Ian klo ngomel dah kayak emak2 wkwkw
“Kau… sudah bisa duduk?” Dean antara ingin marah, tapi lega juga melihat Ash bisa duduk.“Well, yeah. It’s not that bad.” (Tidak terlalu buruk)Ash melirik Ian, mengira kalau yang mengabarkan pada ayahnya adalah Ian, dan ingin tahu apa yang dikatakannya sampai Dean menjadi panik seperti itu.Ian menggeleng. Selain Stone, Ian tidak mengabarkan pada siapapun jadi bukan dirinya yang bertanggung jawab atas kepanikan itu.“Tapi katanya ada yang mati, dan buruk. Sampai ada mobil yang hancur!” Dean membayangkan yang terburuk karena detail yang simpang siur rupanya.“Hmm… Saya menyebut kalau yang meninggal adalah pelaku, dan mobil yang tertabrak adalah mobil pelaku juga. Apa mungkin kurang jelas?” Stone yang rupanya mengabarkan pada Brad, tapi tidak merasa melakukan kesalahan karena hanya menyampaikan keadaan yang sebenarnya. Ash memang terluka, tapi yang meninggal dan mobilnya hancur bukan Ash.“Wait…wait!” Dean tampak menarik napas dan berpegangan pada meja yang ada di dekat pintu. Untuk me
“Ro…”“Kau menyebut ada yang mati!” Rowena marah setelah itu. Sepertinya maaf tadi adalah sekilas lalu karena terhanyut perasaan.“Ya, aku salah menyimpulkan karena panik. Maaf… maafkan aku.” Dean kurang lebih mengabarkan pada Rowena versi berita yang berdasar kepanikan, maka Rowena juga mendengar kabar buruk akhirnya.“Maaf.” Dean mengelus rambut Rowena.“Did you just cry for me?” (Apa kau menangis untukku?)Ash sendiri bahkan tersentak. Ia tidak bermaksud mengucapkan pertanyaan itu dengan keras, hanya pertanyaan yang terlintas di benaknya karena heran Rowena bisa menjadi berantakan dan panik juga setelah mendengar kabar ngawur tentang keadaannya.“Kau ingin aku tertawa? Kau ingin aku merayakannya?”Lalu lebih terkejut lagi saat Rowena menanggapi. Bahkan Dean melepaskan pelukannya dengan wajah heran melihat istrinya bersedia menanggapi. “Yeah… Kau seharusnya gembira kalau aku mati.” Ash meneruskan karena sudah terlanjur.“Sepicik itukah kau menilaiku? Aku pernah melakukan apa padamu?
Bukan hanya air mata, tubuh Rowena juga perlahan luruh saat isakannya semakin keras.“Ro!” Dean menangkap pinggang Rowena, dan membantunya duduk, lalu menyerahkan sapu tangan yang ada di kantong jasnya. Rowena memakai sapu tangan itu untuk menutupi wajah dan terus terisak disana. “Aku tidak tahu akan menjadi seperti itu… Aku tidak bermaksud…sejauh itu…”Rowena bergumam berulang kali, tapi hanya dirinya yang mengerti. Yang lain hanya mendengar isakan yang membingungkan.“Ro, kami tidak mengerti.” Dean berlutut di depannya, ikut membantu menghapus air matanya. “Aku juga tidak mengerti.” Dean yang biasanya paling tahu apa yang ada dalam pikiran Rowena, bahkan tanpa perlu dikatakan, tapi kali ini tidak bisa menebak.“Aku tidak tahu kalau akan menjadi seperti itu…” Rowena mendongak lagi, menatap Mae. Ia yang paling harus mengerti apa yang dikatakannya.“Aku tidak bermaksud membuat hidupmu menjadi neraka—tidak sampai…”“Lalu kenapa? Tebakan terbaik yang bisa aku simpulkan sejauh ini adalah
“Kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku, Ro?” Dean menggenggam tangan Rowena.“Aku tidak menyalahkan, tapi kau tidak perlu menyangga masalah itu sendiri. Kita bisa—”“Aku takut,” bisik Rowena lirih. “Kebakaran itu membuatku takut.”Awalnya Rowena berniat untuk menceritakan semua itu pada Dean, tapi ketika akibatnya tampak keterlaluan, Rowena tidak lagi punya keberanian, dan memilih untuk menyimpannya.“Kau baru saja melangkah, bagaimana kalau masalahnya menjadi besar? Maka aku diam dan menyimpannya. Membiarkan Edward menyelesaikan rencananya.” Pandangan Rowena tampak kosong sekarang. Pilihan itu sulit, tapi kala itu terlihat paling benar.Dean saat itu sedang sangat sibuk, partainya pertama kali memenangkan pemilu—pertama kali dirinya diangkat menjadi perdana menteri.Rowena tidak ingin merusak momen itu, dan memang semua selesai seperti perkiraan Edward. Carol tidak pernah lagi berani untuk mengulang pemerasan itu—dan sudah tidak bisa karena buktinya tidak ada.Dean menghela napas
