"Aku yang duluan pergi. Delivery order sebelum berangkat kemari. Nanti kalau dia beli juga, gak apa, buat sarapan kedua. Kamu sarapan dulu, aku mau selesaikan tugas,"ucap Dylan lalu meminum separuh gelas susu. Itu sudah cukup baginya untuk pengganjal perut. Alena segera duduk dan mulai menikmati minumannya.Dylan duduk di sebelah Alena dan mulai mengeluarkan laptop dari tas kerja. Di saat pria ini melanjutkan minumannya, Alena tiba-tiba duduk di pangkuan serta menghadap padanya."Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuanku, khawatirnya dia bangun dan aku harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi rapat." Dylan berbisik dan sukses memerahkan wajah Alena.Wanita ini terpaku dengan perkataan pria di depannya ini lalu bertanya lirih,"What?!"Alena dapat melihat Dylan menyeringai dengan tatapan sayu. "Aku ingin lakukan saat kita dalam keadaan santai. Bukan saat sibuk kayak gini, Sayang."Alena mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba memahami per
"Maunya di mana?"tanya Dylan dengan nada heran sekaligus ngeri.Dylan hanya memikirkan, jika Alena menginginkan hubungan intim yang ekstrem atau di luar kewajaran. Penderita bipolar pada kondisi mania umumnya termanifestasi dengan gejala sulit tidur (kadang selama berhari-hari) disertai halusinasi, psikosis, delusi, atau kemarahan paranoid."Aku maunya kita sambil berendam di air hangat. Boleh?"tanya Alena manja layaknya seorang anak kecil."Ya, bisa. Nanti kita lakukan itu di bathtub yang diisi air hangat," sahut Dylan sekenanya."Gak mau. Aku pengen di pemandian air hangat," rengek Alena dengan raut wajah memerah. Buliran bening menetes dari kedua sudut mata. Dylan memegang kedua lengan Alena lalu mengusap bekas air matanya."Kita berpelukan saja, ya. Tunggu hasil laboratorium dulu buat memastikan dan sekalian konsultasi dengan dokter. Selama gak membahayakan diri kamu, aku akan antar ke manapun kamu mau,"bujuk Dylan untuk mencegah fase depresi melanda Alena."Ngapain harus konsulta
"Boleh, dong! Siapin berkas-berkas, biar Abang yang bantu urus.""Serius, Bang?""Apa, sih, yang gak buat Adek tercinta.""Terima kasih, Bang," ucap pasangan ini bersamaan.Tok! Tok! Tok!"Selamat siang!""Kayak suara Bara," ucap Dylan yang gegas berdiri lalu berjalan menuju pintu. Saat pintu terbuka, muncul Bara dengan muka seriusnya. "Ada apa? Tegang banget!""Lo ajak Alena ke kantor polisi sekarang. Gue udah dapat izin dari dokter yang tangani Alena,"ucap Bara masih dengan wajah tegang."Emang ada apaan?"tanya Dylan sambil melirik ke arah Alena. Wanita ini pun langsung berdiri serta merta beranjak mendekati kedua pria. Sementara Rendi yang sedang menikmati menu sarapan pagi, terpaksa menghentikan suapan. Pria ini mengangkat salah satu kotak makanan ke arah Bara. "Sarapan dulu, yuk!""Terima kasih, Bang. Barusan dapat ransum dari kantor. Silakan menikmati,"sahut Bara lalu membuka telapak tangan di depan dada. Perwira polisi tersebut lalu menatap Dylan dan Alena bergantian. "Kalian h
"Sayang, maafkan aku,"kata Dylan sambil mencium punggung tangan Alena."Mommy mana?"tanya Alena yang tiba-tiba tampak bersemangat."Oh, ya. Kita ke klinik mama kamu saja," balas Dylan yang seperti mendapat jalan keluar. Mobil langsung diarahkan menuju klinik tempat Dokter Pamela sedang bertugas.***Sebulan setelah bom bunuh diri Jenuh dan gelisah. Alena selalu benci situasi yang akan rutin setiap kali dirinya harus duduk menunggu giliran untuk mengambil obat di depo farmasi rumah sakit. Dia hanya benci ketika beberapa pasang mata menatap dengan pandangan iba. Bukannya tak bersyukur masih ada orang yang menaruh rasa simpati kepadanya.Alena tidak ingin orang-orang itu memandangnya sebagai sosok yang lemah karena sakit. Setiap detik dalam hidup, ia belajar semakin kuat dalam menghadapi kenyataan sebagai seorang bervirus mematikan. Ia hanya ingin dipandang sebagai orang yang tangguh dan bersemangat. Saat di mana dia tidak perlu repot-repot rawat inap di rumah sakit.Alena menghela napa
