Salah seorang polisi yang ada di dekat Pak Gunadi berkata,"Bapak ini telah memberikan pengakuan kepada penyidik. Dia siap memberikan semua informasi yang diketahuinya, termasuk kasus pembunuhan oleh Dokter Abimana dan juga kejahatan yang telah dilakukan di masa lalu. Dia ingin menghadiri pemakaman dan meminta maaf secara langsung ke pihak keluarga.""Kenapa harus kemari? Permintaan maaf dan pengakuan salah bisa dilakukan di kantor polisi. Kami sedang berduka dan tidak ingin merasa terluka lagi," balas Umaya yang cukup mewakili suara semua anggota keluarga. Yang lain sudah tidak mampu untuk bersuara dan sedang tidak ingin berdebat soal apa pun.Pak Gunadi dalam posisi masih bersimpuh lalu mendongak. Dia menyeka tetesan air mata lalu berucap,"Saya telah membakar panti asuhan tempat Dylan dititipkan.""Apa maksud kamu, Gunadi? Kamu yang mau bunuh anakku, rupanya." Terdengar suara lantang Nyonya Marina Alston. Wanita ini langsung mendekat dengan kursi roda. Dengan raut wajah merah padam,
"Go fuck yourself! Go to hell!"umpat marah Dylan yang berniat mengejar Pak Gunadi. Namun, dicegah oleh Rendi dan Bara."Slow down, Bro!"ucap Bara untuk meredakan kemarahan Dylan."Fuck you!"teriak Dylan melampiaskan kemarahannya yang telah di puncak ubun-ubun. Tak lama kemudian, Dylan berdiri terpaku dengan kedua mata berkabut. "Aku merasa diperlakukan tidak adil oleh hidup ini. Rasanya sedih, kecewa. Sungguh, aku ingin segala usaha untuk selalu bersikap baik lebih dianggap oleh orang lain. Terutama orang tuaku. Kenyataannya, rasa bakti buat aku terpisah dengan Alena dan kini dia harus menderita," ucap Dylan melampiaskan perasaan yang terpendam selama ini.Ucapan Dylan bernada putus asa ini, seketika membuat kedua orang tua angkatnya jadi merasa bersalah. Tuan Albert Binar mendekat ke arah Dylan lalu menepuk pundaknya. "Maafkan kami, Nak! Kami sangat egois padamu dan gak berkutik saat Abimana mengungkit status kamu. Omong sama Papa, apa yang bisa kami lakukan untuk menebus itu semua?
"Untuk apa hidupku diperpanjang? Gak guna juga hidup,"ucap Alena masih tetap dengan pandangan kosong dan senyum sinis. "Biar aku makin tersiksa lebih lama?""Kenapa meski aku yang dia jadikan korban? Menikahlah dengan orang lain!""No way! Aku hanya bisa menikah denganmu, Alena.""Menikah tanpa sex? Bulshit!""Bisa pakai alat pengaman,"jawab Dylan lugas.Ucapan pasangan ini secara tidak sadar ikut membuat hati Dokter Pamela tergores. Wanita ini ikut merasakan kepedihan keduanya. Saking tidak tahan, Dokter Pamela buru-buru keluar ruangan. Tepat beberapa meter dari pintu, wanita ini menumpahkan kesedihan. Dia menangis tersedu-sedu. Di saat tinggal sedikit langkah lagi bagi pasangan tersebut ke jenjang pernikahan, tragedi ini terjadi.Sementara dalam ruangan, Dylan sedang sibuk memberi semangat kepada Alena. Wanita ini acap kali berubah mood. Pria tampan yang telah bertekad untuk selalu ada di dekatnya itu bersabar meladeni semua reaksi Alena."Tinggalkan aku!"teriak Alena sambil melempa
