Home / Romansa / SUN TO YOUR NIGHT / Chapter 3 : Another Genius

Share

Chapter 3 : Another Genius

Author: Melodearose
last update Last Updated: 2021-05-09 20:28:07

Gelas kaca itu pecah. Suaranya nyaring memecah hening, meruntuhkan nyali tiga kepala yang tertunduk menahan takut. Tak ada yang berani mengangkat kepala, bahkan mata melirik untuk melihat tuannya saja tak kuasa.

Berita kematian satu anggota Luciano membuat lelaki berdarah Italia itu geram bukan kepalang.

Luciano adalah sekelompok gangster yang terbilang baru dan bergerak di kota Baton Rouge, ibu kota Louisiana. Dapat ditebak dari namanya, Luciano dipimpin oleh seseorang yang berdarah Italia bernama Marino De Luca.

Luciano tak beda halnya dengan organisasi-organisasi dunia bawah di Italia. Mereka menjunjung tinggi solidaritas antar anggota dan dengan berita kematian ini, tentu saja itu membuat sang pemimpin merasa amat geram.

“Patrick ...,” ujar Marino dengan lirih. Matanya melukiskan amarah, namun di sana juga ada kesedihan. “Dia anggotaku yang setia. Dia tidak seharusnya mati!”

Kemarahan memuncak, Marino kembali membanting benda yang ada di hadapannya. Kali ini botol wine yang menemaninya semalam tadi. Benda itu hancur menjadi serpihan kaca tak berbentuk.

“Maafkan aku, Bos. Aku tidak tahu kalau dia akan membunuh Patrick dengan brutalnya.”

Masih terukir jelas kematian sang rekan yang terjadi di depan mata. Betapa anggota mafia itu bisa dengan mudahnya membunuh musuh yang bahkan tak bersenjata. Dia kejam sekali.

“Noah Bellion .... ” Berbeda saat dirinya menyebutkan nama anak buahnya, Marino terdengar menekankan kebencian yang mengakar kala ia menyebut nama dalang dari pembunuhan Patrick Carter.

Mata lelaki berambut cepak yang diwarnai pirang terang itu memerah, seakan sebentar lagi ia akan kerasukan dan menuju sosok yang dibencinya untuk membalaskan dendam.

Tapi untunglah akal sehatnya masih bekerja hingga ia tak berbuat gegabah. Bagi gangster kecil sepertinya, melawan organisasi mafia bukanlah hal yang mudah. Meski urusannya hanya pada satu orang, tapi bukan mustahil kelompoknya yang besar itu akan membantu.

“Kita tidak bisa membalaskan dendam Patrick untuk saat ini,” ungkap Marino dengan nada sesal, “aku bersumpah akan membuat Luciano menjadi kelompok gangster yang besar sampai cukup untuk menginjak-injak Noah Bellion atau kelompoknya sekalipun!”

“Penuh semangat sekali ....”

Marino dan ketiga anak buahnya langsung melirik ke sumber suara. Lelaki dengan tuksedo hitam yang sangat rapi itu melangkah memasuki ruangan Marino.

“Siapa kau!?” tanya Marino dengan nada tinggi. Dia ingat dia tidak pernah memiliki anak buah dengan penampilan dan wajah anak muda cengeng seperti lelaki yang tengah berjalan santai ke arahnya itu.

“Aku akan memperkenalkan diri—”

“Dia penyusup!”

Belum selesai lelaki dengan rambut sebahuyang dipotong berantakan itu menyelesaikan kalimatnya, dia sudah lebih dulu diberi salam pertemuan oleh anak buah Marino dengan serangan tiga lawan satu.

Marino dibuat terpukau. Lelaki asing yang tampak lebih muda darinya itu memiliki teknik bertarung yang lincah namun setiap gerakannya mampu membuat lawan bertekuk lutut.

Dalam sekejap, tiga orang anak buah terpercaya Marino dikalahkan bahkan dengan tiga sampai lima serangan saja.

“Aku sudah bilang akan memperkenalkan diri,” ujar lelaki itu seraya membenahi tuksedonya, “aku Eliot Redwood, eksekutif Heatens.”

“Apa maumu dengan datang ke tempat ini? Kau tahu ini bukan tempat yang aman untuk dimasuki orang sepertimu, kan?”

“Aku tahu ... aku sangat tahu,” Eliot mendekati Marino yang masih menatapnya dengan penuh waspada, “tapi karena niatku baik, aku tidak perlu merasa takut.”

“Niat baik?” Marino mengerutkan keningnya.

“Aku dengar, ada yang sedang menangis karena kehilangan keluarganya,” ujar Eliot dengan melirik Marino menggunakan ekor matanya, membuat lelaki berbadan kekar itu melotot.

“Kau mengejekku!?”

Eliot tertawa, makin menambah geram di benak Marino. “Aku hanya berkata, Tuan De Luca ...,” katanya tanpa takut meski Marino tak lekang menatapnya tajam.

“Lagi pula, kalau benar, tidak perlu marah. Kau harus menyimpan tenagamu, karena aku membawa kabar baik untuk membuat mendiang temanmu itu tenang.”

