"Apa kalian semua bersekongkol? Lebih baik bunuh saja aku,"ucap Umaya dengan suara bergetar. Ada rasa marah dan putus asa dalam raut wajahnya yang pucat. Tiba-tiba tubuh wanita ini lemas akhirnya jatuh tidak sadarkan diri."Umaya!" Semua menjerit panik. Penyakit yang dideritanya Umaya bisa semakin parah, jika wanita ini dalam keadaan ngedrop.Alan gegas membopong tubuh kakaknya dan tidak membiarkan dua pria tersebut mendekatinya. Dylan pun cekatan mengajak kedua pria untuk menyingkir sebentar."Langsung baringkan di sofa saja. Dia masih syok liat penampakan Bang Rendi dan Bang Anton,"jelas Alena kepada Alan."Yang bikin Ibu gak habis pikir itu, ada saja orang yang mau dikorbankan oleh Dokter Abimana. Itu yang mati ledakan bom,"ujar Bu Ratna sambil oleskan aroma terapi di ujung hidung Umaya."Sudah dicuci otaknya, Bu,"sahut Alan sambil memijat kaki kakaknya."Bisa jadi seperti itu karena Dokter Abimana ahli dalam mempengaruhi pikiran orang,"ucap Alena sambil memikirkan kejadian yang pe
"Justru psikopat itu kebanyakan orang-orang cerdas. Gak keliatan gila. Maka dari itu banyak yang terjebak dengan tampilan dan kepintaran mereka. Macam Dokter Abimana ini.""Apa untungnya jadi psikopat?""Ada kepuasan tersendiri saat melakukan itu. Namanya juga kelainan jiwa. Mana mikir untung rugi?" Alan menjelaskan kepada ibunya dengan raut wajah tegang. Pria muda ini rasa-rasanya ingin ikut meringkus Dokter Abimana sekaligus bisa membuatnya babak belur. "Moga saja bisa disuntik mati.""Kita serahkan pada pihak berwajib. Yang penting kakakmu dan Dokter Alena bisa pulih seperti sedia kala,"balas Bu Ratna demi meredam amarah si anak bungsu."Ya, Bu. Maaf, Alan terlalu emosi. Habisnya kesel banget. Nyawa manusia dibuat mainan."Brug!Tiba-tiba dari arah dalam terdengar suara dentuman. Ibu dan anak ini pun langsung menoleh dengan ekspresi terkejut."Umaya!""Kakak!"Keduanya berlari menuju kamar. Mereka pun terkejut melihat tubuh Umaya telah terjerembab di atas lantai. Alan dengan dibant
Abimana dibawa menuju kantor polisi, Rendi datang dengan dokter. Alena pun segera dibawa masuk ke salah satu kamar hotel untuk menerima injeksi. Setelah Alena dapat injeksi, mereka pergi untuk memberikan obat penawar terakhir bagi Umaya.Setelah mendapatkan obat penawar, keadaan Umaya tampak lebih segar. Wanita ini sudah bisa tersenyum lega, meski harus menahan rasa tak mengenakkan selama proses pembersihan racun dalam pembuluh darah.Dylan yang ahli gizi sekaligus super chef sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam. Ia membuat menu khusus bagi Alena dan Umaya agar kondisi mereka cepat pulih."Mau bikin apa, Honey?"tanya Alena yang menyusul ke dapur."Kresengan dan jus buah naga mix kurma. Tunggu di depan saja. Energi kamu belum pulih betul,"cegah Dylan sambil memeluk pinggang ramping Alena. "Nanti aku pijat dengan tehnik akupunktur.""Sejak kapan bisa pijat akupuntur?"tanya Alena diikuti tawa berderai. Wanita ini merasa heran sekaligus takjub dengan keahlian yang dimiliki oleh cal
Rendi mendekat lalu mengusap kepala adik angkatnya. "Abang gak akan pernah rela kamu mati hanya karena menuruti keinginan pria tak berakhlak macam dia. Kami telah mengatur strategi. Kamu dan Umaya cukup di sini, menunggu kabar kemenangan dari kami. Percayalah! Kami bisa hancurkan Abimana." Usai perkataan si abang angkat, Alena menangis tersedu-sedu. Ia langsung memeluk Rendi. "Terima kasih, Abang." "Selagi Abang masih hidup. Gak akan biarkan kamu tersakiti oleh siapa pun." Terdengar langkah kaki dari beranda. Dokter Pamela dengan wajah cemas menghampiri mereka. "Mommy!"teriak Alena sambil berlari lalu memeluk wanita tersebut. "Masih kerja?" "Iya, ada pasien emergency. Mommy selalu mikirin kamu dan Umaya. Bagus juga obat penawarnya. Kalian berdua tampak semakin sehat,"ucap Dokter Pamela sambil tersenyum ke arah Umaya. "Terima kasih, Dokter. Berkat doa dari Anda, kami semakin membaik,"balas Umaya sedikit canggung. Memang sih, raga mereka sehat, akan tetapi psikis semakin ngedrop ka
