Dylan yang mendengar kalimat terakhir dari Alena seketika berbinar-binar matanya. "Tolong ucapkan lagi kata kamu yang terakhir tadi!""Anak kita?Dylan langsung bangkit dan memeluk erat Alena. "Terima kasih. Aku butuh kata ini sejak lama."Alena yang ikut larut dengan kebahagiaan Dylan, merasakan ketenangan dalam dekapannya. Rasa sesak di dadanya seketika lenyap. Ada rasa damai dan aman yang Alena rasakan kini. Namun, rasa kehilangan dan kekecewaan atas sikap Dylan yang tidak tegas, membuat Alena melepaskan pelukan."Kenapa?"tanya Dylan kaget."Ini juga karena sikap kamu yang gak tegas. Gilbert itu anak aku, bukan anak kamu,"ucap Alena dengan rasa marah."Aku sayang dia, Alena. Aku cinta kalian berdua,"balas Dylan dengan pandangan lekat ke arah Alena."Apa buktinya? Kau justru lebih memilih menikah dengan Diana daripada mengakui punya Gilbert di depan kedua orang tua kamu. Sesulit itu kamu buat pengakuan atas darah dagingmu? Kau bilang sayang dan cinta? Bulshit!"Kemarahan Alena membu
Dokter segera menuliskan resep lalu memerintahkan perawat untuk segera mempersiapkan ruang rawat inap. Sementara itu sesaat setelah membaca hasil laboratorium, Dylan mengerutkan kening begitu mengetahui bahwa tipe darah pasien adalah AB negatif.Tipe darah ini adalah jenis darah yang langka dan jarang tersedia stok darah tersebut di rumah sakit. Sama persis dengan tipe darahku, batin Dylan sambil berharap agar kondisi pasien segera bisa membaik.Pasien sudah dipindah ke ruang rawat inap. Pak Gunadi adalah satu-satunya pihak keluarga terdekat pasien. Dia adalah asisten pribadi Nyonya Marina Alston."Sus, tolong minta pihak keluarga untuk temui saya di ruang praktek!"pinta Dylan kepada perawat sebelum meninggalkan ruangan Nyonya Marina."Baik, Dok."Dylan berjalan menuju ruangannya lalu segera duduk sambil menyandarkan punggung. Seharusnya, dia sudah bisa istirahat untuk memulihkan tenaga karena seharian kerja di hotel. Apalagi setelahnya sibuk mengurusi drama penculikan yang berakhir d
"Kamu kaga usah pesimis. Yang kutahu, Alena telah memaafkan kamu. Buktinya dia sempat mencari kamu. Mungkin saat ini hatinya sedang tergoncang. Tunggu saja sampe hatinya longgar kembali. Semangat, Bro!""Oke. Aku akan mengurus semua berkas pernikahan kami. Bantu aku untuk luluhkan hati dia lagi, Rendi.""Sudah pasti aku bantu. Dokter Pamela pun telah kasih lampu hijau untuk kamu. Dia ingin segera melihat Alena menikah dengannu. Setelah acara pemakaman, cobalah dekati Alena lagi. Aku support selalu kalian agar segera bisa bersatu,"ucap Rendi memberi dukungan terhadap teman semasa kuliah dulu.Doorr!Tiba-tiba dari arah lobby rumah sakit terdengar suara tembakan. Para penghuninya berhamburan keluar karena panik. Wajah mereka pucat pasi, hingga ada yang pingsan saking takutnya. Semua berteriak histeris, membuat suasana hiruk-pikuk."Tolooong! Ada teroris!""Ada yang disandera!"Dylan dan Rendi kaget dan langsung berdiri untuk melihat kekacauan yang terjadi. Suara sirene polisi dan ambula
Aksi teror ini membuat heboh seluruh Indonesia serta dapat tanggapan beragam dari negara-negara asing. Dylan dan Rendi telah sampai di halaman rumah sakit dan berlutut. Lima belas menit kemudian, Alena datang dengan didampingi oleh Dokter Pamela.Tak berapa lama, empat orang berpakaian anti peluru mendekat ke arah empat orang tersebut. Dua orang menyuruh Alena untuk masuk lobby dan Dokter Pamela memaksa ikut. Itu pun didukung oleh Dylan dan Rendi."Gimana kalo kami berempat ke rooftop?" Dylan sengaja mengulur-ulur waktu untuk memberi kesempatan Densus 88 dan tim Gegana beraksi.Empat orang berpakaian anti peluru ini pun langsung menghubungi atasannya. Rupanya Big Bos tidak setuju. Dia tetap meminta Alena harus sendiri menuju rooftop. Dokter Pamela berlinang air mata mendengar penjelasan salah seorang berpakaian anti peluru tersebut."Apa maksud semua ini? Kalian bisa jamin anakku selamat dan tidak dilecehkan di atas sana?"Dokter Pamela begitu marah dengan penjelasan si pria. Dylan me