“Cepat katakan apa maumu dan jangan buang waktuku!”

“Aku membawa pesan pribadi untuk bersekutu denganmu.”

Seluruh pasang telinga yang ada di sana lantas terkejut mendengar perkataan Eliot.

Bersekutu? Pesan pribadi?

Apa Eliot sudah gila mengajak geng lain untuk bersekutu dengannya yang datang seorang diri!? Apa dia tidak sadar tindakannya ini seperti bersuka rela masuk ke kandang singa?

“Bersekutu? Kau berani sekali, bocah!” Salah satu anak buah Marino berkata. Sepertinya dia sudah sadar setelah dibuat pingsan oleh serangan Eliot tadi.

Eliot menoleh, lantas tersenyum sok ramah. “Oh, kau sudah bang—” Namun lagi-lagi ia tak diberikan kesempatan untuk menuntaskan kalimatnya.

Kali ini serangan cepat itu seakan seratus persen bisa melumpuhkan Eliot yang sama sekali tak bersenjata. Tapi dengan menakjubkannya, bahkan pisau yang diarahkan ke Eliot mampu ia balikkan menuju si empu-nya.

Marino mendelik, terkejut melihat begitu mudahnya Eliot membalikkan serangan itu dan tak segan menusuk anak buahnya.

“Kau ...,” erang Marino yang bersiap untuk menyerang, namun Eliot hentikan dengan segera kala pisau lipat itu ia tarik cepat dan mengarahkannya tepat ke depan Marino.

Tak ada senyum yang Eliot berikan. “Menaklukkan hewan buas memang sulit, ini merepotkan,” tuturnya sembari membuang wajah.

Eliot menjatuhkan pisau yang sudah berlumur darah itu. “Aku pikir kita bisa diajak bekerja sama karena kali ini, musuh kita kebetulan sama. Bukan hanya Luciano yang kehilangan anggotanya, Heatens juga kehilangan salah satu anak kesayangan bos-nya.”

“Jika begitu, kenapa bukan bos-mu yang datang kemari dan mengajakku bekerja sama untuk menyerang Little Boy si sampah New Orleans itu!?” tanya Marino.

“Aku sudah bilang ini pesan pribadi, kan? Bos kami yang baik hati sudah merelakan anak tak berdosa yang dibunuh eksekutif Little Boy itu. Padahal sebenarnya, aku sangat bersemangat untuk membalas dendam.”

“Balas dendam atas kematian anggotamu, kau naif atau bagaimana?” Eliot menatap Marino, seakan dia terkejut dengan mata yang membulat.

Kemudian Eliot tertawa kecil. “Astaga, kedokku ketahuan.” Dia masih tertawa untuk beberapa saat sampai masuk ke mode seriusnya. “Aku memang sangat ingin mencari gara-gara dengan Little Boy, karena itu aku menggunakan situasi untuk membuat alibi agar bisa menyerang para tikus New Orleans itu. Tapi sayang, bos tetap tidak memberiku izin untuk mengadakan perang antara Heatens dan Little Boy.”

Marino masih mendengarkan penjelasan Eliot dengan saksama. Meski dia masih waspada karena lelaki asing yang berdiri di hadapannya saat ini tak ragu untuk melukai anak buah Marino, bahkan ketika dia berada di wilayah Luciano.

“Tapi sebagai gantinya, bos membiarkanku melakukan apa pun. Karena itu aku datang ke sini, atas kemauanku sendiri.”

“Kau ingin mengalahkan Little Boy demi bos kesayanganmu itu? Soalnya kudengar dia sangat ingin menikahi anak gadis Anthony itu.”

Eliot terdiam dengan mata menerawang ke langit-langit ruangan, tampak menimang-nimang sesuatu. “Kalau soal itu, bos memang sangat kecewa karena anak buahnya tidak bisa membawa gadis itu. Tapi aku tidak bergerak karena itu.”

“Lalu apa alasanmu?”

“Aku hanya ... tertarik dengan apa pun yang berhubungan dengan Noah Bellion.”

“Noah Bellion?”

“Iya. Orang yang membunuh anak buahmu dan anak buahku, serta orang yang membawa kabur anak Anthony.”

“Kau memiliki dendam pribadi dengan lelaki itu?” tanya Marino, membuat Eliot mengalihkan tatapannya kembali menuju langit-langit ruangan.

Bukankah itu sudah jelas dari kedatangannya? Eliot tidak kesal Marino bertanya demikian, tapi dia tidak akan menjawab.

Eliot balik badan, lalu berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah yang amat ringan.

“Aku menunggu jawabanmu. Hubungi aku di nomor yang ada di saku celana anak buahmu itu.”

Marino dan anak buahnya yang bernama Torca itu kebingungan, sejenak saja sampai mereka benar-benar menemukan sebuah kertas bertuliskan nomor ponsel di saku celana Torca.

