Part 41b
"Astaghfirullah, Nang, tolong ambilkan air hangat untuk kompres kakinya!" seru Bu Kartini.Dengan sigap, sang anak langsung mengambilkan air hangat dalam.wadah baskom, lalu mengambil washlap. Ia segera kembali menemui mereka."Wajahnya pucat sekali, Bu, kasihan," ucap lelaki itu saat sang ibunda berusaha menyadarkan Damay."Iya. Dia sangat kelelahan, jadinta pingsan.""Sini biar aku saja yang bersihkan kakinya, Bu."Ia melihat banyak luka lecet dan memerah di telapak kakinya.***Sementara itu ...Beberapa jam kemudian, ponsel Saga berdering lagi. Ini bukan nomor yang ia kenal, tapi ia segera menjawab."Hallo?""Pak Saga, ini saya Arya." "Halo Pak Arya! Apa ada perkembangan?""Aku sudah mendapat petunjuk, Pak. Kalian harus segera ke sini."Tanpa ragu, Saga menanggapi dengan cepat, "Dimana, Pak Arya? Saya akan segera kesana.""Saya akan shaPart 42Beberapa saat sebelumnya ...Damay membuka matanya perlahan, merasa kebingungan saat menyadari bahwa ia berada di ruangan yang sama sekali berbeda dari tempat terakhir kali ia ingat. Dengan hati-hati, ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu mendapati dirinya sendiri terbaring di atas sebuah tempat tidur. Pakaian yang ia kenakan masih sama seperti sebelumnya, tetapi kepalanya terasa pusing. Belum lagi rasa pegal dan nyeri di kaki."Oh, kamu sudah sadar rupanya."Suara itu membuat Damay menoleh ke arah sumbernya. Di luar pintu terlihat seorang lelaki tengah menatapnya, namun tatapan mata itu terlihat teduh tak seperti penjahat-penjahat itu. "Anda-?""Saya Lanang, putra Bu Kartini."Damay mengangguk perlahan, mencoba untuk merangkai kembali ingatannya. Ia berusaha turun dari tempat tidurnya lalu berjalan perlahan. Lanang dengan sigap membantu, tapi Damay menolaknya."Apa kakimu sudah baikan?" tanya lelaki itu.
Part 42b"Tidak, Bu, ini sudah kenyang. Alhamdulillah terima kasih banyak ya, Bu.""Iya, sekarang kamu mandi dulu ya, Nak, lalu ganti bajumu, ibu udah siapkan bajunya di situ tuh."Damay mengangguk dan tersenyum, seketika hatinya menghangat seolah diperhatikan oleh seorang ibu. Perhatian dan kasih sayang yang ia rindukan. Ia mengikuti perintah Bu Kartini. Mandi, bebersih diri membuat badannya yang lemas tak karuan kembali segar. Ia pun punya tenaga baru.Gamis polos warna mocha dan hijab coklat tua kini membalut tubuh rampingnya. Selama beberapa detik, Bu Kartini dan Lanang menatap kagum padanya. "Nak, tadi di depan ada yang mencarimu. Sepertinya kamu gak aman di sini, sebaiknyan kamu cepat-cepat pergi dari kampung ini, Nak. Maaf bukannya ibu mengusirmu, tapi--""Tidak apa-apa, Bu. Aku yang seharusnya minta maaf karena sudah merepotkan ibu. Alhamdulillah aku sudah diberi tempat istirahat, makan gratis. Rencananya juga
Part 43Wanita itu mengangkat kepalanya perlahan. Wajahnya pucat dan lelah, tapi matanya bersinar saat tiba-tiba melihat sang suami ada di hadapannya. "Mas Saga..." suaranya hampir tidak terdengar, terce kik oleh emosi yang mendalam.Saga mendekatinya, dan langsung memeluknya dengan erat. Keduanya tidak bisa menahan air mata yang mengalir di pipinya, menangis terharu karena akhirnya Damay ditemukan. Ia mengusap-usap punggung sang istri berusaha menenangkan. "Tenang sayang, kamu sudah aman sekarang, kamu sudah aman," ujarnya sembari sesekali menghujani kecupan di pucuk kepala sang istri.Sementara itu, Pak Tom mengamankan Lanang, ia bahkan hendak memukulinya. Damay menoleh sejenak. "Tunggu, Pak Tom, jangan pukuli dia!"Pak Tom menghentikan langkahnya, memandang Damay dengan heran. "Mbak Damay, dia telah melakukan banyak hal buruk padamu. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya," ucap Pak Tom dengan suara tegas.