"Beruntung helikopter yang disewa masih milik perusahaan yang aku kenal,"ucap Dylan."Ini ceritanya tadi helikopter disabotase?"tanya Alena."Ya, agar belok haluan. Mari masuk! Kita temui Papa dan Mama juga Nyonya Marina Alston.""Nyonya Marina Alston itu siapa?"tanya Alena."Dia itu pasien aku. Disandera bareng orang tuaku. Aku kenalkan ke beliau sekalian sungkem ke calon mertua," ucap Dylan yang disambut cubitan oleh Alena.Drrt! Drrtt!Ponsel Dylan berbunyi dan langsung diangkatnya. Pada layar tertera nama Dokter Abimana sedang memanggil. Kedua matanya langsung mendelik lalu kasih lihat layar kepada Alena."Kamu pikir permainan apa lagi yang dia lakukan?"tanya Dylan dengan nada geram."Lalu yang di kafe siapa, dong?"Alena balik bertanya. Dia geleng-gelengkan kepala. "Sebaiknya kamu angkat saja, Sayang."Panggilan 'Sayang' dari Alena barusan, membuat hati Dylan berbunga-bunga. Namun, dirinya harus segera menerima panggilan masuk untuk menuntaskan rasa penasaran."Selamat siang, Dokt
Alena menuntun tangan Dylan yang memeluk pinggangnya untuk meraba bagian depan bukit kembar, perlahan Alena menggerakkan tangan si pria di kedua bukit. Wanita ini membantu tangan Dylan untuk membuat sentuhan-sentuhan lembut satu persatu ke bukit kembarnya.Darah Dylan yang bergejolak lalu menarik kaitan dress yang dikenakan Alena dan membuat dress itu terjatuh di lantai. Alena hanya mengenakan penutup dada dan celana dalam berwarna hitam yang kontras dengan kulit putihnya.Dylan mengerang menahan gejolak darah yang tiba-tiba sudah berada di ubun-ubun menatap tubuh Alena yang membuat pikirannya semakin liar.Alena menarik gesper celana dan membukanya hingga Dylan hanya mengenakan boxernya saja. Tampak tonjolan besar dari balik boxer itu. Alena menelan ludah membayangkan benda keras di balik boxer yang akan menembus daerah sensitifnya.Dylan yang sudah tidak tahan dengan gejolak dalam dada langsung membopong tubuh Alena menuju kamar tamu. Dia tidak akan membawa ke kamar pribadinya karen
Bangunan apa ini? Alena bingung dan terus berlari mencari jalan keluar.Ting! Terdengar bunyi keras dan ada lampu merah menyala tiap kali, wanita ini mendapat jalan buntu.Dalam sebuah ruangan dengan beberapa televisi untuk memantau semua lorong dan ruang, terdengar tawa seorang pria menggema."Ayolah, Sayang! Kamu pasti bisa cari jalan."Sementara itu di kediaman Dylan. Semua sudah bangun dalam keadaan bingung karena tertidur di ruang keluarga. Dylan duduk mengumpulkan kesadaran lalu mencari keberadaan Alena. Dia pun langsung panik. "Alena!"teriak Dylan yang buru-buru bangkit lalu berjalan menyusuri semua ruangan.Begitu pun dengan ketiga orang yang lain. Dua orang wanita berada di kursi roda, sehingga hanya Tuan Albert Binar yang bisa menyusul langkah Dylan."Apa yang terjadi dengan kita?"tanya Nyonya Kusumasari dengan ekspresi cemas. "Alena diculik orang.""Asisten saya juga gak ada. Apa mungkin mereka keluar cari pertolongan?" Nyonya Marina Alston memberi pendapat sembari mencoba
"Eum, maaf!" Alena mundur selangkah.Pak Gunadi tidak menjawab. Hanya saja pandangannya tertuju kain pada bagian dada yang lumayan basah. Sadar diperhatikan, gegas Alena menyilangkan kedua lengan di dada."Kenapa basah-basahan begitu?" tegur Pak Gunadi datar."Eum, badan lengket semua." Alena menunduk canggung."Entar malam, mau dibuat lebih lengket lagi?"tanya Pak Gunadi sambil menatap Alena liar. Bahu Alena langsung bergidik. Wanita ini menatap tajam ke arah pria yang dianggap manusia baik tersebut."Apa maksud Bapak? Kenapa tega sama saya?"Pak Gunadi tidak menjawab, justru semakin tertawa menggoda ke arah Alena. Wanita ini seketika merapatkan selimut yang membalut tubuhnya. Dia melihat ada sebuah potongan besi tak jauh dari situ. Tangan Alena dengan cekatan mengambilnya. "Aku sudah tidak takut apa pun sekarang, termasuk membunuh manusia biadab macam kamu."Namun, pria separuh baya tersebut tidak meladeni kemarahan Alena. Dia melangkah buru-buru masuk ruangan lalu mengunci pintu. A