Yang ada di pikiran mereka saat ini adalah, kapan Eliot meletakkan kertas itu di sana? Padahal Marino terus memperhatikan gerakan Eliot, dan bahkan Torca saja tidak sadar jika eksekutif Heatens itu telah memasukkan sesuatu ke dalam sakunya.

Eliot meninggalkan kesan yang luar biasa bagi Marino. Meski terbilang masih muda, namun gerakannya saat bertarung sama sekali tak memperlihatkan sisi amatir dari seorang anak muda yang baru berkecimpung di situasi semacam tadi. Tampak dia sudah sangat berpengalaman dan dia genius dalam bertarung.

Jika begini, Marino tidak bisa ragu untuk tidak menerima ajakan Eliot. Kendati lelaki itu tak meminta bantuan dari kelompoknya sama sekali, tapi entah kenapa Marino merasa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan menolak tawaran Eliot untuk bekerja sama.

Sementara itu, Eliot kini berjalan seorang diri dengan langkah ringan di atas trotoar. Kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk senyum manis dengan raut yang amat puas.

Padahal belum ada satu jam dirinya meninggalkan markas musuh, dan dirinya juga tak tahu apakah musuhnya mau diajak bekerja sama atau tidak. Tapi melihat rautnya, tampak dia yakin sekali jika Marino tidak akan menolak tawarannya.

Eliot tidak sabar jika itu berurusan dengan Noah Bellion.

“Lama tak berjumpa~” Lantunan nada yang samar dinyanyikan mengiringi langkahnya, Eliot sedang bersenandung dengan hati yang cerah.

Sepanjang langkah menuju area parkir sebuah gedung yang lumayan jauh dari markas Luciano, Eliot tak bisa berhenti menyembunyikan raut gembiranya.

Bahkan ketika ia sudah berada di dalam mobil, dia masih menunjukkan raut itu hingga membuat wanita di kursi pengemudi turut tersenyum kendati dirinya tak tahu alasan di balik senyum itu.

“Harimu menyenangkan, Eliot?” tanya wanita dengan rambut lurus pendek sebahu itu. Eliot meliriknya, lalu tersenyum lagi.

“Aku yakin satu juta persen dia akan menerima tawaranku, Joana.”

“Kau masih sangat percaya diri seperti biasanya.”

Namanya Joana Clarke, wanita berusia 24 tahun yang belum lama ini bergabung dengan Heatens sebagai kaki tangan Eliot Redwood. Secara fisik, Joana adalah wanita yang sangat cantik. Dia memiliki wajah oval dengan mata besar seperti boneka, irisnya berwarna cokelat cerah yang seakan bisa memancarkan cahaya surya. Hidungnya yang kecil dibentuk mancung, kedua bilah bibirnya berbeda dengan bagian atas yang tipis dan berlekuk indah sedangkan bagian bawah agak tebal.

Joana tidak memiliki rambut yang panjang seperti wanita feminin pada umumnya. Sejak tiga tahun yang lalu, dia tidak pernah membiarkan rambutnya melewati bahu dan selalu memotong bob dengan panjang paling maksimal hampir menyentuh bahu. Rambut cokelat alaminya biasa dibentuk keriting gelombang dengan rambut bagian kanan yang selalu diselipkan di belakang telinga, menambah kesan elegan seorang wanita bermartabat tinggi.

“Aku tidak tahu mengapa, tapi mungkin wajahmu yang sempurna seperti biasa membuat rasa percaya diriku jadi melambung jauh. Ah, sepertinya aku sudah berlebihan.” Eliot tertawa kecil, memalingkan tubuhnya yang semula menghadap Joana untuk duduk dengan baik selagi wanita itu mulai menjalankan mobilnya.

“Tidak. Kau tidak berlebihan. Aku sudah melihat potensimu dan kesempatan yang selalu kau gunakan dengan baik. Kau sangat pintar seperti biasa, Eliot ....” Joana melirik Eliot yang masih memandangnya dengan senyum bahagia. “Dan seperti yang kau tahu, lelaki cerdas itu lebih menarik ketimbang lelaki tampan.

“Luciano adalah kelompok kecil yang bahkan akan lenyap dalam semalam oleh Heatens. Bos mereka memiliki keinginan yang besar untuk membalas kematian anggotanya pada kelompok besar seperti Little Boy, tentu saja dia butuh kekuatan untuk melawan kelompok itu.”

“Kau datang sendirian, dan bos juga tidak mengizinkanmu menggunakan Heatens untuk membalas dendam pribadimu. Bagaimana kau meyakinkannya?”

“Aku tidak menunjukkan apa-apa selain kemampuan bertarungku di hadapannya.”

“Benarkah!?” tanya Joana dengan nada tak percaya. “Eliot, mereka mencari sekutu, bukan pegulat saja.”

“Meski begitu pun, aku yakin dia akan menghubungiku nantinya. Dia tidak punya pilihan lain, Joana.”

Joana tersenyum simpul, tampak dirinya juga jadi ketularan energi positif yang Eliot keluarkan.

“Lalu, sudah punya rencana?” tanya Joana kemudian.

“Sudah,” jawab Eliot dengan cepat dan yakin.

“Kau benar-benar Eliot si genius!”