“Kau tidak perlu melakukannya,” kata Ash, sambil bergeser dan kembali berbaring.Setelah melihat keadaan Mae yang baik-baik saja, tubuhnya tiba-tiba kembali bisa merasakan sakit—atau mungkin memang pengaruh obat pereda nyeri yang mulai hilang.“Melakukan yang mana?” Mae menarik kursi dan duduk di samping ranjang Ash. “Memaafkannya—Rowena. Kau tidak harus memahami dan menerima apa yang dilakukannya.”Ash memandang Mae dan lega karena matanya tidak menghindar. Ia bisa kembali menatap mata Mae yang kemarin tidak mau memandangnya.“Rowena—dan aku juga, tidak akan mengerti penderitaan yang kau alami saat itu. Jadi kau tidak perlu memaksakan diri untuk mengerti apa yang dilakukannya.”Ash mengernyit karena rusuknya terasa menusuk saat menghela napas.“Aku pun ikut andil. Mungkin kalau saat itu aku tidak mendekati Carol—membiarkan kalian lewat saja, Carol tidak akan punya pikiran—”“Sejak kapan kita harus bertanggung jawab atas sesuatu yang diluar jangkauan?” sela Mae. Tidak mungkin ia ingin
Tidak mungkin setelah itu Ash akan mengatakan tidak perlu. Ia ingat Mae selalu menyebut keinginan agar dirinya berdamai dengan Rowena, dan itu tidak berubah. Apapun itu, Rowena saat ini keluarganya. Ia memang melindunginya.“Kau sudah banyak melakukan hal untukku. Aku ingin melakukan sesuatu untukmu juga,” kata Mae, sambil menempelkan tangan Ash ke pipinya.Omelan Ian menyebalkan, tapi membuat Mae menyadari hal yang sudah lama dilupakannya. Ash yang selalu memberi apapun untuknya. Tidak ada apapun yang tidak akan diberikan Ash untuknya. “Aku serius saat mengatakan kau harus lebih sering bicara dengannya. Dan terbukti lagi tadi. Rowena tidak sempurna, tapi bukan buruk. Ini normal, semua orang seperti itu.”Mae tidak pernah berpikir akan ada masa dimana ia membela Rowena, tapi ia hanya ingin adil. Lebih mudah mendendam seperti yang diinginkan Ash tapi Mae tidak ingin mengaburkan usaha keras Rowena selama ini.“Kalian bukan keluarga manis sempurna yang selama ini dilihat orang, tapi buk
“Maaf mengganggu, Sir. Tapi Inspektur Stone masih menunggu Anda.”Brad melapor pada Dean yang baru saja keluar dari kamarnya. Penampilannya sudah tidak lagi licin seperti biasa. Ia tertidur saat berusaha menenangkan Rowena “Rajin sekali.” Dean mengeluh. Kalau bisa ia memilih tidur lagi sebenarnya, tapi tidak mungkin saat ada masalah menumpuk yang mengintai.“Lalu Kelly melaporkan kalau Carol Jobs menghubungi kantor Anda lagi, berulang kali.” Brad melanjutkan laporannya.Dean melirik ke arah jam. “Tidakkah penjara punya peraturan? Bagaimana bisa ia menghubungi berulang kali seperti itu?” Ia heran Carol terdengar terlalu bebas.“Mungkin menyuap atau yang seperti itu?” Brad juga hanya bisa memberi tebakan. Ia belum pernah masuk penjara.“Apa yang diinginkannya?” Dean bergumam sambil menarik lepas dasi yang sudah bergantung miring di leher, dan melemparnya ke kursi kerja.Stone berdiri saat melihatnya masuk. “Maaf mengganggu Anda sampai malam,” katanya.“Aku tahu alasanmu bagus, jadi lupa
“Aku ingin marah, tapi ya sudahlah. Kau memang tidak akan pernah mendengar keberatan maupun nasehat dariku,” keluh Ian.“Apa juga yang membuatmu berpikir aku akan mendengar nasehat dan keberatan darimu? Kau bukan ibuku!” desis Ash, sambil menampar kepala Ian yang muncul di bagian atas kursi kemudi.Ian mengantarnya pulang dari rumah sakit, tapi Ash tidak akan berterima kasih kalau pertolongannya dibarengi dengan omelan yang menyebalkan.“AW!” Ian mengeluh sambil mengusap kepalanya.“Tapi mungkin Ian ibu pengganti yang cocok untukmu. Perhatiannya padamu memang seperti seorang ibu,” sahut Mae, yang juga duduk di belakang—di samping Ash.“STOP IT! Sudah cukup aku menjadi supir kalian hari ini. Jangan menambah peran menjadi ibu juga!” sergah Ian, sambil membelokkan mobil ke gerbang mansion lalu membuka jendela agar terlihat oleh bodyguard yang langsung mengenali dan membuka gerbang.“Aku juga tidak mau. Siapa juga yang mau punya ibu laknat sepertinya?” Ash menggeleng juga.“Laknat? Aku sud