"Ya, gue lihat. Siapa operatornya?" "Habis ini kita tahu," balas Bara singkat. "Ngapain hape non-aktif?" "Sengaja biar gak dilacak. Dari pola cara intai dengan drone, kayaknya pelaku yang sama dengan kasus penculikan Alena." "Pak Gunadi sudah ditangkap. Mana bisa mainan drone." "Bukan. Mereka kolab. Keren, kan? Macam idol K-Pop. Lo pasti sudah tahu pelakunya." "Abimana?"tanya Dylan dengan ekspresi ragu-ragu. "Tapi, kaga mungkin. Dia yang kasih gue lokasi tempat Alena disekap." "Lo lupa kalo dia psikopat yang cerdik?" Kedua pria ini turun di halte berikutnya dan secara mengejutkan, mobil Bara sudah ada di sana berjarak tiga meter dari halte. Begitu mereka telah menginjak lantai halte, seseorang keluar dari mobil dan menunggu kedatangan mereka sambil bersandar pada sisi kirinya. "Bang Rendi?"tanya Dylan heran saat mereka telah dekat. "Cepat benar Bara atur strategi." "Siapa bilang Bara doang? Gue juga ikut andil. Dari pengamen dan lagu yang pas buat lo biar cepat ta
Sementara mobil yang membawa Dylan dan Bara telah sampai di halaman depan. Tak berapa lama, seorang sekuriti berjalan menghampiri mobil. Kedua pria keluar lalu menatap bangunan megah yang berdiri kokoh di hadapan mereka."Sayang para penghuninya gak sekokoh bangunan ini," ucap Dylan dengan pandangan sedih. Bara merangkul bahu Dylan lalu menggoyang lengannya beberapa saat."Lo pasti kuat,"ucap Bara memberi semangat sahabatnya. Bagaimanapun, dia tahu betul pengalaman hidup Dylan saat tinggal di sini bersama kedua orang tuanya. Sebelum kebenaran terungkap dan itu membuatnya terluka."Tuan Dylan sudah menelepon Tuan Abimana sebelumnya?"tanya sekuriti dengan ekspresi cemas. Dylan menoleh dan tidak mengenali pria berseragam penjaga tersebut. Dia heran dari mana, pria ini tahu nama dirinya."Kalo belum kasih tahu tuan kamu, memang kenapa?"tanya Dylan dengan nada geram. "Dari mana tahu nama saya?""Uhm, maaf. Foto Tuan ada di mana-mana."Jawaban sekuriti mematik sikap usil Bara. "Widih, keren
"Gue pernah bantuin kerjaan Tuan Rendi saat di hutan. Gue dari kecil harus kerja keras karena bokap gue diambil wanita jalang,"ungkap Abimana dengan pandangan tidak fokus. Dia sudah semakin mabuk dan akhirnya tertidur. Bara mendekat dan ikut membantu menegakkan tubuh Abimana yang menindih Dylan. Bara mencari keberadaan kunci etalase, tetapi tidak bisa diketemukan."Kita tunggu polisi buat eksekusi keduanya. Bantu gue buat pecahin kaca!"pinta Bara. Mereka berjalan ke etalase dan pakai apa pun benda keras untuk memecahkan kaca etalase. Akhirnya, usaha keras mereka berhasil. Tubuh beku Pak Gunadi berhasil dikeluarkan dari dalam etalase.****Pukul 8 Pagi Keadaan berlawanan terjadi pada Alena. Wanita muda ini selesai mandi dan sedang berhias. Dokter Pamela memandanginya dengan perasaan takjub. Wanita berusia lebih dari separuh abad ini begitu heran dengan perubahan mood putrinya yang ekstrim. "Nak, kita tunggu hasil laboratorium. Habis itu, baru bisa jalan-jalan,"ucap Dokter Pamela samb
"Aku yang duluan pergi. Delivery order sebelum berangkat kemari. Nanti kalau dia beli juga, gak apa, buat sarapan kedua. Kamu sarapan dulu, aku mau selesaikan tugas,"ucap Dylan lalu meminum separuh gelas susu. Itu sudah cukup baginya untuk pengganjal perut. Alena segera duduk dan mulai menikmati minumannya.Dylan duduk di sebelah Alena dan mulai mengeluarkan laptop dari tas kerja. Di saat pria ini melanjutkan minumannya, Alena tiba-tiba duduk di pangkuan serta menghadap padanya."Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuanku, khawatirnya dia bangun dan aku harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi rapat." Dylan berbisik dan sukses memerahkan wajah Alena.Wanita ini terpaku dengan perkataan pria di depannya ini lalu bertanya lirih,"What?!"Alena dapat melihat Dylan menyeringai dengan tatapan sayu. "Aku ingin lakukan saat kita dalam keadaan santai. Bukan saat sibuk kayak gini, Sayang."Alena mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba memahami per