Eliot tertawa menanggapi pujian yang Joana berikan padanya. “Hanya kau dan bos saja yang sering menjuluki diriku dengan sebutan itu,” ungkapnya seraya mengalihkan muka ke jalanan.

“Mau bagaimana lagi, mata kami tidak buta dan kami punya mulut untuk mengatakannya.”

Senyum Eliot perlahan-lahan lenyap. Kini dia hanya memandang jalanan dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia senang mendengar pujian itu, tapi dia juga tak memungkiri jika dirinya merasa kurang.

“Kau akan dilihat jika berdiri di tempat yang tepat,” ujar Eliot dengan pelan, hampir tak bisa didengar jika jalanan amat ramai kala itu.

Joana menatap Eliot, jelas terlihat dirinya tak paham mengapa tiba-tiba Eliot berkata demikian.

Eliot yang sadar akan tatapan Joana, kini tertawa singkat. “Aku senang, aku berdiri di hadapanmu, Joana.”

“Oh .... Kenapa tiba-tiba berkata seperti itu?”

Mobil mereka berhenti di area parkir sebuah gedung. Ketika mesin sudah dimatikan, keduanya tak kunjung keluar dan hanya menatap satu sama lain.

Eliot tersenyum tipis, senyum manis yang menjadi candu setiap kali Joana menangkap rupanya. “Karena aku berdiri di depan seseorang yang mau membalas tatapanku,” jawab Eliot seraya mengusap pipi Joana.

Wanita dengan bibir merah merona itu menurunkan tatapannya, takut jika ia akan semakin tenggelam dalam netra hazel milik Eliot.

Tak dibiarkan tatapan itu pergi begitu saja. Eliot menarik lembut wajah Joana, mempertemukan kembali tatapan wanita itu dengan dirinya sebelum ia bergerak maju mencumbu bibir sang hawa.

Joana sempat terkejut. Refleks tubuhnya merasakan sensasi yang membuatnya amat merinding kala jari-jemari kekar milik Eliot menggerayangi kulit lehernya yang jenjang.

Joana tidak menolak kecupan itu dan mempersilakan Eliot memperdalam pagutannya pada bibir Joana. Mereka menikmati perhelatan panas keduanya sampai ke sisi lain tubuh yang bersangkutan. Desahan dan erangan kecil pun tak mampu mereka tahan.

Berlangsung cukup lama hingga keduanya merasa cukup. Joana menarik bibirnya dan meraup oksigen dengan rakus, sementara Eliot menggerakkan tangannya untuk merengkuh Joana yang masih ngos-ngosan menghirup udara.

“Joana ...,” lirih Eliot tepat di samping telinga Joana, “aku harap kau tetap bersamaku.”

Joana hanya mendengarkan, tapi genjotan luar biasa yang kinerja jantungnya hasilkan membuat tubuhnya memanas. Perasaan itu sudah lama tak dia rasakan, perasaan cinta yang mendalam dan membuatnya secara buta mengiyakan apa pun yang dikatakan obyek asmaranya.

Joana tak menjawab. Dia hanya membalas pelukan Eliot dengan tak kalah erat. Joana harap, dalam gelapnya dunia yang ia pilih untuk ditinggali, dia bisa merasakan hal yang para manusia normal rasakan.

Dicintai dan mencintai.

Mungkin Joana bisa menganggap sedikit asa dalam gulita hidupnya, bahwa seorang lelaki datang untuk mencintai dan membalas perasaannya. Namun Eliot tak lebih menganggap semua hanyalah batu loncatan untuknya mencapai tujuan.

Eliot tidak hidup untuk cinta. Eliot hidup hanya untuk kebencian yang tumbuh subur dan mengakar dalam hatinya. Kebencian yang hanya mengarah untuk satu nama, Noah Bellion, lelaki miskin yang menjadi sangat kaya dengan merenggut segala yang Eliot punya.

“Aku ingin menghancurkan Noah. Tolong temani aku dan jangan lepaskan tanganku.”




-Bersambung-

Related chapters

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 4 : Someone's Darling

    “Baiklah ....” Atensi Sun teralihkan, dia menoleh menuju Alexa dan Jessie yang tampak lekat mengamati penampilannya dari atas ke bawah. Tentu saja di benak mereka masih ada rasa terkejut dan tak percaya, gadis yang terlihat polos dan lugu di hadapan mereka ini adalah wanita dari lelaki yang merupakan incaran banyak kaum hawa di luar sana.“Tolong beri tahu kami, siapa namamu?” tanya Alexa.“Sun Flurry McRay.” Sun memperkenalkan dirinya dengan seadanya. Jika ditanya nama, maka dia akan menjawab dengan sopan. Namun, agaknya itu merupakan masalah bagi Alexa dan Jessie yang tampak langsung memicingkan mata, terusik.“Kau tidak akan bisa bertahan di sini jika caramu memperkenalkan diri seperti itu, Nona McRay.”“Apa aku kurang sopan?”“Sudah sopan, tapi kurang diiringi gerakan.” Penuturan Jessie membuat Sun mengerutkan kening, tak mengerti. “Kau lihat penampilan kami? Ini bukan hanya sekadar penampilan, namun kami membawa tata perilaku yang sepadan dengan ke