Part 43b"Bagaimana dengan Mbak Damay? Apa sudah ketemu?"Saga terdiam sejenak. "Ini ibu mau ngomong," ujar suara cempreng di seberang telepon."Hallo, Saga, bagaimana Damay? Sudah ketemu belum?"Saga hanya diam, rasanya dia malas sekali menanggapi ibu mertua yang matre itu."Awas ya kalau sampai terjadi sesuatu pada Damay, kamu harus tanggung jawab, Saga! Kami sudah kehilangan bapak, jangan sampai kehilangan kami kehilangan Damay.""Ibu tenang saja, gak usah khawatir, Damay baik-baik saja.""Apa dia sudah ketemu.""Hmmm, dia bersamaku sekarang.""Syukurlah kalau begitu."Panggilan itupun berakhir. Saga kembali menatap istrinya yang masih terpejam."Kau pasti sangat lelah," gumamnya pelan.*** Di tempat lain ...Nova mengendarai mobilnya dengan penuh semangat, melaju di tengah gemuruh lalu lintas kota yang ramai. Wajahnya berseri-seri, seolah tak s
Part 44 Sementara itu, pria yang memakai masker itu turun dari mobilnya dan menghampiri mobil Nova. Mengetuk-ngetuk kaca mobil, membuat Nova bergidik ngeri."Sial, sepertinya rampok! Duh, harusnya aku kabur saja! Gimana ini?!"Setelah beberapa detik tegang, Nova mengatur nafasnya dan mencoba meredakan detak jantungnya yang memburu. Dia memandang melalui kaca depan mobilnya, mencoba mengenali pria yang tengah berdiri di luar mobilnya dengan wajah tertutup masker."Sial, sepertinya memang penjahat!" desis Nova pelan, kepanikan merambat di dalam benaknya. Dia memandang sekeliling, mencari-cari jalan melarikan diri jika situasi memburuk. Namun, pikirannya kacau balau. "Duh, harusnya aku kabur saja! Ckk!!"Kaca mobil kembali digetok beberapa kali oleh pria tersebut,Dengan perlahan, Nova membuka jendela sedikit untuk berkomunikasi dengan pria tersebut. "Ada apa, Bang?" "Maafkan saya, saya tidak bermaksud membuat Anda terkej
Part 44bSaga mengangguk. Tak berapa lama, mereka kembali melanjutkan perjalanan, menembus rintik-rintik hujan yang berjatuhan ke bumi."Tahu tidak, Sayang," ucap Saga setelah beberapa saat. "Aku merasa bersyukur bisa bertemu denganmu lagi."Damay tersenyum hangat. "Aku juga bersyukur punya kamu, Mas. Kamu datang di waktu yang tepat sebagai penyelamatku.""Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi ketakutanmu saat bersama penculik itu, kamu pasti sangat tersiksa. Hhhh, maafkan aku ...""Tidak, jangan meminta maaf. Ini bukan salahmu."Tetesan hujan semakin reda saat mendekati rumah mereka. Damay menggosok-gosok matanya, mencoba mengusir kantuk yang masih tersisa."Ayo, sebentar lagi kita sampai di rumah," ujar Saga dengan suara lembut.Damay mengangguk pelan.Mobil akhirnya memasuki gerbang rumah mereka. Pak Tom memarkir mobil di halaman. Sementara itu Saga turun dari mobil lalu
Part 45Malam itu, Saga tetap di samping Damay. Dia membawa kain basah untuk ditaruh di dahinya, membantunya berganti baju yang lebih nyaman, dan terus memeriksa suhu tubuhnya. Kesunyian di antara mereka memberi kenyamanan, penuh dengan perhatian dan kasih sayang yang tidak terucap.Waktu terus berjalan, demamnya mulai mereda, dan dia mulai merasa sedikit lebih baik. Dia memperhatikan Saga yang tak tinggal diam di sekitar ruangan, merapikan dan sesekali memandangnya dengan senyum penuh keyakinan. Perhatian dan kelembutannya membuat hatinya berdebar, meskipun tubuh Damay lemah."Mas Saga," Damay akhirnya berbicara dengan lembut, memecah keheningan.Saga menoleh padanya, ekspresinya lembut. "Iya, Damay?""Terima kasih sudah merawatku malam ini," ucap Damay pelan, pipinya memerah karena campuran demam dan rasa malu. "Aku tidak tahu harus berkata apa..."Saga duduk di sampingnya dengan lembut dan menggenggam tangannya. "Kam
Part 45bDamay tersenyum saat melihat suaminya menghidangkan bubur ke dalam mangkuk lalu menuangkan sayur soup ke atasnya."Ternyata Mas bisa masak juga ya," ucap Damay dengan mata berbinar."Sedikit-sedikit, tapi masih kalah jauh sama kamu. Ini juga rasanya gak tau gimana, tapi semoga cocok di lidahmu," jawab Saga."Makasih, Mas.""Mau disuapin?" tanya Saga dengan lembut."Tidak usah, Mas. Biar aku saja, badan aku sekarang udah jauh lebih baik kok."Saga mengangguk, ia masih menatap istrinya yang perlahan menyuapkan bubur itu ke mulut. "Gimana rasanya?""Enak, Mas.""Suka gak?""Suka.""Hahah, iyalah aku menambahkan bumbu spesial pada masakan ini.""Bumbu spesial? Apa itu, Mas?""Bumbu spesial penuh cinta," jawabnya lalu terkekeh. Damay tersenyum malu-malu. "Kamu ini bisa aja menghiburku.""Iya dong, pokoknya kamu harus makan yang banyak