"Dia telah menipu banyak orang demi ambisi terselubung. Hanya Mommy yang tak tersentuh oleh dendam pribadinya. Dia yang kasih obat kepada Vira saat kejadian kita. Ternyata gak sesuai harapannya,"ucap Alena dengan gigi gemerutuk karena kesal."Tetap saja aku yang jahat kepadamu, Sayang," sahut Dylan lalu mengecup pucuk kepala Alena."Kaga nyangka orang yang telah kuanggap sebagai Abang, mampu berbuat sekeji ini,"keluh kesah Alena dengan menyeka air mata yang menetes.Dylan memegang kedua bahu Alena lalu bertanya,"Mau pulang atau nginap di ruang perawatan?"Alena pun langsung tersenyum tipis mendengar pertanyaan barusan. Ia tahu betul jika Dylan sangat khawatir akan kesehatannya. Wanita cantik ini berkata,"Tenang, Honey! Meskipun aku tenaga medis, akan lebih nyaman istirahat di rumah."Akhirnya mereka beranjak meninggalkan rumah sakit dengan rasa lega di hati Dylan. Kondisi Alena tak seburuk dalam perkiraannya. Wanita yang benar-benar tangguh, batin Dylan.Sepanjang perjalanan Dylan ter
Alena yang mendengar penuturan Rendi seakan-akan sulit mempercayai data yang tertulis dalam buku catatan Tuan Arnold dan juga data resmi kepolisian yang baru saja dikirim Bara via email. "Semoga kita tetap seperti keluarga yang saling menyayangi seperti ini hingga selamanya,"ucap Dokter Pamela yang tiba-tiba telah berada di antara mereka. Rendi terhentak mendengar penuturan ibu angkatnya barusan.. Andai kewajiban ini bisa kuabaikan, batinnya penuh sesal. "Ayo, Bang, ikut gue!"ajak Bara sambil menepuk bahu Rendi. Tentu saja sentuhan perwira polisi ini langsung mengagetkan Rendi yang sedang melamun. "Eh, ya. Apa?"tanya analis kesehatan ini bingung. "Kita ke agensi urus akomodasi,"balas Bara. "Oke. Pake mobil gua,"ujar Rendi sambil mendekat ke arah Dokter Pamela. "Pamit dulu, Ma." "Hati-hati di jalan,"balas Dokter Pamela sambil mengusap rambut anak angkatnya. Rendi mencium punggung tangannya diikuti oleh Bara. Kedua pria lalu berpamitan ke pasangan calon pengantin. Setelah itu, m
"Oh, ya, Tuhan! Kenapa kamu yang diperlakukan jahat seperti ini?"tanya Bu Ratna sambil memeluk putrinya."Kondisi aku dijadikan alat untuk menekan Bang Anton,"jelas Umaya sambil berurai air mata kembali. "Aku gak tau, kalo bos Bang Anton terobsesi dengan Alena."Tok! Tok! Tok!"Permisi!" Terdengar suara pria di depan pintu."Ibu ke depan dulu. Itu mungkin dokter yang akan beri obat,"ucap Bu Ratna lalu beranjak meninggalkan kamar.Tak berapa lama, Bu Ratna telah datang bersama dengan dokter utusan Abimana. Bu Ratna yang biasanya meninggalkan Umaya saat diperiksa dokter, sekarang tampak lebih waspada. Wanita setengah abad ini duduk di kursi tak jauh dari keduanya.Seperti biasa, dokter menginjeksi Umaya pada urat lengan. Obat berfungsi untuk mengendalikan racun agar tak cepat menyebar. Abimana masih membutuhkan Umaya untuk korek informasi soal Alena dan juga alat penekan bagi Anton. Usai memberi suntikan dokter mengulur sebuah kantung plastik berisi sejumlah obat. Untuk semua pelayanan
"Apa kalian semua bersekongkol? Lebih baik bunuh saja aku,"ucap Umaya dengan suara bergetar. Ada rasa marah dan putus asa dalam raut wajahnya yang pucat. Tiba-tiba tubuh wanita ini lemas akhirnya jatuh tidak sadarkan diri."Umaya!" Semua menjerit panik. Penyakit yang dideritanya Umaya bisa semakin parah, jika wanita ini dalam keadaan ngedrop.Alan gegas membopong tubuh kakaknya dan tidak membiarkan dua pria tersebut mendekatinya. Dylan pun cekatan mengajak kedua pria untuk menyingkir sebentar."Langsung baringkan di sofa saja. Dia masih syok liat penampakan Bang Rendi dan Bang Anton,"jelas Alena kepada Alan."Yang bikin Ibu gak habis pikir itu, ada saja orang yang mau dikorbankan oleh Dokter Abimana. Itu yang mati ledakan bom,"ujar Bu Ratna sambil oleskan aroma terapi di ujung hidung Umaya."Sudah dicuci otaknya, Bu,"sahut Alan sambil memijat kaki kakaknya."Bisa jadi seperti itu karena Dokter Abimana ahli dalam mempengaruhi pikiran orang,"ucap Alena sambil memikirkan kejadian yang pe