    Last Updated : 2021-05-09
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 5 : McRay in The Havana

    Hari berganti hari, tanpa sadar dia sudah genap melewati tujuh fajar dan tujuh senja di tempatnya menetap saat ini. Seminggu berlalu, Sun disibukkan dengan mempelajari Kediaman Melrose dan peraturan-peraturannya. Memang hal baru yang tak biasa ia lakukan. Sun belajar tentang cara bersikap sopan dan anggun ala wanita kerajaan kendati dirinya berasal dari desa yang cukup terpencil. Sun tidak tahu apa maksudnya. Alexa tidak pernah mengatakan jika peraturan yang dilakukannya adalah lampu hijau untuk bisa menuju ke pelaminan bersama lelaki Little Boy kesayangannya, tapi mematuhi peraturan Kediaman Melrose adalah cara yang sangat membantu untuknya bertahan di sisi lelakinya. Sun hanya melakukannya begitu saja meski tak jelas akan jadi apa dia di tempat ini. Seperti pagi yang sudah-sudah, Sun akan menikmati paginya dengan minum teh dan berbincang bersama wanita-wanita yang ada di sana. “Selamat pagi, Sun!” Sun mulai terbiasa dengan suasana yang ada d

    Last Updated : 2021-05-10
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 6 : What Is Love?

    “Apa kau sadar dengan apa yang kau tanyakan barusan, Sun?”Sun menatap resah, khawatir ucapannya akan membuat Emma marah dan merasa tersinggung. “Maaf, Nona. Aku tidak seharusnya bertanya seperti itu,” ujarnya dengan panik dan berharap Emma tidak terlanjur salah paham akan ucapannya. Tapi kecemasan Sun tak berarti saat tiba-tiba saja Emma tertawa.“Hahaha ...!”Suara tawa itu membuat Sun memasang wajah bingung. Bukan hanya ekspresi belaka, dia benar-benar bingung saat ini.Emma, selaku dalang dari suara tawa yang lepas itu pun berkata, “Tentu saja aku sangat senang, Sun!” Butuh waktu beberapa detik sampai Emma benar-benar berhenti tertawa. Sun tidak tahu di mana letak lucunya sampai gadis yang berusia tak jauh darinya itu tertawa terpingkal seperti ini.Setelah Emma selesai tertawa, dia diam sejenak. Emma mengambil napas lalu mengembuskannya dengan cepat. “Bukankah menyenangkan rasanya kalau punya banyak uang?” tanya gadis itu pada Sun yang terdiam tak

    Last Updated : 2021-06-02
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 7 : Accidentally Dating

    Sun dan Emma melanjutkan kegiatan jalan-jalan mereka di hari yang cerah.Hari yang cerah membawa kebahagiaan bagi semua orang. Jalanan French Quarter sangat ramai pagi ini. Banyak orang melewati jalanan yang juga dilewati Sun dan Emma. Entah mengapa melihat kesibukan lautan manusia itu menjadi hiburan tersendiri bagi Sun dan Emma.“Sun, kau harus melihat ini!” Sun belum selesai menikmati satu hal, dan Emma dengan sangat bersemangatnya mengajak Sun untuk melihat hal lain. Ketimbang Sun yang seorang pendatang baru di New Orlean, Emma yang menjadikan kota pelabuhan itu sebagai tempat kelahirannya malah terlihat lebih bersemangat menelusuri pusat hiburan di kota itu.Emma mengajak Sun untuk mengunjungi jalanan yang terkenal dengan deretan toko-toko yang menjual banyak hal. Tentu saja, karena French Quarter adalah jantung hiburannya New Orleans dan tentu saja tempat itu adalah tempat yang banyak didatangi wisatawan asing luar ataupun dalam

    Last Updated : 2021-06-02
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 8 : Heart Attack

    Noah terdiam lama, bibirnya rapat mengatup seakan ada yang merekatkannya. Memang ada, dan itu adalah ucapan Sun yang barusan dilontarkan kepadanya. Gadis dengan surai pirang emasnya itu masih lekat menatap Noah, pun dengan Noah yang melakukan hal serupa. Keduanya bahkan mungkin tak menyadari jika banyak detik berlalu hanya untuk melakukan kontak mata yang tidak tahu apa maksudnya. Sun menjadi yang paling pertama menyadarinya. Dia tidak tahu mengapa ia dan Noah saling beradu pandang untuk waktu yang lama. Setelah ucapannya, Noah tak lagi mau berkata. Dia tahu jika Noah sangat irit bicara, tapi tidak bisakah dia membuka sedikit saja mulutnya untuk merespons ucapan Sun? Atau hanya berikan Sun gumaman saja agar apa yang baru saja dikatakan gadis itu tak terdengar seperti sesuatu yang aneh sampai tidak perlu diberikan respons. Sun jadi merasa sangat malu dan canggung. Tapi itu tak berlangsung lama kala ia mulai berpikir, Noah mungkin saja terdiam karena se

