"Eum, maaf!" Alena mundur selangkah.Pak Gunadi tidak menjawab. Hanya saja pandangannya tertuju kain pada bagian dada yang lumayan basah. Sadar diperhatikan, gegas Alena menyilangkan kedua lengan di dada."Kenapa basah-basahan begitu?" tegur Pak Gunadi datar."Eum, badan lengket semua." Alena menunduk canggung."Entar malam, mau dibuat lebih lengket lagi?"tanya Pak Gunadi sambil menatap Alena liar. Bahu Alena langsung bergidik. Wanita ini menatap tajam ke arah pria yang dianggap manusia baik tersebut."Apa maksud Bapak? Kenapa tega sama saya?"Pak Gunadi tidak menjawab, justru semakin tertawa menggoda ke arah Alena. Wanita ini seketika merapatkan selimut yang membalut tubuhnya. Dia melihat ada sebuah potongan besi tak jauh dari situ. Tangan Alena dengan cekatan mengambilnya. "Aku sudah tidak takut apa pun sekarang, termasuk membunuh manusia biadab macam kamu."Namun, pria separuh baya tersebut tidak meladeni kemarahan Alena. Dia melangkah buru-buru masuk ruangan lalu mengunci pintu. A
"Oke. Semoga bisa tenang di jalan." Dylan memegang erat tubuh Alena lalu mengikat tangan dan kakinya dengan dasi. Dengan terpaksa untuk menghentikan teriakan dan aksi gigitan, Dylan terpaksa menyumbal mulutnya dengan kain. Pria ini dengan hati-hati melakukan injeksi di bahu Alena. Berjarak sekitar lima menit, wanita ini pun telah tak sadarkan diri. Dylan mengelus rambut Alena penuh kasih dengan perasaan haru dan juga rasa penyesalan mendalam. Dirinya adalah salah satu penyebab penderitaan yang dialami oleh Alena. "Sayang, apa pun yang terjadi. Aku akan selalu menjagamu,"ucap Dylan sambil meneteskan air mata. Mobil mulai bergerak meninggalkan lokasi. Tak berapa lama, mobil polisi dan ambulans serta tim damkar datang ke lokasi kebakaran atas laporan Bara. Kedua pria dalam mobil telah memiliki banyak bukti untuk menyeret pelaku penculikan dan rentetan masalah hukum yang menyertainya. Alena yang dulu polos dan cantik telah tersakiti oleh masa lalu dan pembohongan serta pengkhiana
Salah seorang polisi yang ada di dekat Pak Gunadi berkata,"Bapak ini telah memberikan pengakuan kepada penyidik. Dia siap memberikan semua informasi yang diketahuinya, termasuk kasus pembunuhan oleh Dokter Abimana dan juga kejahatan yang telah dilakukan di masa lalu. Dia ingin menghadiri pemakaman dan meminta maaf secara langsung ke pihak keluarga.""Kenapa harus kemari? Permintaan maaf dan pengakuan salah bisa dilakukan di kantor polisi. Kami sedang berduka dan tidak ingin merasa terluka lagi," balas Umaya yang cukup mewakili suara semua anggota keluarga. Yang lain sudah tidak mampu untuk bersuara dan sedang tidak ingin berdebat soal apa pun.Pak Gunadi dalam posisi masih bersimpuh lalu mendongak. Dia menyeka tetesan air mata lalu berucap,"Saya telah membakar panti asuhan tempat Dylan dititipkan.""Apa maksud kamu, Gunadi? Kamu yang mau bunuh anakku, rupanya." Terdengar suara lantang Nyonya Marina Alston. Wanita ini langsung mendekat dengan kursi roda. Dengan raut wajah merah padam,
"Go fuck yourself! Go to hell!"umpat marah Dylan yang berniat mengejar Pak Gunadi. Namun, dicegah oleh Rendi dan Bara."Slow down, Bro!"ucap Bara untuk meredakan kemarahan Dylan."Fuck you!"teriak Dylan melampiaskan kemarahannya yang telah di puncak ubun-ubun. Tak lama kemudian, Dylan berdiri terpaku dengan kedua mata berkabut. "Aku merasa diperlakukan tidak adil oleh hidup ini. Rasanya sedih, kecewa. Sungguh, aku ingin segala usaha untuk selalu bersikap baik lebih dianggap oleh orang lain. Terutama orang tuaku. Kenyataannya, rasa bakti buat aku terpisah dengan Alena dan kini dia harus menderita," ucap Dylan melampiaskan perasaan yang terpendam selama ini.Ucapan Dylan bernada putus asa ini, seketika membuat kedua orang tua angkatnya jadi merasa bersalah. Tuan Albert Binar mendekat ke arah Dylan lalu menepuk pundaknya. "Maafkan kami, Nak! Kami sangat egois padamu dan gak berkutik saat Abimana mengungkit status kamu. Omong sama Papa, apa yang bisa kami lakukan untuk menebus itu semua?