"Ya, gue lihat. Siapa operatornya?" "Habis ini kita tahu," balas Bara singkat. "Ngapain hape non-aktif?" "Sengaja biar gak dilacak. Dari pola cara intai dengan drone, kayaknya pelaku yang sama dengan kasus penculikan Alena." "Pak Gunadi sudah ditangkap. Mana bisa mainan drone." "Bukan. Mereka kolab. Keren, kan? Macam idol K-Pop. Lo pasti sudah tahu pelakunya." "Abimana?"tanya Dylan dengan ekspresi ragu-ragu. "Tapi, kaga mungkin. Dia yang kasih gue lokasi tempat Alena disekap." "Lo lupa kalo dia psikopat yang cerdik?" Kedua pria ini turun di halte berikutnya dan secara mengejutkan, mobil Bara sudah ada di sana berjarak tiga meter dari halte. Begitu mereka telah menginjak lantai halte, seseorang keluar dari mobil dan menunggu kedatangan mereka sambil bersandar pada sisi kirinya. "Bang Rendi?"tanya Dylan heran saat mereka telah dekat. "Cepat benar Bara atur strategi." "Siapa bilang Bara doang? Gue juga ikut andil. Dari pengamen dan lagu yang pas buat lo biar cepat tanggap," tu
Sementara mobil yang membawa Dylan dan Bara telah sampai di halaman depan. Tak berapa lama, seorang sekuriti berjalan menghampiri mobil. Kedua pria keluar lalu menatap bangunan megah yang berdiri kokoh di hadapan mereka."Sayang para penghuninya gak sekokoh bangunan ini," ucap Dylan dengan pandangan sedih. Bara merangkul bahu Dylan lalu menggoyang lengannya beberapa saat."Lo pasti kuat,"ucap Bara memberi semangat sahabatnya. Bagaimanapun, dia tahu betul pengalaman hidup Dylan saat tinggal di sini bersama kedua orang tuanya. Sebelum kebenaran terungkap dan itu membuatnya terluka."Tuan Dylan sudah menelepon Tuan Abimana sebelumnya?"tanya sekuriti dengan ekspresi cemas. Dylan menoleh dan tidak mengenali pria berseragam penjaga tersebut. Dia heran dari mana, pria ini tahu nama dirinya."Kalo belum kasih tahu tuan kamu, memang kenapa?"tanya Dylan dengan nada geram. "Dari mana tahu nama saya?""Uhm, maaf. Foto Tuan ada di mana-mana."Jawaban sekuriti mematik sikap usil Bara. "Widih, keren
"Gue pernah bantuin kerjaan Tuan Rendi saat di hutan. Gue dari kecil harus kerja keras karena bokap gue diambil wanita jalang,"ungkap Abimana dengan pandangan tidak fokus. Dia sudah semakin mabuk dan akhirnya tertidur. Bara mendekat dan ikut membantu menegakkan tubuh Abimana yang menindih Dylan. Bara mencari keberadaan kunci etalase, tetapi tidak bisa diketemukan."Kita tunggu polisi buat eksekusi keduanya. Bantu gue buat pecahin kaca!"pinta Bara. Mereka berjalan ke etalase dan pakai apa pun benda keras untuk memecahkan kaca etalase. Akhirnya, usaha keras mereka berhasil. Tubuh beku Pak Gunadi berhasil dikeluarkan dari dalam etalase.****Pukul 8 Pagi Keadaan berlawanan terjadi pada Alena. Wanita muda ini selesai mandi dan sedang berhias. Dokter Pamela memandanginya dengan perasaan takjub. Wanita berusia lebih dari separuh abad ini begitu heran dengan perubahan mood putrinya yang ekstrim. "Nak, kita tunggu hasil laboratorium. Habis itu, baru bisa jalan-jalan,"ucap Dokter Pamela samb
"Aku yang duluan pergi. Delivery order sebelum berangkat kemari. Nanti kalau dia beli juga, gak apa, buat sarapan kedua. Kamu sarapan dulu, aku mau selesaikan tugas,"ucap Dylan lalu meminum separuh gelas susu. Itu sudah cukup baginya untuk pengganjal perut. Alena segera duduk dan mulai menikmati minumannya.Dylan duduk di sebelah Alena dan mulai mengeluarkan laptop dari tas kerja. Di saat pria ini melanjutkan minumannya, Alena tiba-tiba duduk di pangkuan serta menghadap padanya."Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuanku, khawatirnya dia bangun dan aku harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi rapat." Dylan berbisik dan sukses memerahkan wajah Alena.Wanita ini terpaku dengan perkataan pria di depannya ini lalu bertanya lirih,"What?!"Alena dapat melihat Dylan menyeringai dengan tatapan sayu. "Aku ingin lakukan saat kita dalam keadaan santai. Bukan saat sibuk kayak gini, Sayang."Alena mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba memahami per