    Last Updated : 2021-06-26
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 9 : Warming Night, Coldest Eyes

    Sekarang sudah malam. Tidak terasa Sun menghabiskan satu harinya bersama Noah. Ini benar-benar tidak pernah ia duga sebelumnya. Saat ini mereka berada di sebuah restoran, tentunya untuk menikmati makan malam setelah seharian hanya berjalan-jalan dan makan pun dari jajanan. Sun harus tetap mengisi tubuhnya dengan nutrisi yang benar, terlalu banyak makan jajanan tidak akan baik untuknya. Itu yang Noah katakan. “Pesan sekarang,” ujar Noah ketika buku menu diberikan kepada mereka. Sun tersenyum senang lalu melihat-lihat menu makanan. Astaga ... hatinya bersuara. Makanan di sana terlihat sangat enak, Sun tidak bisa memilih karena dia menginginkan semuanya. Padahal dia sudah makan banyak jajanan, tapi ketika melihat buku menu di tempat itu, cacing-cacing di perutnya bergejolak hebat seakan dia belum makan dua hari. Sun menggigit bibir bawahnya. Kalau di Melrose, dia pasti tidak diizinkan makan lebih dari tiga menu utama menurut atura

    Last Updated : 2021-06-27
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 10 : Heavenly Paint

    Eliot Redwood. Nama itu amatlah membekas dalam kurun waktu lima tahun terakhir dalam benak Noah. Jika bertanya apakah Noah mengenalnya, tentu saja jawabannya adalah: sangat.Jauh sebelum hari ini, Noah dan Eliot terikat oleh hubungan yang baik dan manis. Kakak dan adik laki-laki? Begitu orang-orang menyebutnya. Kendati tak ada yang menghubungkan keduanya secara sah, dan hubungan itu hanya sebatas sebutan. Tidak disangka, itu menjadi hal yang bisa Noah anggap nyata setelah sekian lama menutup diri dari dunia.Noah menyukai Eliot, dia adik kecil yang manis dan terkadang manja. Eliot pun menyukai Noah, kakak yang dingin namun selalu terlihat keren di matanya. Semua itu indah ketika mereka masih anak-anak, ya ... dunia yang hanya diisi kesenangan itu bukanlah dunia yang akan selamanya mereka tinggali.Ketika beranjak dewasa, pikiran mulai bergerak dan logika mulai melakukan fungsinya. Bagaimana ...? Bagaimana bisa itu terjadi?Bagaimana bisa orang lain itu me

    Last Updated : 2021-06-27
  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 11 : Under The Tree [Flashback]

    Malam itu, ada yang tak bisa jatuh dalam lelapnya. Berusaha berulang kali menutup mata, tetapi berakhir dengan dirinya yang kembali melihat langit-langit ruangan yang dia tempati. Kedua netra dinginnya sekali lagi melirik ke arah presensi seorang gadis yang nyenyak tak terusik di depan sana, wajah tenang itu yang mampu membuatnya kembali tenggelam dalam ingatan hanya tentangnya. Noah tidak berniat bernostalgia. Tapi ketika dia melihat wajah Sun sekali lagi, kepalanya memutar kembali adegan yang terjadi tiga tahun lalu. Itu bagian saat dia pertama kali melihat Sun di tengah ladang bunga kuning di dataran Vermont yang sejuk. Tiga tahun lalu, Noah Bellion melakukan perjalanan menuju salah satu kota kecil di daerah Vermont, negara bagian Amerika Serikat. Tempat itu bernama Woodstock, kota kecil yang terkenal akan keindahan alamnya yang masih terjaga. Jika bertanya mengapa salah satu eksekutif dari kelompok mafia paling terkenal di New Orleans datang ke tempat terpencil nan asri itu, jaw

    Last Updated : 2021-06-28

Latest chapter

  • SUN TO YOUR NIGHT   Epilog

    Sun kehilangan alas kaki entah di langkah ke berapa dalam perjalanannya untuk sampai ke tempat ini.Ia berhenti untuk sejenak mengambil napas, sembari mengedarkan pandangan dan berharap dia bisa bertemu dengan Noah.Jika laki-laki bermata abu-abu dengan rambut coklatnya itu benar-benar Noah, maka seharusnya dia tidak perlu melakukan permainan kejar-kejaran seperti ini, kan? Kenapa dia tidak langsung menemui Sun saja?Kenapa dia harus membuat Sun sampai berlari sejauh ini ke pusat desa hanya untuk menemukannya di antara banyaknya manusia?"Noah ...."Sun mengedarkan pandangannya seperti orang linglung, dia berusaha mengidentifikasi setiap wajah dan menyamakannya dengan bayangan sosok yang ada dalam ingatannya.Rambut coklat dan tubuh tinggi kurusnya, dia berjalan tegak dan dia terlihat paling bersinar dari siapa saja yang ada. Seharusnya mudah menemukan Noah di tempat ini, tapi kenapa Sun tidak bisa melakukannya? Apa karena Noah memang tidak ada?Apa Shawn salah lihat? Apakah Sun hanya

