulu. Tolong jangan ganggu dengan situasi yang bisa memicu kepanikan dia. Bisa, kan?" Permintaan dari Dokter Pamela ini layaknya buah simalakama bagi Rendi. Di satu sisi, ia ingin segera menikah dengan Alena dan di sisi yang lain, dia terpaksa menuruti kemauan wanita yang telah banyak berjasa dalam hidupnya itu. Tiada lagi yang bisa Rendi lakukan, selain .... "Baik, Ma! Aku akan tunggu sampe Alen
Setelah itu, Dokter itu menutup pintu lalu buru-buru ke ruang kemudi. Mereka harus segera menemui psikiater langganan Alena. Sejak kasus penculikan dan pelecehan di gudang milik Pak Gunadi, Alena menjadi pelanggan setia psikiater. Hal ini sudah berhasil disembuhkan, akan tetapi kambuh kembali karena guncangan yang dialaminya kembali. Anxiety disorder yang dialami oleh Alena, sudah lama sembuh. Namun gangguan tersebut sekarang mulai terlihat gejalanya kembali. Wanita cantik ini tampak gelisah, sekujur tubuh gemetar dengan keringat membasahi raut wajah dan leher. Dalam waktu 30 menit, mereka pun telah sampai tujuan. Alena yang masih dilanda kecemasan duduk meringkuk dengan tubuh menggigil. Dokter Pamela langsung memeluknya. Wanita ini berkata,"Tenang, Sayang! Mama ada sama kamu." Beberapa saat, Dokter Pamela perlu memberi waktu pada Alena agar bisa stabil emosinya. Setelah Alena sedikit tenang, akhirnya mereka keluar mobil dan langsung menuju ruang pemeriksaan. Psikiater melakukan pe
"Syok! Bangun dari tidur tanpa pakaian ditutup selimut." "Oke. Kita lapor polisi. Bisa-bisanya, tadi di kafe, dia gak bilang apa-apa ke Mommy." Baru juga mulut Dokter Pamela berhenti berucap, terdengar nada dering ponsel. Wanita ini mengambilnya dari dalam tas. Ia menatap layar ponsel lalu menoleh ke arah Alena. "Rendi,"ucapnya hampir seperti orang berbisik. "Apa pun ucapan dia, Mommy gak boleh pergi!"pinta Alena segera. Dokter Pamela pun mengangguk lalu menerima panggilan masuk. $Iya, Ren. Ada apa?"tanyanya kepada anak angkatnya itu. "Mama ada di mana? Aku mau bicara empat mata,"balas Rendi dari ujung telepon. "Mama lagi home care, nih,"jawab Dokter Pamela yang langsung diacungi jempol oleh Alena. "Kapan selesai, Ma?" "Bisa sejam atau lebih. Setelah perawatan biasanya ada sesi diskusi. Ada apa, sih? Macam emergency saja,"sahut Dokter Pamela berniat memancing omongan lawan bicaranya. "Bisa dibilang gitu. Hari ini aku harus bisa bicara dengan Mama." "Ngomong saja sekarang. S