"Maunya di mana?"tanya Dylan dengan nada heran sekaligus ngeri.Dylan hanya memikirkan, jika Alena menginginkan hubungan intim yang ekstrem atau di luar kewajaran. Penderita bipolar pada kondisi mania umumnya termanifestasi dengan gejala sulit tidur (kadang selama berhari-hari) disertai halusinasi, psikosis, delusi, atau kemarahan paranoid."Aku maunya kita sambil berendam di air hangat. Boleh?"tanya Alena manja layaknya seorang anak kecil."Ya, bisa. Nanti kita lakukan itu di bathtub yang diisi air hangat," sahut Dylan sekenanya."Gak mau. Aku pengen di pemandian air hangat," rengek Alena dengan raut wajah memerah. Buliran bening menetes dari kedua sudut mata. Dylan memegang kedua lengan Alena lalu mengusap bekas air matanya."Kita berpelukan saja, ya. Tunggu hasil laboratorium dulu buat memastikan dan sekalian konsultasi dengan dokter. Selama gak membahayakan diri kamu, aku akan antar ke manapun kamu mau,"bujuk Dylan untuk mencegah fase depresi melanda Alena."Ngapain harus konsulta
"Rendi, kamu ditangkap!" seru Bara. Rendi mencoba melawan, tetapi Dylan cepat mengatasi situasi tersebut. Rendi dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Bara dan Dylan lega karena berhasil menangkap pelaku. Dokter Pamela dan Alena telah mendengar kabar penangkapan Rendi. Namun, mereka masih cemas tentang motif Rendi dan dampaknya pada keluarga serta reputasi klinik. Beberapa hari kemudian Pengadilan dimulai. Pengacara Umaya berhasil membuktikan bahwa tindakan Umaya kepada Anton adalah murni kecelakaan. Ada rekaman CCTV soal hal itu. Hakim memutuskan bahwa Umaya dibebaskan dari segala tuduhan. Namun ada kewajiban wajib rapor dan tidak boleh keluar kota sementara waktu sampai kasus Anton dan Gopar selesai diusut. Hati Umaya, Alena dan Dokter Pamela belum bisa lega 100% karena harus menunggu keputusan negosiasi interpol dengan pihak kepolisian Singapura soal kasus Alan. Mereka masih harus menunggu kepastian. Pada suatu hari Dokter Pamela menerima panggilan misterius dari seseor
"Dia sedang ambil cuti dua hari untuk riset. Ada apa?"tanya balik Dokter Pamela dengan raut wajah heran. "Sedari pagi hapenya gak aktif. Padahal bilang akan bawain obat buat aku." "Obat apa lagi? Bukankah kamu sudah gak perlu obat lagi?" "Bukan, Mom. Ini obat herbal sekaligus buat terapi." Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Kedua wanita tersebut menoleh ke belakang. Tampak Dylan dan Bara tersenyum ke arah mereka. "Selamat siang,"sapa kedua pria bersamaan. "Selamat siang,"balas dua wanita. Mereka berdiri berhadapan lalu saling menjabat tangan. Dokter Pamela mengajak kedua pria untuk duduk di ruang keluarga. Setelah mereka duduk di tempat masing-masing, barulah Alena bertanya,"Ada apa, nih, kalian barengan kemari?" Dylan segera menjawab,"Yang punya kepentingan si Bara, tuh." Pria yang dimaksud pun tersenyum ke arah kedua wanita. Ia berkata,"Maaf, gak kasih kabar dahulu. Saya dapat kabar mendadak dari kantor." Dokter Pamela dan Alena segera mengara