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 90 : Jamais Vu

    Sun tidak tahu sudah berapa lama dia terduduk di bawah pohon rindang itu; dia merenung dan mengingat kembali tentang apa saja yang terjadi yang sempat ia lupakan karena insiden malam itu.Tapi yang ada, dia malah merasa menyesal dan kesal pada dirinya sendiri yang sempat hampir melupakan siapa itu Noah Bellion. Nyatanya, lelaki itu adalah orang yang membuat Sun tidak bisa hidup sedetik saja tanpa dirinya."Dasar bodoh ... bagaimana bisa kau melakukan ini pada Noah?" ujar Sun, memarahi dirinya sendiri dalam penyesalan. Ia menghapus air matanya, tapi itu tetap tidak membuat Noah muncul di hadapannya.Sun kembali bersandar dan menangis. "Kau di mana Noah ...? Kau tidak mau kembali?" ujarnya, "kenapa tidak mau kembali? Aku tidak akan marah karena kau telah berbohong. Nyonya Ash bilang kalau Eliot sudah mati, tapi kenapa kau masih tidak kembali ...?"Sun menundukkan kepala, menutup wajahnya yang pasti terlihat sangat jelek karena menangis tersedu-sedu.Saat ini dia sangat takut untuk berpr

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 89 : Field Of Memories

    [2 BULAN KEMUDIAN]"Nona Fleurry! Nona ...!"Seorang gadis dengan rambut pirang keemasan menoleh segera ketika seseorang memanggil namanya. Rambut panjang bergelombang milik wanita itu tersapu oleh angin ladang yang bertiup sepoi-sepoi, menjadikannya bak kain tergantung yang menari dengan cantiknya."Selamat pagi Paman, ada apa?" tanya gadis itu, tersenyum ramah dengan cantiknya."Kabar baik untukmu, Nona; lima domba kita berhasil melahirkan hari ini!""Oh, benarkah? Ada berapa anak domba yang lahir?""Ada 17 anak domba, Nona! Dan mereka semua sehat!"Senyum Sun Fleurry McRay tak bisa ia tahan ketika mendengar kabar bahagia di hari yang cerah ini. Ibu domba yang ada di peternakannya berhasil melahirkan bayi domba yang sehat; mereka pasti akan jadi anak domba yang lucu dan gemuk-sehingga membuat Sun tidak sabar untuk melihatnya."Apa kau akan melihatnya sekarang, Nona?" tawaran itu jelas tidak Sun tolak; gadis itu mengangguk lalu bergegas pergi dari tengah ladang bunga matahari yang su

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 88 : I Want To Go Home

    Seorang perawat wanita memasuki kamar rawat Sun Fleurry McRay untuk melakukan pengecekan rutin; dia memeriksa setiap aspek perawatan Sun untuk memantau perkembangan sekaligus melakukan apa yang perlu ditindak lanjut.Tak lupa ia mencatatnya di kertas yang ia bawa, tapi tiba-tiba ...JDERRR!"Ah!" Suara petir yang menggelegar membuatnya terkejut dan tak sengaja menjatuhkan pena miliknya. "Astaga, membuatku kaget saja," ujarnya, lalu memungut pena.Ia melihat ke luar dinding kaca di kamar itu; memperlihatkan langit malam yang gelap tertutup awan mendung. Sudah begitu, terdengar petir beberapa kali dan menandakan sebentar lagi akan turun hujan besar."Apa akan ada badai?" tanyanya, menatap pemandangan langit dengan raut cemas. Tapi dia tidak punya waktu untuk itu, sehingga segera ia tutup tirai ruangan itu dan melanjutkan pekerjaannya. Ia selesai mencatat perkembangan, tapi perhatiannya sejenak jatuh pada Sun yang masih terpejam dengan alat rumah sakit mengitarinya-berusaha mempertahanka

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 87 : Till Die Do Us Apart

    Eliot terdiam, memperhatikan Noah yang berusaha berdiri tegak di atas sana. Tatapannya tajam, Eliot bisa merasakan itu; tapi tiba-tiba Noah tersenyum tipis dan berkata, "Atau jika kau ingin sekali bertemu dengan Joanne? Aku akan dengan senang hati mengantar?"Eliot tertawa; meski ia kesal luar biasa. Noah masih menantangnya dengan angkuh padahal lelaki itu terlihat akan mati sebentar lagi.Sebagian wajahnya ditutupi darahnya sendiri, kemeja putihnya lusuh dan ada banyak noda darah; pakaiannya compang-camping memperlihatkan sebanyak apa luka yang dia dapatkan. Dan yang lebih seru adalah ... tangannya yang erat memegang pistol rusak itu, sepertinya patah.Noah melihat ke arah pandang Eliot, dan ya-dia juga sadar apa yang terjadi pada tangan kanannya saat ini. Ia melempar pistolnya yang sudah rusak karena tertimpa reruntuhan, lalu kembali menatap Eliot dan berkata, "Ayo selesaikan ini ...."Eliot menahan tawa, sembari membuka telapak tangannya menghadap Noah; ia bermaksud menolak. "Kau y