"Maunya di mana?"tanya Dylan dengan nada heran sekaligus ngeri.Dylan hanya memikirkan, jika Alena menginginkan hubungan intim yang ekstrem atau di luar kewajaran. Penderita bipolar pada kondisi mania umumnya termanifestasi dengan gejala sulit tidur (kadang selama berhari-hari) disertai halusinasi, psikosis, delusi, atau kemarahan paranoid."Aku maunya kita sambil berendam di air hangat. Boleh?"tanya Alena manja layaknya seorang anak kecil."Ya, bisa. Nanti kita lakukan itu di bathtub yang diisi air hangat," sahut Dylan sekenanya."Gak mau. Aku pengen di pemandian air hangat," rengek Alena dengan raut wajah memerah. Buliran bening menetes dari kedua sudut mata. Dylan memegang kedua lengan Alena lalu mengusap bekas air matanya."Kita berpelukan saja, ya. Tunggu hasil laboratorium dulu buat memastikan dan sekalian konsultasi dengan dokter. Selama gak membahayakan diri kamu, aku akan antar ke manapun kamu mau,"bujuk Dylan untuk mencegah fase depresi melanda Alena."Ngapain harus konsulta
"Boleh, dong! Siapin berkas-berkas, biar Abang yang bantu urus.""Serius, Bang?""Apa, sih, yang gak buat Adek tercinta.""Terima kasih, Bang," ucap pasangan ini bersamaan.Tok! Tok! Tok!"Selamat siang!""Kayak suara Bara," ucap Dylan yang gegas berdiri lalu berjalan menuju pintu. Saat pintu terbuka, muncul Bara dengan muka seriusnya. "Ada apa? Tegang banget!""Lo ajak Alena ke kantor polisi sekarang. Gue udah dapat izin dari dokter yang tangani Alena,"ucap Bara masih dengan wajah tegang."Emang ada apaan?"tanya Dylan sambil melirik ke arah Alena. Wanita ini pun langsung berdiri serta merta beranjak mendekati kedua pria. Sementara Rendi yang sedang menikmati menu sarapan pagi, terpaksa menghentikan suapan. Pria ini mengangkat salah satu kotak makanan ke arah Bara. "Sarapan dulu, yuk!""Terima kasih, Bang. Barusan dapat ransum dari kantor. Silakan menikmati,"sahut Bara lalu membuka telapak tangan di depan dada. Perwira polisi tersebut lalu menatap Dylan dan Alena bergantian. "Kalian h
"Sayang, maafkan aku,"kata Dylan sambil mencium punggung tangan Alena."Mommy mana?"tanya Alena yang tiba-tiba tampak bersemangat."Oh, ya. Kita ke klinik mama kamu saja," balas Dylan yang seperti mendapat jalan keluar. Mobil langsung diarahkan menuju klinik tempat Dokter Pamela sedang bertugas.***Sebulan setelah bom bunuh diri Jenuh dan gelisah. Alena selalu benci situasi yang akan rutin setiap kali dirinya harus duduk menunggu giliran untuk mengambil obat di depo farmasi rumah sakit. Dia hanya benci ketika beberapa pasang mata menatap dengan pandangan iba. Bukannya tak bersyukur masih ada orang yang menaruh rasa simpati kepadanya.Alena tidak ingin orang-orang itu memandangnya sebagai sosok yang lemah karena sakit. Setiap detik dalam hidup, ia belajar semakin kuat dalam menghadapi kenyataan sebagai seorang bervirus mematikan. Ia hanya ingin dipandang sebagai orang yang tangguh dan bersemangat. Saat di mana dia tidak perlu repot-repot rawat inap di rumah sakit.Alena menghela napa
"Dia telah menipu banyak orang demi ambisi terselubung. Hanya Mommy yang tak tersentuh oleh dendam pribadinya. Dia yang kasih obat kepada Vira saat kejadian kita. Ternyata gak sesuai harapannya,"ucap Alena dengan gigi gemerutuk karena kesal."Tetap saja aku yang jahat kepadamu, Sayang," sahut Dylan lalu mengecup pucuk kepala Alena."Kaga nyangka orang yang telah kuanggap sebagai Abang, mampu berbuat sekeji ini,"keluh kesah Alena dengan menyeka air mata yang menetes.Dylan memegang kedua bahu Alena lalu bertanya,"Mau pulang atau nginap di ruang perawatan?"Alena pun langsung tersenyum tipis mendengar pertanyaan barusan. Ia tahu betul jika Dylan sangat khawatir akan kesehatannya. Wanita cantik ini berkata,"Tenang, Honey! Meskipun aku tenaga medis, akan lebih nyaman istirahat di rumah."Akhirnya mereka beranjak meninggalkan rumah sakit dengan rasa lega di hati Dylan. Kondisi Alena tak seburuk dalam perkiraannya. Wanita yang benar-benar tangguh, batin Dylan.Sepanjang perjalanan Dylan ter