"Kamu kaga usah pesimis. Yang kutahu, Alena telah memaafkan kamu. Buktinya dia sempat mencari kamu. Mungkin saat ini hatinya sedang tergoncang. Tunggu saja sampe hatinya longgar kembali. Semangat, Bro!""Oke. Aku akan mengurus semua berkas pernikahan kami. Bantu aku untuk luluhkan hati dia lagi, Rendi.""Sudah pasti aku bantu. Dokter Pamela pun telah kasih lampu hijau untuk kamu. Dia ingin segera melihat Alena menikah dengannu. Setelah acara pemakaman, cobalah dekati Alena lagi. Aku support selalu kalian agar segera bisa bersatu,"ucap Rendi memberi dukungan terhadap teman semasa kuliah dulu.Doorr!Tiba-tiba dari arah lobby rumah sakit terdengar suara tembakan. Para penghuninya berhamburan keluar karena panik. Wajah mereka pucat pasi, hingga ada yang pingsan saking takutnya. Semua berteriak histeris, membuat suasana hiruk-pikuk."Tolooong! Ada teroris!""Ada yang disandera!"Dylan dan Rendi kaget dan langsung berdiri untuk melihat kekacauan yang terjadi. Suara sirene polisi dan ambula
Aksi teror ini membuat heboh seluruh Indonesia serta dapat tanggapan beragam dari negara-negara asing. Dylan dan Rendi telah sampai di halaman rumah sakit dan berlutut. Lima belas menit kemudian, Alena datang dengan didampingi oleh Dokter Pamela.Tak berapa lama, empat orang berpakaian anti peluru mendekat ke arah empat orang tersebut. Dua orang menyuruh Alena untuk masuk lobby dan Dokter Pamela memaksa ikut. Itu pun didukung oleh Dylan dan Rendi."Gimana kalo kami berempat ke rooftop?" Dylan sengaja mengulur-ulur waktu untuk memberi kesempatan Densus 88 dan tim Gegana beraksi.Empat orang berpakaian anti peluru ini pun langsung menghubungi atasannya. Rupanya Big Bos tidak setuju. Dia tetap meminta Alena harus sendiri menuju rooftop. Dokter Pamela berlinang air mata mendengar penjelasan salah seorang berpakaian anti peluru tersebut."Apa maksud semua ini? Kalian bisa jamin anakku selamat dan tidak dilecehkan di atas sana?"Dokter Pamela begitu marah dengan penjelasan si pria. Dylan me
"Beruntung helikopter yang disewa masih milik perusahaan yang aku kenal,"ucap Dylan."Ini ceritanya tadi helikopter disabotase?"tanya Alena."Ya, agar belok haluan. Mari masuk! Kita temui Papa dan Mama juga Nyonya Marina Alston.""Nyonya Marina Alston itu siapa?"tanya Alena."Dia itu pasien aku. Disandera bareng orang tuaku. Aku kenalkan ke beliau sekalian sungkem ke calon mertua," ucap Dylan yang disambut cubitan oleh Alena.Drrt! Drrtt!Ponsel Dylan berbunyi dan langsung diangkatnya. Pada layar tertera nama Dokter Abimana sedang memanggil. Kedua matanya langsung mendelik lalu kasih lihat layar kepada Alena."Kamu pikir permainan apa lagi yang dia lakukan?"tanya Dylan dengan nada geram."Lalu yang di kafe siapa, dong?"Alena balik bertanya. Dia geleng-gelengkan kepala. "Sebaiknya kamu angkat saja, Sayang."Panggilan 'Sayang' dari Alena barusan, membuat hati Dylan berbunga-bunga. Namun, dirinya harus segera menerima panggilan masuk untuk menuntaskan rasa penasaran."Selamat siang, Dokt
Alena menuntun tangan Dylan yang memeluk pinggangnya untuk meraba bagian depan bukit kembar, perlahan Alena menggerakkan tangan si pria di kedua bukit. Wanita ini membantu tangan Dylan untuk membuat sentuhan-sentuhan lembut satu persatu ke bukit kembarnya.Darah Dylan yang bergejolak lalu menarik kaitan dress yang dikenakan Alena dan membuat dress itu terjatuh di lantai. Alena hanya mengenakan penutup dada dan celana dalam berwarna hitam yang kontras dengan kulit putihnya.Dylan mengerang menahan gejolak darah yang tiba-tiba sudah berada di ubun-ubun menatap tubuh Alena yang membuat pikirannya semakin liar.Alena menarik gesper celana dan membukanya hingga Dylan hanya mengenakan boxernya saja. Tampak tonjolan besar dari balik boxer itu. Alena menelan ludah membayangkan benda keras di balik boxer yang akan menembus daerah sensitifnya.Dylan yang sudah tidak tahan dengan gejolak dalam dada langsung membopong tubuh Alena menuju kamar tamu. Dia tidak akan membawa ke kamar pribadinya karen