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 86 : Let's Die Together

    "Akh!"Noah tersungkur, tapi rentetan peluru tak berhenti sehingga ia terpaksa merangkak dengan rasa sakitnya menuju ke tempat yang bisa melindunginya.Ia menarik kekinya yang seakan mati rasa untuk sejenak, dan menyadari peluru Eliot berhasil menyayat pergelangan kakinya lumayan dalam."Sial!" ujarnya, mengernyitkan kening tajam sembari merobek sebagian celananya untuk menghentikan pendarahan. Perjalanan masih jauh, dia tidak boleh lemas karena kehabisan darah untuk luka kecil seperti ini.Sementara dirinya sudah lusuh dan berdarah, Eliot masih berdiri di tempatnya seolah tak tersentuh. Jika saja Eliot hanya membawa satu pistol, pasti Noah bisa mengimbangi permainannya. Tapi bahkan dia memiliki pistol lain setelah dua pistolnya kehabisan amunisi.Noah berusaha mengatur napas sembari mendengarkan Eliot."Kau tahu, setelan yang aku pakai malam ini adalah hadiah dari kekasihku. Dia memberiku benda ini sebagai hadiah. Aku tidak suka, aku sempat membuangnya. Tapi kemudian aku ingat; kalau

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 85 : To The Last Page

    Noah berjalan menyusuri tangga beton dalam bangunan tua yang mangkrak pembangunannya. Dengan langkah lesu dan raut biru, ia tidak menengadahkan wajah dan terus memperhatikan langkahnya sampai ia tiba ti tempat tujuan.Hari ini sesuai dengan perkataannya; dia akan datang menemui Eliot di mana pun lelaki itu berada. Ini tidak seperti pertemuan yang direncanakan untuk melepas rindu satu sama lain, mereka datang untuk tujuan masing-masing; membunuh satu sama lain.Tentu saja perasaan Noah tidak akan baik-baik saja. Dia meminta izin pada ibu kandung Eliot untuk membunuh anaknya, bukankah ini tragis? Ibu mana yang tidak akan terluka saat buah hatinya berada di ambang bahaya, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa?"Oh, kau sudah datang, Noah ...?"Tatapan mata Noah terarah lurus ke depan; menuju tempat Eliot yang berdiri memunggunginya sembari merokok santai bersandar pada pilar tak bertembok. Dari lantai empat, angin semakin kencang bertiup; malam juga tidak terlihat cerah. Hal itu membuat

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 84 : Am I Still A Good Boy?

    Sebuah pemakaman keluarga yang sepi, seorang lelaki datang sembari menenteng buket bunga dengan langkah yang lamban.Ketika ia tiba di depan sebuah nisan bertuliskan nama William Odolf, lantas ia meletakkan buket bunga itu dan membuka kaleng bir untuknya.Noah Bellion duduk di depan nisan, ia meminum bir kalengan yang dibawa sembari menatap dingin nisan William di hadapannya. Meski ia tampak dingin dan tak memiliki simpati, tapi jika dilihat saksama, terdapat guratan sendu di mata dinginnya yang tertunduk lesu.Noah terdengar beberapa kali menghela napas, rasanya masih belum bisa dipercaya jika William sudah tiada. Semua terjadi begitu cepat dan kacau luar biasa; bahkan Noah tak memiliki waktu untuk berbelasungkawa atas kematian ayah angkatnya ketika kekacauan lain datang dan hampir merenggut sang kekasih darinya.“Kacau sekali,” ujarnya, bermonolog, “mungkin aku tidak akan pernah hidup dengan tenang; aku sudah terlahir untuk hidup di dunia yang kacau.”Noah memikirkan kembali masa la

  • SUN TO YOUR NIGHT   Chapter 83 : Good Night, My Darling

    Sudah lebih dari seminggu lamanya Sun terbaring di ranjang rumah sakit, dan selama itu pula Noah tidak pernah absen sehari saja untuk mengunjunginya.Setelah kecelakaan itu, Sun mengalami luka yang sangat parah. Benturan di kepalanya mengakibatkan trauma yang belum bisa dideteksi oleh medis, dan beberapa tulangnya mengalami patah. Mereka bilang; Sun bisa melewati masa kritis saja merupakan suatu hal yang mengejutkan. Sebab dengan luka separah itu, jika dia mati maka bukanlah hal yang mustahil.Mereka bisa mengatakannya, maka Noah hanya akan bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan yang selama ini tak ia percaya. Noah setelah sekian lama, akhirnya kembali berdoa pada Tuhan yang lama tak dia gaungkan namanya, bahkan untung-untungan dia masih ingat nama Tuhannya. Tapi doa Noah kali ini dikabulkan; Sun berhasil melewati masa kritis. Namun, itu bukan berarti dirinya sudah bertemu jalan yang mulus.Mengingat dia memiliki trauma pada syaraf kepalanya dan medis belum bisa mendeteksi sebelum ef

DMCA.com Protection Status