"Untuk apa hidupku diperpanjang? Gak guna juga hidup,"ucap Alena masih tetap dengan pandangan kosong dan senyum sinis. "Biar aku makin tersiksa lebih lama?""Kenapa meski aku yang dia jadikan korban? Menikahlah dengan orang lain!""No way! Aku hanya bisa menikah denganmu, Alena.""Menikah tanpa sex? Bulshit!""Bisa pakai alat pengaman,"jawab Dylan lugas.Ucapan pasangan ini secara tidak sadar ikut membuat hati Dokter Pamela tergores. Wanita ini ikut merasakan kepedihan keduanya. Saking tidak tahan, Dokter Pamela buru-buru keluar ruangan. Tepat beberapa meter dari pintu, wanita ini menumpahkan kesedihan. Dia menangis tersedu-sedu. Di saat tinggal sedikit langkah lagi bagi pasangan tersebut ke jenjang pernikahan, tragedi ini terjadi.Sementara dalam ruangan, Dylan sedang sibuk memberi semangat kepada Alena. Wanita ini acap kali berubah mood. Pria tampan yang telah bertekad untuk selalu ada di dekatnya itu bersabar meladeni semua reaksi Alena."Tinggalkan aku!"teriak Alena sambil melempa
"Ya, gue lihat. Siapa operatornya?" "Habis ini kita tahu," balas Bara singkat. "Ngapain hape non-aktif?" "Sengaja biar gak dilacak. Dari pola cara intai dengan drone, kayaknya pelaku yang sama dengan kasus penculikan Alena." "Pak Gunadi sudah ditangkap. Mana bisa mainan drone." "Bukan. Mereka kolab. Keren, kan? Macam idol K-Pop. Lo pasti sudah tahu pelakunya." "Abimana?"tanya Dylan dengan ekspresi ragu-ragu. "Tapi, kaga mungkin. Dia yang kasih gue lokasi tempat Alena disekap." "Lo lupa kalo dia psikopat yang cerdik?" Kedua pria ini turun di halte berikutnya dan secara mengejutkan, mobil Bara sudah ada di sana berjarak tiga meter dari halte. Begitu mereka telah menginjak lantai halte, seseorang keluar dari mobil dan menunggu kedatangan mereka sambil bersandar pada sisi kirinya. "Bang Rendi?"tanya Dylan heran saat mereka telah dekat. "Cepat benar Bara atur strategi." "Siapa bilang Bara doang? Gue juga ikut andil. Dari pengamen dan lagu yang pas buat lo biar cepat ta
Sementara mobil yang membawa Dylan dan Bara telah sampai di halaman depan. Tak berapa lama, seorang sekuriti berjalan menghampiri mobil. Kedua pria keluar lalu menatap bangunan megah yang berdiri kokoh di hadapan mereka."Sayang para penghuninya gak sekokoh bangunan ini," ucap Dylan dengan pandangan sedih. Bara merangkul bahu Dylan lalu menggoyang lengannya beberapa saat."Lo pasti kuat,"ucap Bara memberi semangat sahabatnya. Bagaimanapun, dia tahu betul pengalaman hidup Dylan saat tinggal di sini bersama kedua orang tuanya. Sebelum kebenaran terungkap dan itu membuatnya terluka."Tuan Dylan sudah menelepon Tuan Abimana sebelumnya?"tanya sekuriti dengan ekspresi cemas. Dylan menoleh dan tidak mengenali pria berseragam penjaga tersebut. Dia heran dari mana, pria ini tahu nama dirinya."Kalo belum kasih tahu tuan kamu, memang kenapa?"tanya Dylan dengan nada geram. "Dari mana tahu nama saya?""Uhm, maaf. Foto Tuan ada di mana-mana."Jawaban sekuriti mematik sikap usil Bara. "Widih, keren
"Gue pernah bantuin kerjaan Tuan Rendi saat di hutan. Gue dari kecil harus kerja keras karena bokap gue diambil wanita jalang,"ungkap Abimana dengan pandangan tidak fokus. Dia sudah semakin mabuk dan akhirnya tertidur. Bara mendekat dan ikut membantu menegakkan tubuh Abimana yang menindih Dylan. Bara mencari keberadaan kunci etalase, tetapi tidak bisa diketemukan."Kita tunggu polisi buat eksekusi keduanya. Bantu gue buat pecahin kaca!"pinta Bara. Mereka berjalan ke etalase dan pakai apa pun benda keras untuk memecahkan kaca etalase. Akhirnya, usaha keras mereka berhasil. Tubuh beku Pak Gunadi berhasil dikeluarkan dari dalam etalase.****Pukul 8 Pagi Keadaan berlawanan terjadi pada Alena. Wanita muda ini selesai mandi dan sedang berhias. Dokter Pamela memandanginya dengan perasaan takjub. Wanita berusia lebih dari separuh abad ini begitu heran dengan perubahan mood putrinya yang ekstrim. "Nak, kita tunggu hasil laboratorium. Habis itu, baru bisa jalan-jalan,"ucap Dokter Pamela samb