"Apakah kamu masih mau bersahabat dengan seorang pembunuh?" Alena terkejut dan mundur selangkah. "Apaan, sih, kamu! Apa yang terjadi padamu, Uma?"tanya Alena dengan kedua mata berkaca-kaca. Kini hatinya semakin tidak enak. Ada peristiwa dahsyat yang baru dialami oleh sahabatnya itu. Namun, kata pembunuh yang diucapkan oleh Umaya membuat pikiran Alena sempat oleng. Ia lalu bertanya dengan tubuh gemetar. "Apa maksudmu? Siapa yang kamu bunuh?" Umaya menunduk, air matanya jatuh. "Aku... aku membunuh Bang Anton." Alena terkejut. "Bang Anton? Bagaimana bisa? Kau selalu sangat perhatian padanya." Umaya mengisahkan peristiwa tragis tersebut. "Aku marah karena Bang Anton telah menjebak Alan. Adikku itu sekarang terancam hukuman mati di Singapura. Ia tertangkap tangan sedang membawa paket sabu-sabu seberat 500 gram. Bang Anton sengaja menyelipkan paket sabu-sabu pada makanan kemasan kaleng." "Alan ke Singapura dalam rangka apa?"tanya Alena penasaran. "Ia disuruh Bang Anton untuk mengirim
Di tempat lain, Umaya menatap foto Alena dengan perasaan menyesal. "Alena, maafkan aku. Besok aku jelaskan semua." "Semoga Alena gak kaget melihat keadaan kamu,"sahut Bara yang langsung ditanggapi linangan air mata oleh Umaya. "Saya gak pernah menyangka nasib persahabatan kami harus terpisah,"balas Umaya seraya menyeka sisa air mata. Bara tersenyum lalu berdiri dan menepuk pundak Umaya. Perwira polisi ini berkata,"Kamu telah berjasa terhadap kepolisian. Pasti ada keringanan hukuman. Nanti saya akan sewakan pengacara terbaik." "Terima kasih, Tuan Bara,"balas Umaya yang langsung dikawal seorang polwan masuk ke bagian belakang. *** Pukul 7 pagi Alena telah tiba di kantor polisi dengan diantar oleh Dylan. Dari semalam dokter muda ini tidak nyenyak tidur karena memikirkan kondisi yang terjadi dengan Umaya. "Tuan Bara sama sekali gak kasih bocoran?"tanya Alena kepada Dylan sambil mereka berjalan menuju ruang pemeriksaan. "Bara enggak mau kasih tahu. Katanya biar Umaya ngomong langs
"Kita tinggal ambil rekaman CCTV saat kejadian. Begitu tertangkap langsung bikin laporan,"ucap Rendi yang langsung diacungi jempol oleh Dylan. "Kita akan tahu, modus Pak Gopar merusak kepercayaan Dokter Pamela,"balas Dylan. Dorr! Terdengar tembakan dari arah pintu gerbang. Rendi segera memberi peringatan kepada kedua wanita. "Ma, Alena, tutup semua pintu dan jendela! Kalian bisa jadi incaran penjahat!" Kedua pria membantu menutup jendela dan pintu bagian depan lalu berlari ke halaman. "Ada apa ini?"tanya Dokter Pamela yang muncul dari ruang tengah. Alena berlari menyusul mommynya. Alena juga bingung dengan situasi yang menegangkan tersebut. "Mom, penjahat apa?" "Kita tutup semua jendela dan pintu. Kamu bagian belakang, Mommy cek depan,"ucap Dokter Pamela kepada Alena. Kedua wanita bergerak cepat. Mereka menutup semua pintu dan jendela. Benar yang diucapkan oleh Rendi, begitu terdengar langkah kejar-kejaran lalu suara pintu didobrak dari luar. Brakk! Pyaarr! Beruntung jendela
"Tentu saja benar. Aku sengaja bikin menu favorit Mommy,"balas Alena. "Wah, kebetulan. Hari ini Tuan Dylan akan datang untuk memberikan resep menu khusus untuk kamu. Bisa jadi sambil praktek cara bikinnya." Pernyataan Dokter Pamela barusan, membuat hati Rendi memanas. Bagaimanapun hatinya berharap bisa segera menikah dengan Alena. Sementara waktu, ia diminta Dokter Pamela untuk mengabaikan keinginan itu sampai emosi Alena stabil. Rendi gegas pergi ke luar rumah untuk menghindari hatinya bertambah panas. Hal itu bisa merusak rencana mama angkatnya untuk memberi rasa tenang kepada Alena. Sekitar sepuluh menit kemudian, datang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Dylan. "Apa kabar, Bang?"sapa Dylan begitu keluar dari mobil. Tampak pria ini menenteng sebuah kantong plastik besar. "Baik. Kelihatannya bisnis lo semakin maju,"sahut Rendi sambil menghampiri Dylan. "Masih merintis kedai menu khusus,"balas Dylan sambil menjabat tangan Rendi. "Ini juga mau praktek buat menu khusus Alena. Aban