Bangunan apa ini? Alena bingung dan terus berlari mencari jalan keluar.Ting! Terdengar bunyi keras dan ada lampu merah menyala tiap kali, wanita ini mendapat jalan buntu.Dalam sebuah ruangan dengan beberapa televisi untuk memantau semua lorong dan ruang, terdengar tawa seorang pria menggema."Ayolah, Sayang! Kamu pasti bisa cari jalan."Sementara itu di kediaman Dylan. Semua sudah bangun dalam keadaan bingung karena tertidur di ruang keluarga. Dylan duduk mengumpulkan kesadaran lalu mencari keberadaan Alena. Dia pun langsung panik. "Alena!"teriak Dylan yang buru-buru bangkit lalu berjalan menyusuri semua ruangan.Begitu pun dengan ketiga orang yang lain. Dua orang wanita berada di kursi roda, sehingga hanya Tuan Albert Binar yang bisa menyusul langkah Dylan."Apa yang terjadi dengan kita?"tanya Nyonya Kusumasari dengan ekspresi cemas. "Alena diculik orang.""Asisten saya juga gak ada. Apa mungkin mereka keluar cari pertolongan?" Nyonya Marina Alston memberi pendapat sembari mencoba
"Eum, maaf!" Alena mundur selangkah.Pak Gunadi tidak menjawab. Hanya saja pandangannya tertuju kain pada bagian dada yang lumayan basah. Sadar diperhatikan, gegas Alena menyilangkan kedua lengan di dada."Kenapa basah-basahan begitu?" tegur Pak Gunadi datar."Eum, badan lengket semua." Alena menunduk canggung."Entar malam, mau dibuat lebih lengket lagi?"tanya Pak Gunadi sambil menatap Alena liar. Bahu Alena langsung bergidik. Wanita ini menatap tajam ke arah pria yang dianggap manusia baik tersebut."Apa maksud Bapak? Kenapa tega sama saya?"Pak Gunadi tidak menjawab, justru semakin tertawa menggoda ke arah Alena. Wanita ini seketika merapatkan selimut yang membalut tubuhnya. Dia melihat ada sebuah potongan besi tak jauh dari situ. Tangan Alena dengan cekatan mengambilnya. "Aku sudah tidak takut apa pun sekarang, termasuk membunuh manusia biadab macam kamu."Namun, pria separuh baya tersebut tidak meladeni kemarahan Alena. Dia melangkah buru-buru masuk ruangan lalu mengunci pintu. A
"Oke. Semoga bisa tenang di jalan." Dylan memegang erat tubuh Alena lalu mengikat tangan dan kakinya dengan dasi. Dengan terpaksa untuk menghentikan teriakan dan aksi gigitan, Dylan terpaksa menyumbal mulutnya dengan kain. Pria ini dengan hati-hati melakukan injeksi di bahu Alena. Berjarak sekitar lima menit, wanita ini pun telah tak sadarkan diri. Dylan mengelus rambut Alena penuh kasih dengan perasaan haru dan juga rasa penyesalan mendalam. Dirinya adalah salah satu penyebab penderitaan yang dialami oleh Alena. "Sayang, apa pun yang terjadi. Aku akan selalu menjagamu,"ucap Dylan sambil meneteskan air mata. Mobil mulai bergerak meninggalkan lokasi. Tak berapa lama, mobil polisi dan ambulans serta tim damkar datang ke lokasi kebakaran atas laporan Bara. Kedua pria dalam mobil telah memiliki banyak bukti untuk menyeret pelaku penculikan dan rentetan masalah hukum yang menyertainya. Alena yang dulu polos dan cantik telah tersakiti oleh masa lalu dan pembohongan serta pengkhiana
Salah seorang polisi yang ada di dekat Pak Gunadi berkata,"Bapak ini telah memberikan pengakuan kepada penyidik. Dia siap memberikan semua informasi yang diketahuinya, termasuk kasus pembunuhan oleh Dokter Abimana dan juga kejahatan yang telah dilakukan di masa lalu. Dia ingin menghadiri pemakaman dan meminta maaf secara langsung ke pihak keluarga.""Kenapa harus kemari? Permintaan maaf dan pengakuan salah bisa dilakukan di kantor polisi. Kami sedang berduka dan tidak ingin merasa terluka lagi," balas Umaya yang cukup mewakili suara semua anggota keluarga. Yang lain sudah tidak mampu untuk bersuara dan sedang tidak ingin berdebat soal apa pun.Pak Gunadi dalam posisi masih bersimpuh lalu mendongak. Dia menyeka tetesan air mata lalu berucap,"Saya telah membakar panti asuhan tempat Dylan dititipkan.""Apa maksud kamu, Gunadi? Kamu yang mau bunuh anakku, rupanya." Terdengar suara lantang Nyonya Marina Alston. Wanita ini langsung mendekat dengan kursi roda. Dengan raut wajah merah padam,