Tak lama kemudian, petugas tadi telah datang bersama Abimana ditemani petugas yang lain. Dokter yang sekarang berstatus tersangka tersebut tersenyum lebar ke arah kedua wanita. "Sesimpel ini, aku gak harus korbankan banyak orang. Aku hanya ingin ngobrol berdua dengan Dokter Alena beberapa menit saja,"ucap Abimana sambil tersenyum manis ke arah wanita yang dimaksud. "Silakan, Dokter ingin bicara apa dengan saya!"pinta Alena sehalus mungkin agar pria ini tidak berulah. "Aku ingin menikah dengan kamu. Bersiaplah! Aku sudah minta ke petugas untuk mengundang penghulu kemari," ungkap Abimana. Hal itu tentu saja membuat Alena dan Dokter Pamela kaget. "Maaf, Dokter. Gak bisa, dong, nikah tanpa kesepakatan dari Alena dan saya,"sahut Dokter Pamela jadi tersulut emosi. Alena segera mengatasi masalah. Ia mendekat ke arah mommynya lalu berbisik,"Mom, tenang! Biar Alena atasi." Sementara petugas telah bersiap menjaga segala kemungkinan. Dua orang berambut cepak tersebut masing-masing berdiri
"Siapa mama dia?"tanya Abimana dengan mengernyitkan dahi."Kamu lupa dengan Dokter Pamela?"tanya Dylan dengan pandangan menyelidik. Ia belum yakin 100% jika Abimana sedang lupa ingatan."Aku gak kenal siapa pun, selain Alena,"balas Abimana.Rendi langsung menepuk bahu Dylan sambil tersenyum tipis. Ia pun berkata,"Apa kubilang."Tak berapa lama seorang petugas jaga datang bersama tenaga medis. Kini dokter dengan dibantu seorang perawat, memeriksa kondisi Abimana. Dokter tersebut menyampaikan bahwa pria psikopat sedang mengalami gejala amnesia."Ini perlu dilakukan tes diagnostik untuk mengetahui lebih detail kondisi kesehatannya. Tes diagnostik yang terdiri dari MRI dan CT scan, Tes darah dan Elektroensefalogram (EEG),"jelas dokter."Silakan lakukan yang terbaik, Dokter! Segala biaya pemeriksaan dan pengobatan nanti saya yang tanggung. Yang utama pasien sekaligus tersangka ini bisa diamankan,"kata Rendi diiringi senyum tipis."Jika bukan amnesia sementara, pasien kan membaik dalam bebe
"Tentu Tuan, silakan ikut ke ruangan saya," balas dokter.Anton mengikuti dokter dan mulai bicara panjang dengan pria berjas putih tersenyum.Anton baru selesai bicara dengan dokter saat Bu Ratna datang menghampiri mereka. Dokter tersenyum lalu berkata,"Saya sudah jelaskan ke Tuan Anton. Mohon diskusikan berdua! Saya pamit ke pasien lain.""Silakan, Dok! Terima kasih,"balas Bu Ratna ramah."Sama-sama, Bu,"sahut dokter lalu beranjak meninggalkan mereka.Dua orang ini pun berjalan beriringan menuju ruang IGD. Alan tampak baru saja sampai dan akan duduk di dekat ranjang. Ia pun tidak jadi duduk lalu menatap keduanya dengan rasa penasaran. "Apa yang terjadi dengan Mbak Umaya?""Tenangkan diri kamu dulu. Habis ada tugas buat kamu,"sahut Anton.Baik Alan maupun Bu Ratna terkejut dengan omongan pria tersebut. Anton tersenyum begitu melihat ekspresi ibu dan anak itu."Maksudnya, ada tugas untuk Alan mengawasi Bibik. Saya sedikit curiga ada pesanan khusus,"jelas Anton."Setau Ibu, Bibik itu or
"Gak perlu cari stok. Bibik bisa masak bahan-bahan yang ada dulu. Bisa juga pesan online atau masakan jadi. Bibik mau makan apa, sih? Biar aku pesankan,"ucap Alena.Ucapan Alena membuat Bibik semakin gelisah. "Gak perlu repot-repot, Non. Kalo begitu, biar Bibik beli di warung dekat sini. Sekalian Non dan Nyonya pengen apa?"Nada bicara Bibik yang memaksakan diri membuat Alena semakin curiga. Namun, wanita cantik ini berusaha untuk tidak memperlihatkan kecurigaannya."Ya, sudah. Biar Bibik ditemani sekuriti belanja kalo begitu. Situasi kita belum aman benar dan aku khawatir akan keselamatan Bibik,"ucap Alena lalu bersiap menelusuri sekuriti. Namun buru-buru dicegah oleh Bibik."Gak perlu ditelepon, Non. Biar Bibik langsung ke depan saja. Permisi," ucap Bibik dengan langkah terburu-buru."Fix. Bibik benar ada janji, Mom,"kata Alena sambil memandangi punggung wanita yang dimaksud.Dokter Pamela mengelus-elus punggung putrinya penuh kasih. Kemudian wanita ini berkata,"Biar diberesin di de