"Iya. Mama paham. Alena cinta Dylan dan kamu dianggap sebagai Abang." "Buat apa mencintai pria yang sering menyakiti hati? Aku baru kali ini bikin luka hati Alena, itu pun terpaksa kulakukan. Aku ingin Alena hanya untukku dan rasa cinta bisa ditumbuhkan pelan-pelan." Dokter Pamela sudah tidak bisa menanggapi omongan Rendi. Dia akan pasrahkan keputusan akhir kepada Alena. Padahal saat ini kondisi psikis Alena belum stabil. Pemilik klinik kesehatan ini harus pandai-pandai mengatur strategi agar sama-sama nyaman. "Kali ini Mama mohon belas kasihan dari kamu. Tunggu keadaan Alena sampai sehat dulu. Tolong jangan ganggu dengan situasi yang bisa memicu kepanikan dia. Bisa, kan?" Permintaan dari Dokter Pamela ini layaknya buah simalakama bagi Rendi. Di satu sisi, ia ingin segera menikah dengan Alena dan di sisi yang lain, dia terpaksa menuruti kemauan wanita yang telah banyak berjasa dalam hidupnya itu. Tiada lagi yang bisa Rendi lakukan, selain .... "Baik, Ma! Aku akan tunggu sampe Alen
Setelah itu, Dokter itu menutup pintu lalu buru-buru ke ruang kemudi. Mereka harus segera menemui psikiater langganan Alena. Sejak kasus penculikan dan pelecehan di gudang milik Pak Gunadi, Alena menjadi pelanggan setia psikiater. Hal ini sudah berhasil disembuhkan, akan tetapi kambuh kembali karena guncangan yang dialaminya kembali. Anxiety disorder yang dialami oleh Alena, sudah lama sembuh. Namun gangguan tersebut sekarang mulai terlihat gejalanya kembali. Wanita cantik ini tampak gelisah, sekujur tubuh gemetar dengan keringat membasahi raut wajah dan leher. Dalam waktu 30 menit, mereka pun telah sampai tujuan. Alena yang masih dilanda kecemasan duduk meringkuk dengan tubuh menggigil. Dokter Pamela langsung memeluknya. Wanita ini berkata,"Tenang, Sayang! Mama ada sama kamu." Beberapa saat, Dokter Pamela perlu memberi waktu pada Alena agar bisa stabil emosinya. Setelah Alena sedikit tenang, akhirnya mereka keluar mobil dan langsung menuju ruang pemeriksaan. Psikiater melakukan pe
"Syok! Bangun dari tidur tanpa pakaian ditutup selimut." "Oke. Kita lapor polisi. Bisa-bisanya, tadi di kafe, dia gak bilang apa-apa ke Mommy." Baru juga mulut Dokter Pamela berhenti berucap, terdengar nada dering ponsel. Wanita ini mengambilnya dari dalam tas. Ia menatap layar ponsel lalu menoleh ke arah Alena. "Rendi,"ucapnya hampir seperti orang berbisik. "Apa pun ucapan dia, Mommy gak boleh pergi!"pinta Alena segera. Dokter Pamela pun mengangguk lalu menerima panggilan masuk. $Iya, Ren. Ada apa?"tanyanya kepada anak angkatnya itu. "Mama ada di mana? Aku mau bicara empat mata,"balas Rendi dari ujung telepon. "Mama lagi home care, nih,"jawab Dokter Pamela yang langsung diacungi jempol oleh Alena. "Kapan selesai, Ma?" "Bisa sejam atau lebih. Setelah perawatan biasanya ada sesi diskusi. Ada apa, sih? Macam emergency saja,"sahut Dokter Pamela berniat memancing omongan lawan bicaranya. "Bisa dibilang gitu. Hari ini aku harus bisa bicara dengan Mama." "Ngomong saja sekarang. S